Suka Duka Belajar di Pesantren Darul Fikri Sidoarjo

Suka Duka Belajar di Pesantren Darul Fikri Sidoarjo

Sidoarjo, 26/09 perasaan campur aduk dirasakan oleh Naura Firlianti Muthmainnah, salah seorang santri SMP Darul Fikri kelas 9. Pasalnya, ia masih menerapkan pembelajaran daring disaat adik – adik kelasnya sudah melaksanakan pembelajaran tatap muka. Di satu sisi santri yang biasa dipanggil Naura merasa senang karena masih bisa belajar di tengah keluarga. Di sisi lain Naura merasa sedih karena tidak bisa berkumpul bersama teman – teman.

Menurut Naura, pembelajaran tatap muka di pesantren memiliki beberapa kelebihan yang menghasilkan cerita bahagia. Salah satunya  adalah tumbuhnya persahabatan di antara para santri. Persahabatan itu tumbuh seiring dengan kebersamaan para santri.

“Saya sering makan bareng, mencuci baju bareng, berangkat sekolah bareng, dan belajar bareng.Hal itu membuat saya benar – benar senang sekolah di pondok pesantren,” ujar Naura.

Hal lain yang menjadi kelebihan belajar di pesantren menurut Naura adalah sistem pembelajaran yang sangat disiplin. Baik guru – guru maupun teman siap membantu siswa dalam belajar . Jika Naura mengalami kesulitan dalam belajar ia tidak akan sungkan untuk meminta tolong pada guru maupun teman.

“Saya sering kesulitan belajar matematika, biasanya kalau kesulitan saya minta bantuan ke teman yang pintar. Jika saya sulit menghafal Al – Qur’an saya minta bantuan ke guru tahfidz untuk mencarikan solusi dari masalah saya,” ungkap Naura bersemangat.

Belajar di pesantren juga tidak selamanya bahagia. Ada saat – saat sedih yang dialami para santri. Saat – saat sedih itu menurut Naura adalah saat jadwal besuk. “Saat teman saya dibesuk dan saya tidak dibesuk saya sangat sedih, saya merasa iri sama teman yang dibesuk keluarganya,” jelas Naura.

Naura menambahkan saat sedih yang ia pernah rasakan selama belajar di pondok adalah saat bertengkar dengan teman seasrama. Naura jadi tidak bisa bertegur sapa dan bermain dengan temannya.

Namun pertengkaran antar teman juga mempunyai hikmah. Hikmah yang bisa diambil Naura adalah tumbuhnya sikap dewasa. “Karena bertengkar, saya dan teman saya jadi lebih dewasa. Kita jadi mengerti kalau orang itu beda – beda sifat dan karakternya,” kata Naura.

Naura berpesan pada para siswa dan masyarakat untuk tidak berpikir negatif tentang pondok pesantren. Tidak selamanya pondok pesantren itu sarang orang – orang radikal dan teroris. Ada banyak orang – orang yang cinta pancasila yang berasal dari kalangan santri. Contohnya santri – santri di pondok pesantren Naura.

“Di pesantren saya diajarkan menjadi orang yang nasionalis. Banyak pelajaran nasionalisme yang diajarkan para guru. Di pesantren saya juga melaksanakan upacara bendera secara rutin. Maka, jangan ada keraguan tentang nasionalisme di pesantren,” tutup Naura.

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.