NEW YORK (Jurnalislam.com) – Amerika Serikat menuduh Rusia dan rezim Suriah melanggar gencatan senjata Ghouta Timur pada sebuah pertemuan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Gencatan senjata 30 hari tersebut, yang diabadikan dalam Resolution 2401, dipilih secara bulat oleh anggota Dewan Keamanan pada hari Sabtu (24/02/2018).
Gencatan senjata itu terjadi di balik serangan yang diluncurkan oleh pasukan Bashar al-Assad, dengan dukungan pesawat tempur Rusia, di daerah kantong sejak 18 Februari dan telah mengakibatkan kematian lebih dari 550 warga sipil, monitor perang the Syrian Observatory for Human Rights (SOHR) mengatakan.
Berbicara pada hari Rabu (28/02/2018), perwakilan AS untuk PBB Kelley Currie mengutuk pemboman udara Suriah yang berlangsung di Ghouta Timur, sebuah daerah pedesaan di luar ibukota Damaskus yang dikuasai oposisi sejak 2013.
Neraka di Bumi itu Bernama Ghouta Timur
“Meskipun banyak pihak menyerukan gencatan senjata, serangan rezim terus berlanjut,” kata Currie. “Ratusan warga Siria telah terbunuh atau terluka sejak kami menetapkan resolusi pada hari Sabtu.”
“Serangan semacam itu menunjukkan penghinaan sepenuhnya atas Suriah dan menghina dewan ini serta Perserikatan Bangsa-Bangsa,” tambahnya.
Pada hari Senin, Rusia, sekutu utama rezim Syiah Bashar al-Assad, mengatakan akan menerapkan “jeda kemanusiaan” lima jam per hari untuk memungkinkan evakuasi warga sipil dan masuknya konvoi bantuan. Namun, penembakan dan serangan udara tidak berhenti dan mengakibatkan kematian sedikitnya empat orang.
Currie menggambarkan jeda kemanusiaan Rusia sebagai “sinis, tak berperasaan dan sangat menentang resolusi 2401.”
Warga di wilayah tersebut mengatakan bahwa pesawat tempur pemerintah meluncurkan beberapa serangan pada Rabu dini hari, dan menekankan bahwa serangan yang paling kuat diluncurkan di tiga kota – Douma, Misraba dan Harasta – di dekat garis depan.
“Tidak ada evakuasi apapun – baik medis, maupun kemanusiaan, tidak ada apa-apa,” seorang penduduk, yang meminta untuk tetap anonim, mengatakan kepada Al Jazeera.
“Rezim telah meluncurkan permainan psikologis – itu saja. Pemboman telah berlangsung sejak semalam.”
Koresponden Al Jazeera, Osama Bin Javaid, mengatakan bahwa banyak orang masih terdampar di Ghouta Timur.
“Hari kedua dari yang disebut gencatan senjata atau jeda ini berlalu tanpa ada perkembangan besar di lapangan,” katanya, berbicara dari kota Gaziantep, Turki.
“Tidak ada konvoi bantuan yang masuk karena Perserikatan Bangsa-Bangsa dan pekerja bantuan lainnya mengatakan bahwa jeda seperti ini terlalu pendek tanpa ada jaminan apakah mereka dapat kembali pulang.”
Bin Javaid juga mengatakan bahwa oposisi di Ghouta Timur, yang telah dikepung oleh pasukan rezim sejak pertengahan 2013, tidak percaya dengan PBB.
“Serangan udara lebih banyak dan tembakan lebih banyak lagi dilaporkan terjadi di Ghouta Timur dan oposisi mengatakan bahwa resolusi DK PBB hanya kata-kata belaka,” katanya.
Vassily Nebenzia, duta besar Rusia untuk PBB, mengatakan kepada Dewan Keamanan bahwa Rusia melakukan segala sesuatu untuk menjamin keefektifan jeda kemanusiaan lima jam sehari, namun menyalahkan pasukan oposisi karena menargetkan koridor yang ditujukan untuk operasi kemanusiaan dengan tembakan mortir.
Oposisi Moderat Desak HTS Keluar dari Ghouta Timur dalam 15 Hari
“Kami percaya bahwa para pemimpin oposisi memiliki pendekatan serius dan bahwa kata-kata mereka akan terwujud dengan perbuatan,” katanya.
“Kami mengerti bahwa faksi yang terkait Hayat Tahrir al Sham (HTS) tetap menjadi target yang sah untuk operasi militer dan bahwa tidak akan ada pendekatan seremonial untuk mereka,” lanjutnya, menambahkan bahwa upaya harus dilakukan untuk “menetralisir secara efektif” kehadiran cabang al-Qaeda di Ghouta Timur, Jabhat Fateh al-Sham (JFS), sebelumnya dikenal sebagai Jabhat Nusrah.
Berbicara dari kantor pusat PBB di New York, editor diplomat Al Jazeera James Bays mengatakan beberapa faksi oposisi sedang mencari gencatan senjata.