Oleh Yuliyati Sambas, S.Pt.
Pegiat Literasi Komunitas Penulis Bela Islam AMK
Bagai buah simalakama. Kiranya peribahasa itu tepat disematkan pada langkah yang hendak dipilih oleh pemerintah saat ini. Terkait kabar kekalahan lobi-lobi tingkat tinggi. Brasil memenangkan gugatannya atas Indonesia di organisasi perdagangan dunia (WTO) berkenaan dengan impor produksi daging ayamnya (CNBC Indonesia.com, 24/4/2021).
Jika diikuti arahan WTO, alamat habislah usaha para peternak lokal, terutama mereka dengan skala pemodalan kecil. Namun, apabila mangkir dari titah WTO, Indonesia wajib bersiap dengan adanya sanksi internasional yang tak kalah membuat nyali ciut.
Nikmatnya swasembada produksi ayam baik layer maupun broiler di Indonesia telah dikecap beberapa tahun belakangan. Namun kini jagat peternakan Indonesia tiba-tiba guncang dibuatnya.
Banyak kalangan merasa prihatin dengan berita buruk ini. Pasalnya efisiensi produksi ayam Negeri Samba itu sangat baik. Kelak, dengan harga jual yang jauh lebih murah dan tak ada halangan untuk membanjiri pasar dalam negeri akan menyebabkan persaingan tak sehat dengan peternak lokal, terlebih peternak kecil.
Ada beberapa langkah yang sesungguhnya dapat dijadikan antisipasi untuk menghadapinya. Di antaranya, pertama, terus melakukan upaya-upaya perundingan tingkat tinggi oleh pemerintah di WTO.
Namun demikian, hal tersebut disinyalir oleh banyak kalangan tak akan sampai sanggup untuk menghentikan, melainkan hanya bisa memperpanjang waktu kedatangan impor.
Kedua, bersiap untuk menghadapinya dengan memperbaiki efisiensi produksi industri ayam dalam negeri. Caranya dengan memperbaharui tatalaksana sistem peternakan. Semisal dengan memberlakukan sistem kandang tertutup untuk meminimalisir biaya namun tetap akan meningkatkan produksi.
Juga mengedukasi masyarakat agar berkenan menerima daging beku yang dihasilkan ketika terjadi surplus ayam. Hal itu tiada lain supaya semua hasil produksi dalam negeri terserap di pasar. Sebagaimana disampaikan oleh Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian, Kementerian Koordinator Perekonomian, Musdalifah Machmud (republika.com, 22/4/2021).
Sementara Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Syailendra manyebutkan bahwa efisiensi produksi dari pengadaan bibit ayam hingga pakan menjadi bagian yang wajib diperhatikan (republika.co.id, 22/4/2021).
Pakan menyedot biaya produksi hingga 70 persen, tentu butuh untuk diturunkan. Maka jika ingin menurunkan biaya produksi dibutuhkan langkah-langkah semisal mencari alternatif bahan pakan lain yang memiliki harga lebih ekonomis. Namun demikian langkah ini membutuhkan waktu yang tak sebentar.
Sementara saat ini dunia peternakan kita berkejaran dengan waktu menghadapi gelombang impor yang bisa tiba-tiba datang menghantui. Atau jika mau langkah instan bisa dengan memilih impor bahan pakan dengan harga lebih murah. Namun kembali lagi, bahwa itu artinya akan berdampak buruk bagi petani dan pengusaha pakan dalam negeri.
Maka kita bisa melihat semua langkah seolah serba salah untuk dijalankan. Jika mau ditelisik kita bisa dapati bahwa jalur tataniaga hingga dukungan kebijakan setali tiga uang, saling melemahkan upaya memandirikan negeri ini dalam urusan pangan termasuk produksi daging ayam.
Hal demikian sesungguhnya karena negeri ini menganut prinsip kapitalisme dimana sistem ekonomi neoliberal sepaket untuk diambil dan dijalankan. Lebih lanjut berdampak wajibnya negeri ini tunduk pada ketentuan internasional berupa sistem perdagangan bebas. Sehingga negara pun kian lemah dan mandul dalam menjaga kepentingan dan urusan dari rakyatnya sendiri.
Tak demikian halnya ketika prinsip Islam yang dijadikan pedoman. Sebagai sistem kehidupan yang bersifat ideologis, Islam memiliki landasan akidah yang kokoh dan seperangkat aturan kehidupan yang komprehensif.
Ia telah terbukti selama berabad lamanya mampu mengurusi setiap urusan umat, hingga kekuasaannya pernah menaungi sampai dua per tiga keseluruhan belahan dunia. Keadilan dan kesejahteraan pun mampu dipersembahkan oleh pemerintahan berideologi Islam secara gemilang.
Hal demikian karena ideologi Islam berasal dari Zat yang Maha Menciptakan alam semesta, manusia dan kehidupan, dimana tentu Maha mengetahui hakikat kebaikan dan keburukan bagi setiap makhluk-Nya. Bukan ideologi kapitalisme yang bersandar pada kecerdasan akal manusia yang serba terbatas dan lemah.
Islam memandang dalam permasalahan di atas bahwa pengaturan setiap urusan rakyat adalah kewajiban pemerintah. Pemimpin dalam sistem pemerintahan Islam bertanggungjawab penuh terhadap terselenggaranya keadilan dan kesejahteraan atas setiap individu rakyatnya. Sebagaimana sabda Rasul saw.,
“Ketahuilah bahwa setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang pemimpin umat manusia adalah pemimpin dan ia bertanggung jawab dengan kepemimpinannya atas mereka ….” (HR Abu Daud)
Terkait dengan urusan produksi pangan maka negara akan membuat kebijakan yang mendukung setiap upaya kemandirian dalam negeri. Negara akan mendukung penuh setiap upaya pengusaha, peternak dan petani dalam negeri agar mampu berswasembada. Bahkan mensupport para ilmuwan untuk berkreasi menghasilkan ilmu dan teknologi yang akan memajukan produksi pangan dalam negeri.
Semua itu didukung penuh oleh pemerintah dari sisi kebijakan dan pendanaan tanpa sedikit pun dilepas pada pihak swasta terlebih asing. Sehingga kemandirian benar-benar akan terwujud. Menganut sistem perekonomian berbasis syariat dimana pendanaan berasal dari harta kekayaan milik umum (al-milkiyyah ammah) dan milik negara (al-milkiyyah daulah) yang dikelola di batul maal (lembaga keuangan negara).
Negara tak akan pernah mengimpor produk dari luar, jika di dalam negeri produksi telah tercukupi. Namun Islam pun tak melarang negara untuk membuka keran impor jika memang dibutuhkan sebatas apa yang belum mampu diproduksi di dalam negeri dan berasal dari negara lain yang tidak memusuhi pemerintahan Islam.
Betapa kuat dan berdaulatnya negara pemerintahan Islam. Semua rakyat akan tenang berada di bawah pengurusannya. Hal itu sangat berbeda dengan negeri penganut kapitalisme ini, dimana benar-benar dikendalikan oleh organisasi internasional sebagai kepanjangan tangan dari kepentingan para negara penjajah Barat.