Oleh: Devi Ramaddani
Belakangan, dunia maya diramaikan dengan fenomena “S-Line” dengan garis merah yang muncul dari atas kepala mereka. Awalnya muncul dari Korea Selatan yang diadaptasi dari Webtoon berjudul S-Line. Namun kini telah berkembang menjadi tren global yang merujuk pada seberapa banyak seseorang telah berhubungan seksual. Muda-mudi ramai memamerkan “pengalaman” mereka di media sosial, seperti TikTok dan X (Twitter), dengan gaya pamer yang justru mengundang decak kagum, bukan malu.
Di Indonesia, tren ini dengan cepat mendapat sambutan, terutama di kalangan Gen Z. Remaja tak lagi malu bicara soal zina, bahkan memamerkannya. Banyak yang menjadikan aktivitas zina sebagai “pengalaman dewasa” atau prestasi seksual yang layak diumbar.
Sayangnya, tren ini bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri. Ia lahir dari tanah yang telah subur oleh nilai liberalisme dan sekularisme. Ini adalah biang dari kerusakan mendalam dalam sistem kehidupan kita hari ini. Negara seolah kehilangan kendali atas moralitas publik. Dan masyarakat pun ikut terlarut dalam budaya permisif, memandang zina bukan sebagai dosa besar, melainkan pilihan gaya hidup. Lantas, bagaimana bisa hal seperti ini dianggap biasa? Apa yang sebenarnya salah?
Sekularisme: Biang Kerusakan Moral
Sistem sekuler-liberal telah menjauhkan agama dari kehidupan. Agama dianggap cukup hanya di masjid, sementara kehidupan termasuk urusan pendidikan, media, hingga hukum diserahkan pada logika manusia dan hawa nafsu.
Akibatnya Media dibiarkan menampilkan konten vulgar, drama percintaan bebas, bahkan adegan seksual atas nama seni. Pendidikan pula lebih menekankan nilai akademik dan keterampilan kerja, bukan pembentukan kepribadian Islam.
Disisi lain, keluarga kehilangan arah karena sistem ekonomi memaksa orang tua sibuk bekerja, meninggalkan anak tanpa bimbingan moral yang memadai. Alhasil tontonan jadi tuntunan bagi generasi lantaran minimnya edukasi. Negara tak hadir sebagai pelindung generasi, bahkan terkadang justru menjadi fasilitator gaya hidup bebas.
Dalam sistem sekuler, zina bukan dianggap kejahatan serius. Ia hanya jadi urusan pribadi, kecuali jika menimbulkan kehamilan yang tidak diinginkan atau dipublikasikan secara terang-terangan. Bahkan, tak sedikit selebritas atau publik figur yang justru mendapat panggung lebih besar setelah mengumbar kisah asusila mereka.
Islam Memuliakan Martabat dan Melindungi Generasi
Berbeda dengan sistem sekuler yang permisif, Islam hadir dengan sistem nilai yang paripurna, mengatur hubungan laki-laki dan perempuan bukan untuk mengekang, melainkan melindungi kemuliaan dan kehormatan manusia.
Ada rambu-rambu interaksi yang dilarang dalam Islam yaitu larangan berkhalwat maknanya pria dan wanita berkumpul di suatu tempat yang tidak mungkin orang lain untuk bergabung dengan ke duanya kecuali dengan izin ke duanya , termasuk Islam mengharamkan zina secara mutlak. Tak hanya itu, Islam melarang semua jalan yang mendekatinya, sebagaimana firman Allah:
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra: 32)
Islam juga menetapkan sanksi tegas bagi pelaku zina, untuk yang belum menikah (ghairu muhsan): cambuk 100 kali dan pengasingan. untuk yang telah menikah (muhsan): rajam hingga mati, jika dibuktikan oleh 4 saksi atau pengakuan.
Solusi Islam untuk melindungi generasi dari fenomena seperti S-Line adalah sebagai berikut:
1. Pendidikan Islam berbasis akidah: Mengintegrasikan ilmu dunia dengan nilai takwa, menjadikan murid paham halal-haram sejak dini.
2. Kontrol media dan budaya publik: Negara wajib menyaring konten yang merusak moral, serta mendorong konten dakwah dan pendidikan.
3. Sistem sosial Islam: Menjaga interaksi laki-laki dan perempuan sesuai syariat. Tidak ada campur baur bebas, apalagi konten vulgar.
4. Penegakan hukum syariah: Sanksi tegas dan menjerakan untuk pelaku zina akan menjaga kehormatan masyarakat.
5. Negara sebagai ra’in dan junnah: Negara hadir bukan hanya memberi layanan publik, tetapi juga melindungi umat dari serangan pemikiran dan budaya asing.
Seluruh solusi ini hanya bisa dijalankan secara utuh dalam sistem pemerintahan Islam, yaitu sistem kepemimpinan global yang pernah diterapkan lebih dari 13 abad dan menghasilkan peradaban gemilang dengan generasi penuh kehormatan.
Kini saatnya umat Islam sadar. Kita tidak butuh perbaikan parsial, tapi kembali total kepada Islam sebagai sistem hidup yang menyelamatkan.
Wallahu a’lam bish shawwab