JERMAN (Jurnalislam.com) – Lebih dari 2.500 pengungsi di Jerman diserang tahun lalu, menurut laporan oleh kementerian dalam negeri, menimbulkan kekhawatiran atas keselamatan mereka yang telah melarikan diri dari perang dan penganiayaan, lansir Aljazeera Ahad (26/02/2017).
Dalam sebuah pernyataan di hari Ahad, menteri dalam negeri mengutip polisi mengatakan bahwa Jerman mencatat total lebih dari 3.500 serangan terhadap pengungsi, migran dan tempat penampungan mereka tahun lalu, sebesar hampir 10 tindak kekerasan anti-migran sehari.
Serangan mengakibatkan sedikitnya 560 orang luka-luka, termasuk 43 anak-anak.
“Orang-orang yang meninggalkan negara asal mereka dan mencari perlindungan di Jerman memiliki hak untuk mengharapkan penampungan yang aman,” kata kementerian dalam negeri, menurut kantor berita AFP.
Dalam satu kasus, neo-Nazi Jerman dijatuhi hukuman delapan tahun penjara pada bulan Februari karena membakar sebuah gedung olah raga yang dirubah menjadi rumah bagi pengungsi, dan menyebabkan kerusakan senilai $ 3,7 juta.
Dalam contoh lain yang mengejutkan Jerman satu tahun yang lalu, kerumunan penonton bersorak dan bertepuk tangan saat penampungan suaka habis terbakar di timur wilayah bekas komunis di negara itu.
Ulla Jelpke, seorang anggota parlemen untuk partai sosialis Die Linke, menyalahkan kekerasan anti-migran dari pendukung sayap kanan di negara itu dan mendesak pemerintah untuk mengambil tindakan yang lebih kuat.
“Kami melihat hampir 10 tindak [pidana] sehari,” katanya kepada Funke Mediengruppe, kelompok koran daerah Jerman. “Apakah orang harus mati sebelum kekerasan sayap kanan dianggap sebagai masalah keamanan pusat dalam negeri dan membawanya ke puncak agenda kebijakan nasional?”
Ada 988 serangan termasuk pembakaran di tempat penampungan bagi pengungsi dan pencari suaka, jumlah yang sama dengan tahun lalu. Pada tahun 2014, hanya ada 199 kasus seperti itu.
Kenaikan tajam dalam kejahatan kebencian muncul setelah Jerman, yang menjadi tuan rumah pengungsi terbesar di Eropa, menjadikan 890.000 pencari suaka pada tahun 2015 tersebut berada pada puncak krisis pengungsi Eropa.
Keputusan Kanselir Angela Merkel untuk menyambut pengungsi mempolarisasi negeri itu dan memicu dukungan bagi partai kanan-jauh Alternatif untuk Jerman (Alternative for Germany-AFD).
Jumlah kedatangan menurun tajam pada 2016 menjadi 280.000, terutama karena penutupan perbatasan di jalur darat Balkan dan kesepakatan Uni Eropa dengan Turki untuk membendung aliran pengungsi.