Terkait Isu Yerusalem Dewan Perempuan OKI juga Angkat Bicara

Terkait Isu Yerusalem Dewan Perempuan OKI juga Angkat Bicara

ANKARA (Jurnalislam.com) – Dewan Perempuan Organisasi Kerjasama Islam-OKI (The Organization of Islamic Cooperation-OIC) telah bergabung dalam barisan pengecam keputusan Presiden AS Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel.

Ketua Esra Albayrak memperingatkan bahwa wanita dan anak-anak akan “membayar harga” atas keputusan yang akan melihat Kedutaan Besar AS pindah dari Tel Aviv ke kota yang terbagi tersebut.

“Menghentikan proses ini, yang telah merampas hak-hak dasar rakyat Palestina dan menyulitkan ribuan pengungsi Palestina untuk kembali ke kampung halaman mereka, adalah tanggung jawab masyarakat internasional bagi rakyat Palestina dan terutama perempuan dan anak-anak Palestina,” dia mengatakan kepada Anadolu Agency, Sabtu (9/12/2017).

Trump Akan Akui Yerusalem sebagai Ibukota Israel, OKI Gelar Rapat Darurat

Keputusan untuk mengakui Yerusalem telah menimbulkan ketegangan antara Israel dan Palestina dan menyebabkan kerusuhan juga serangan udara Israel di Jalur Gaza.

Yerusalem terletak di jantung konflik Israel-Palestina, dengan orang-orang Palestina berharap bahwa Yerusalem Timur – yang sekarang diduduki oleh Israel – dapat menjadi ibu kota negara Palestina masa depan.

Albayrak mengatakan bahwa implikasi keputusan Trump akan “membuat sedih” siapapun yang memiliki hati nurani.

“Masalah ini bukan masalah yang bisa digunakan secara tidak bertanggung jawab sebagai bahan kebijakan dalam negeri,” tambahnya.

Begini Pembicaraan Erdogan dan Putin Tentang Isu Yerusalem dalam Sambungan Telepon

Keputusan tersebut, yang banyak ditentang oleh para pemimpin dunia dan bertentangan dengan resolusi PBB, telah dibebankan pada orang-orang Palestina sebagai sebuah keadaan yang harus dihadapi, kata Albayrak.

“Meskipun ada resolusi PBB, dunia telah menyaksikan invasi yang saksama dan sistematis di tanah Palestina selama beberapa dekade,” katanya.

Albayrak mengatakan bahwa ucapan “tidak bertanggung jawab Presiden AS” itu tampaknya merupakan upaya untuk melegitimasi pendudukan Israel.

Bagikan