Wakaf Uang-BSI, Yes – Syariat Islam, Yes or No?

Wakaf Uang-BSI, Yes – Syariat Islam, Yes or No?

Oleh: Abu Muas T (Pemerhati Masalah Sosial)

 

Terlihat sangat antusias memasuki tahun 2021 yang berkaitan dengan “uang” sedang menjadi fokus urusan penentu kebijakan negeri ini. Diawali dengan peluncuran Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU) Senin (25/1/2021) menyusul kemudian merger tiga Bank Syariah BUMN yang efektif 1 Februari 2021 ke satu wadah bernama Bank Syariah Indonesia (BSI)

 

Jika kita cermati ada sebuah perubahan paradigma memasuki tahun 2021 ini. Pada tahun-tahun sebelumnya terasa sangat alergi di negeri ini dengan istilah-istilah yang bernuansa kearab-araban. Hingga puncaknya ada deklarasi Islam Nusantara, konon idenya menciptakan Islam dengan kearifan lokal negeri +62.

 

Padahal, dalam perjalanan dakwahnya mengemban risalah Islam selama tidak kurang dari 23 tahun, belum pernah kita membaca sejarah Rasulullah SAW baik saat di Makkah menamakan Islam Makkah maupun pada saat di Madinah menamakan Islam Madinah.

 

Kembali pada istilah-istilah yang berbau kearab-araban yang selama ini seolah-olah mau didegradasi, apakah istilah wakaf dan syariah bukan berasal dari bahasa Arab? Ada apa di balik perubahan paradigma memasuki tahun 2021 ini, dimana negeri +62 mau kembali mengabdosi istilah-istilah Arab pada hal-hal tertentu saja?

 

Patut diduga perubahan paradigma ini khususnya hanya yang berkaitan dengan “uang”. Sepertinya yang selama ini alergi dengan istilah yang berbau kearab-araban mengatakan, biarlah untuk kali ini istilah tersebut digunakan karena merupakan “lahan basah”, sehingga ada istilah “Wakaf Uang dan Bank Syariah -Yes? Kalau Syariat Islam yang lain, sorry? Padahal Syariat Islam telah mengatur seluruh aspek kehidupan bukan hanya mengurusi soal keuangan saja.

 

Jika telah tahu dan atau mendengar Syariat Islam itu mengatur seluruh aspek kehidupan, kenapa para penentu kebijakan negeri ini tidak melaksanakan aturan-Nya secara keseluruhan, malah hanya pilih-pilih yang dinilai lahan basah?

 

Jika demikian kondisinya, apa bedanya dengan watak Bani Israil atau Yahudi yang menyatakan, “Sami’na wa ‘Ashaina” (Kami mendengar, tapi tidak menaati) (QS. Al Baqarah, 2:93).

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.