Tren Joki Tugas

Tren Joki Tugas

Marak diperbincangkan tentang tren joki tugas yang merupakan salah satu bentuk praktik ‘kecurangan’ dalam dunia akademik. Mengapa demikian?

Istilah joki tugas memang sudah tidak asing lagi di kalangan mahasiswa. Karena praktik perjokian ini sangat ramai di dunia pendidikan Indonesia, yang dikerjakan pun bermacam-macam sesuai dengan permintaan pelanggan. Sasarannya? Tentu saja kaum mageran, hingga kaum yang merasa kewalahan dengan tugas-tugas.

Menyelisik lebih jauh tentang joki tugas, fenomena ini bermula ketika banyaknya mahasiswa yang mengeluh terkait pemberian tugas-tugas dengan deadline padat.

Ada juga yang beralasan karena sibuk. Entah sibuk berkegiatan di luar kuliah seperti aktif organisasi, kepanitiaan, atau karena memang rasa mager untuk membuka dan mempelajari buku panduan mata kuliah.

Merasa kesulitan dalam mengerjakan tugas dari dosen hingga membuat mereka untuk memilih mempercayakan pengerjaan tugas kepada orang lain, kemudian diberikan imbalan tertentu sesuai kesepakatan.

Melihat celah yang ada, beberapa pihak kemudian ‘memanfaatkan’ kesempatan itu dan menjadikannya peluang emas untuk meraih pundi-pundi rupiah.

Mengutip dari majalahsunday.com, kemajuan teknologi mendorong timbulnya ide bisnis baru yang lebih kreatif, termasuk jasa joki tugas via online ini. Dahulu, joki tugas hanya menggunakan sistem promosi dari mulut ke mulut, namun kini sudah tersedia puluhan akun yang tersebar di berbagai media sosial bahkan juga e-commerce. Layaknya simbiosis mutualisme yang kedua pihaknya saling menguntungkan, cukup membayar sejumlah uang kepada si joki, tugas auto kelar.

Dominan yang menggunakan jasa ini karena merasa kewalahan dengan tugas yang tidak henti-hentinya berdatangan. Gugur satu, tumbuh seribu. Begadang tiap malam agar dapat mengumpulkan tugas tepat waktu.

Padahal, mereka hanya kurang di kemampuan manajemen waktu dan juga kondisi fisik yang cepat lelah sehingga memilih jalan pintas tersebut demi menyelesaikan tugas-tugas tepat waktu meski dengan bermodalkan uang.

Meski terkesan meringankan beban orang lain, joki tugas tetap tidak dapat dibenarkan walaupun dengan sederet alasan yang menjejal.

Pertama, ketika memilih menggunakan jasa joki tugas, maka hal ini menandakan bahwa mahasiswa tersebut tidak mempunyai rasa tanggung jawab. Sebagai seorang mahasiswa, harusnya memiliki sikap tanggung jawab terhadap tugas-tugas yang ada. Juga sudah sepatutnya mampu mengatur waktu dengan baik. Dengan begitu, tidak akan ada peluang sedikit pun untuk menggunakan jasa joki tugas.

Kedua, menggunakan jasa joki tugas merupakan sebuah bentuk kecurangan. Bagaimanapun, tugas merupakan salah satu kewajiban yang harus diselesaikan secara personal dan harus dikerjakan dengan kejujuran.

Ketiga, menghambur-hamburkan uang. Kita seharusnya sadar bahwa uang yang dimiliki, terlepas apakah pemberian dari orang tua atau hasil keringat sendiri, tentu sangat disayangkan jika digunakan untuk memakai jasa joki tugas ini yang seharusnya bisa dikerjakan sendiri.

Keempat, kemampuan diri tidak akan berkembang dengan tren ini. Ketika mengubah perspektif dengan luas, maka pasti menyadari dengan sepenuhnya bahwa mahasiswa sejatinya memang tidak bisa dipisahkan dengan tugas.

Bagaimanapun kesulitan yang dirasakan dan juga sesibuk apa pun, tidak ada alasan atau celah untuk tidak mengerjakan tugas, apalagi malah pergi ke joki tugas.

Apalah arti kuliah jika tidak dilakukan dengan maksimal? Sudah berapa uang kuliah yang dikeluarkan?

Mahasiswa harus sadar bahwa budaya tersebut hanya akan membuat diri malas berpikir dan sulit berkembang. Sebab dengan mengerjakan tugas, mahasiswa dituntut untuk membaca dan kembali mempelajari materi sebelumnya.

Sadar atau tidak, apabila sudah terbuai dengan nikmatnya menggunakan jasa joki tugas, lantas ilmu apa yang akan dituai? Apa gunanya mendapatkan nilai akademik tinggi, namun tak sedikit pun pengetahuan yang bisa diperoleh.

Menurut salah satu pengguna Twitter @Fauzanalrasyid, tren ini bisa saja mencederai nilai-nilai pendidikan. Ia berpendapat pada sebuah utas yang mengatakan, “Kita menuntut negeri ini supaya baik dan dipimpin orang-orang jujur. Kalau begitu, mulai biasakan hidup jujur, apalagi dalam lingkungan akademis”.

Dampak negatif dari penggunaan jasa joki tidak hanya berlaku untuk individu mahasiswa itu sendiri, melainkan untuk seluruh bangsa Indonesia.

Sumber daya manusia unggul yang dicita-citakan seluruh bangsa akan sulit terwujud jika proses belajar dilakukan seperti itu. Jika dibiarkan terus menerus, maka penggunaan jasa joki dikhawatirkan akan menjadi sebuah budaya di dunia pendidikan. Tentunya semakin lama hal itu terjadi, semakin sulit pula upaya untuk mengatasinya. Selain itu, jika meninjau dari perspektif agama, hukum dari fenomena joki tugas ini adalah tidak diperbolehkan.

Sebuah artikel dari platform bimbinganislam.com yang menjawab tentang hukum menerima pembayaran jasa dari pembuatan sesuatu yang sesuai keahlian bahwa jika jasa yang anda tawarkan adalah seperti jasa pembuatan skripsi, tesis, disertasi, tugas sekolah, yang mana ini semua berasal dari ide dan usaha anda sendiri, bukan dari ide dan gagasan pihak yang memperkerjakan anda, maka yang demikian tidak diperbolehkan.

Karena sejatinya itu adalah kewajiban dari pihak yang bersangkutan, tugas dia untuk mengerjakannya sendiri atas dasar pikiran dan idenya, bukan atas hasil pikiran dan ide anda, jika demikian adanya justru ini adalah penipuan dan tolong menolong dalam perbuatan buruk.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;

مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا، وَالْمَكْرُ وَالْخِدَاعُ فِي النَّارِ

Artinya: “Barang siapa yang menipu, maka ia tidak termasuk golongan kami. Orang yang berbuat makar dan pengelabuan, tempatnya di neraka.” (HR. Ibnu Hibban, 326. Hadits ini shahih sebagaimana kata Syaikh Al Albani dalam Ash Shahihah, 1058).

Jadi, dapat disimpulkan bahwa tren joki tugas ini memiliki banyak dampak negatif daripada dampak positif, dan juga, civitas academica di perguruan tinggi harus menemukan solusi agar mahasiswa dapat mengerjakan tugasnya dengan penuh tanggung jawab, tanpa menggunakan jasa joki tugas.

Selain itu, orang-orang yang membuka jasa joki juga harus menghentikan jasa yang ditawarkannya. Bukan hanya sebatas memikirkan pendapatan yang akan mereka peroleh, tapi lebih dari itu. Seharusnya juga memikirkan bahwa kualitas mahasiswa Indonesia akan sulit berkembang ketika terus menerus mengandalkan tren joki tugas tersebut. Wallahu a’lam bisshawwab.

Penulis: Hasriani Khawla
Editor: Sinta Kasim

Bagikan