Toleran Tanpa Menggadaikan Iman

Toleran Tanpa Menggadaikan Iman

Oleh: Muadz Mustahal

Islam diturunkan oleh Allah Ta’ala lewat perantara Nabi Muhammad itu untuk merangkul umat manusia. Kesempatan yang sama Allah berikan kepada semuanya. Tanpa pandang bulu.

“Makanya, Islam itu rahmatan lil ‘alamin, selalu membawa kedamaian untuk semuanya.” Hmm… benar, memang demikianlah.

“Makanya, toleransi lah kita sebagai sesama anak bangsa. Bolehlah kita ucapkan selamat di saat hari raya mereka. Boleh juga sesekali mengikuti acara-acara di tempat ibadah mereka. Bila mereka sedikit menyakiti Islam, udah maafin aja. Toh Tuhan juga tak perlu dibela.” Nah, kalo begini sudah jadi masalah.

Setiap agama memiliki prinsip-prinsip keyakinan yang berbeda. Termasuk Islam, prinsip yang Allah wahyukan lewat perantara Nabi Muhammad tentu berbeda dengan agama selain Islam. Kita sudah tahu itu secara keilmuan. Tapi sayang, banyak yang belum memahami bagaimana prinsip Islam dipraktekkan.

Mari sedikit menimbang. Soal mengucapkan selamat pada hari raya milik agama lain, bila memang agama di luar Islam membolehkan, bukan berarti kaum muslimin boleh melakukan pula.

Termasuk prinsip keyakinan dalam Islam adalah, bila seorang muslim mengucapkan selamat ketika hari raya orang kafir (terminologi khas Islam ini pun sering dipersoalkan), berarti menyetujui pengingkaran mereka terhadap Allah Ta’ala. Atau minimal membuat mereka merasa terdukung dalam penyekutuannya kepada Allah. Dan ini membahayakan aqidah. Maka sekali lagi, tidak sama prinsip satu agama dengan yang lainnya.

Sebagai bentuk toleransi, maka menggunakan frame dari firman Allah Ta’ala berikut sudah sangat sesuai, “bagimu agamamu, dan bagiku agamaku.” Tidak perlu ada campur urusan terhadap agama orang.

Perseteruan Kebenaran dan Kebatilan itu Niscaya

Ketika kemerdekaan hak beragama seseorang dicampuri, di saat itulah sebenarnya HAM dipersekusi. Allah Sang Pencipta saja tak pernah memaksakan pilihan beragama seseorang, mengapa manusia yang lemah ini seringkali berlagak turut campur urusan orang?

Mungkin di pikiran kita bertanya, lantas mengapa Islam saat ini sering memaksakan kehendaknya kepada orang di luar Islam?

Satu hal yang harus dipahami, seluruh niat, ucap, dan perilaku manusia yang telah berstatus muslim, harus diarahkan untuk merealisasikan perintah Allah dan menghindari larangan-Nya.

Selanjutnya juga harus dipahami, bahwa Islam itu menjangkau seluruh sisi kehidupan manusia. Dari berbagai perilaku, di setiap lapisannya. Mulai urusan ‘remeh’ seperti masuk WC, hingga urusan besar sekelas tata negara. Ya, benar-benar sempurna. Dan tidak ada yang demikian kecuali hanya Islam.

Maka saat ada yang menghalangi usaha kaum muslimin mempraktekkan syariat Allah Ta’ala, kemungkinannya hanya dua; orang tersebut memang berposisi memusuhi Islam atau orang itu tidak memahami secara sempurna tujuan adanya Islam.

Sekarang kita bisa menyaksikan, banyak orang muslim yang justru sikap dan tindakannya merugikan Islam. Bagaimanakah status mereka? Silahkan ditelisik per-individunya secara lebih dalam. Sebab, seharusnya tidak boleh ada generalisasi bila sudah masuk ranah vonis.

Lalu bagaimana dengan kita? Apakah perlu memforsir fokus kita untuk menghukumi mereka yang condong memusuhi Islam?

Rasanya tidak perlu. Cukuplah kita mem-fokuskan diri berusaha kaaffah untuk menerapkan syari’at Islam, merealisasikan tuntutan dari Allah Ta’ala. Maka otomatis, tanpa kita sengajakan, pasti akan bersinggungan juga dengan mereka yang memusuhi Islam.

Bedanya, peluang berbelok dari niat awal perjuangan menjadi lebih kecil (dimana kemungkinannya lebih besar bila sejak awal fokus kita adalah menghadapi musuh-musuh Islam). Karena niat yang dibangun sejak awal adalah untuk memperjuangkan syariat Allah.

Adapun bila sejak awal sudah ‘menyengaja’ menghadapi musuh-musuh Islam, maka –nas’alullahal ‘aafiyah– di tengah perjuangan ini, kita menjadi mudah terserang futur, loyo dalam perjuangan. Atau kibr, kesombongan yang membutakan, sehingga menganggap kawan yang belum seperti kita adalah orang-orang lemah. Kita berlindung kepada Allah dari yang demikian. Mari berusaha menjaga dawam niat kita dalam memperjuangkan Islam. Allahu A’lam. []

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.