KABUL(Jurnalislam.com)– Tidak akan mudah menjadi gay atau transgender di Afghanistan. Sekarang bisa mematikan, penilaian itu disampaikan seorang LGBT Afghanistan yang panik dan berupaya melarikan diri karena ketakutan akan pemerintahan di bawah Taliban.
Tetapi bagaimana evakuasi bisa berhasil adalah masalah lain, dengan sedikitnya dukungan yang datang dari luar negeri dan bahkan tidak ada harapan bahwa militan Islam akan membiarkan mereka masuk ke bandara.
“Jika saya menemukan visa dan sebuah negara memberi saya izin untuk pergi, tentu saja, saya akan mempertaruhkan segalanya untuk keluar,” kata seorang mahasiswa gay Afghanistan, yang namanya dirahasiakan demi perlindungannya.
“Negara mana pun, asalkan tidak di sini. Tinggal di sini tidak ada artinya bagi kami.” imbuhnya, sebagaimana dilansir The New Arab (21/8/2021).
Juga tidak jelas dimana ada tempat bagi LGBT Afghanistan mungkin dipersilakan untuk tinggal atau apakah seksualitas atau identitas gender adalah kriteria untuk memperoleh suaka otomatis dari banyak negara di dunia ini.
Kanada telah berjanji untuk memukimkan kembali 20.000 warga Afghanistan, secara eksplisit termasuk orang-orang LGBT dalam komitmennya.
Media Irlandia juga melaporkan bahwa orang-orang LGBT akan termasuk di antara 150 pengungsi Afghanistan yang dibawa ke negara itu. Namun Kementerian luar negeri Irlandia tidak menanggapi permintaan komentar.
Tetapi di negara demokrasi Barat lainnya, termasuk Amerika Serikat dan Eropa, tidak ada kejelasan seperti itu.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price mengatakan kepada wartawan pada hari Selasa bahwa Amerika Serikat akan “membawa keselamatan warga Afghanistan yang terancam,” tanpa merinci siapa saja. Ditanya apakah ini mencakup LGBT Afghanistan, Ned Price menolak untuk menjawab.
Rainbow Railroad, kelompok advokasi LGBT+ yang berbasis di Kanada, telah mendesak pemerintah untuk membantu pengungsi gay dan transgender Afghanistan.
“Sikap publik terhadap orang-orang LGBTQI+ sangat negatif, yang membuat anggota komunitas LGBTQ+ merahasiakan identitas gender dan orientasi seksual mereka karena takut akan pelecehan, intimidasi, penganiayaan, dan kematian,” katanya.
“Sekarang, dengan kembalinya Taliban, ada ketakutan yang dapat dimengerti bahwa situasinya akan memburuk.”
Novelis AS Nemat Sedat, seorang gay Afghanistan-Amerika yang meninggalkan tanah airnya pada usia 5 tahun, kemudian mengajar di sebuah universitas Afghanistan dari 2012 hingga 2013, mengatakan kepada Thomson Reuters Foundation bahwa dia telah dihubungi oleh lebih dari 100 LGBT+ Afghanistan yang putus asa untuk melarikan diri.
“Orang-orang mengirimi saya pesan, memberi tahu saya, apa yang bisa kami lakukan? Kami akan dimusnahkan. Taliban akan menyingkirkan kami dan membunuh kami,” kata Sedat dalam panggilan video.
Sedat mengatakan dia bekerja dengan seorang Amerika yang berbasis di Kabul dan melobi anggota konggresnya untuk mencoba dan mengatur penerbangan keluar.
Dihubungi melalui WhatsApp, orang Amerika itu mengkonfirmasi bahwa dia telah berada di bandara Kabul, tetapi mengatakan situasinya “sangat buruk” dan dia bahkan tidak yakin bagaimana cara membawa orang-orang LGBT dengan aman melalui kota. (Bahri)
Sumber: The New Arab