Oleh: Rika Arlianti DM
Belakangan ini, media sosial digegerkan dengan aksi sawer terhadap seorang Qariah (pembaca Al-Qur’an perempuan) di unggahan akun instagram @hilmi28. Potongan video tersebut merupakan video dari kanal Youtube Yanto Photo pada 20 Oktober 2022.
Awalnya Qariah itu sedang khusyuk melantunkan ayat suci Al-Qur’an, tiba-tiba dua orang lelaki naik ke panggung dan menyawer dengan uang dihamburkan dari atas kepala Qariah. Sedangkan lelaki yang satunya menyelipkan uang ke kerudung sang Qariah tersebut.
Namun, kejadian ini ternyata bukan pertama kalinya. Sebelumnya juga ada yang serupa, tapi bukan Qariah, melainkan Qari (pembaca Al-Qur’an laki-laki) seperti di akun Twitter @herricahyadi, di mana salah seorang jamaah dengan kasar menyelipkan uang ke dalam peci sang Qari tersebut.
Menanggapi hal ini, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH. Cholil Nafis, dalam cuitannya di Twitter pada Kamis (5/1) menegaskan bahwa aksi tersebut merupakan perbuatan haram dan melanggar nilai-nilai kesopanan.
Melansir dari voi.id, KH. Cholil menegaskan perbuatan tersebut sangat bertentangan dengan ayat-ayat Al-Qur’an sehingga layak untuk dikecam. Ia juga mendorong agar ulama dan masyarakat menolak, serta tidak menganggapnya sebagai sebuah tradisi.
Selain itu, sekiranya Qariah juga bisa mengambil sikap tegas dengan berhenti membaca sebagai sebuah bentuk protes atas tindakan yang merusak nilai-nilai kekhusyukan dan kesopanan.
Begitu miris ketika mengetahui pelaku dari aksi polemik ini ternyata dari kalangan umat Islam sendiri. Bahkan dianggap hal yang membahagiakan hingga membuat jamaah yang menyaksikannya tertawa. Na’udzubillahi min dzalik.
Padahal Islam telah mengajarkan bagaimana seorang muslim bersikap ketika mendengarkan lantunan ayat suci Al-Qur’an. Allah Subhanahu wa Taala berfirman;
وَاِذَا قُرِئَ الْقُرْاٰنُ فَاسْتَمِعُوْا لَهٗ وَاَنْصِتُوْا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ
Terjemahnya: “Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah dan diamlah, agar kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-A’raf: 204).
Menurut tafsir Ibnu Katsir, setelah Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan bahwa Al-Qur’an adalah bukti-bukti yang nyata bagi manusia dan petunjuk serta rahmat bagi mereka.
Lalu, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan agar mereka mendengarkannya baik-baik serta penuh perhatian dan tenang di saat Al-Qur’an dibacakan, untuk mengagungkan dan menghormatinya; janganlah seperti yang sengaja dilakukan oleh orang-orang kafir Quraisy saat mendengarnya, seperti yang tertulis dalam Al-Qur’an;
وَقَالَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا لَا تَسْمَعُوْا لِهٰذَا الْقُرْاٰنِ وَالْغَوْا فِيْهِ لَعَلَّكُمْ تَغْلِبُوْنَ
Terjemahnya: Dan orang-orang yang kafir berkata, “Janganlah kamu mendengarkan (bacaan) Al-Qur’an ini dan buatlah kegaduhan terhadapnya, agar kamu dapat mengalahkan (mereka).” (QS. Fushilat: 26).
Ibnu Katsir mengatakan, mereka (orang-orang kafir) saling berpesan di antara sesamanya agar jangan taat kepada Al-Qur’an dan jangan tunduk kepada perintah-perintah yang terkandung di dalamnya, yakni apabila Al-Qur’an dibacakan, janganlah kamu mendengarkannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;
مَنِ اسْتَمَعَ إلى آيَةٍ من كِتَابِ اللَّهِ تَعَالَى كتب له حَسَنَةٌ مُضَاعَفَةٌ ، وَمَنْ تَلاَهَا كانت له نُوراً يوم الْقِيَامَةِ.
Artinya: “Barang siapa mendengarkan (dengan sungguh-sungguh) ayat dari Al-Qur’an, dituliskan baginya kebaikan yang berlipat ganda; dan barang siapa membacanya adalah baginya cahaya pada hari Kiamat.” (HR Bukhari dan Ahmad).
Maka dari itu, diperintahkan untuk bersikap tenang sewaktu Al-Qur’an dibacakan, sebab di dalam ketenangan itulah manusia dapat merenungkan isinya. Janganlah pikiran melayang-layang sewaktu Al-Qur’an diperdengarkan.
Adapun adab yang harus dilakukan oleh setiap muslim ketika mendengarkan bacaan ayat suci Al-Qur’an: pertama, mendengarkan dengan sikap tenang ketika dibacakan Al-Qur’an baik di dalam salat maupun di luar salat.
Kedua, wajib memerhatikan ayat-ayat yang dibacakan dengan sungguh-sungguh agar mendapat rahmat dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ اِذَا ذُكِرَ اللّٰهُ وَجِلَتْ قُلُوْبُهُمْ وَاِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ اٰيٰتُهٗ زَادَتْهُمْ اِيْمَانًا وَّعَلٰى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَۙ
Terjemahnya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuat) imannya dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal.” (QS. Al-Anfal: 2).
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu, beliau berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku, “Bacakanlah Al-Qur’an kepadaku”.
Ibnu Mas’ud berkata: Aku katakan, “Wahai Rasulullah! Apakah saya akan membacakannya kepadamu sementara ia diturunkan kepadamu?”
Beliau menjawab, “Aku senang mendengarnya dari orang selain diriku.” Maka aku pun membacakan surat An-Nisa’, ketika sampai pada ayat [yang artinya], “Bagaimanakah jika [pada hari kiamat nanti] Kami datangkan dari setiap umat seorang saksi, dan Kami datangkan engkau sebagai saksi atas mereka.” (QS. An-Nisa’: 41).
Aku angkat kepalaku, atau ada seseorang dari samping yang memegangku sehingga aku pun mengangkat kepalaku, ternyata aku melihat air mata beliau mengalir.” (HR. Bukhari 4582 dan Muslim 800).
Al-Qur’an adalah pedoman hidup yang berisikan perkataan-perkataan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang tiada keraguan di dalamnya. Maka sudah sepantasnya didengarkan dan disimak dengan khusyuk ketika ayat-ayat suci-Nya dibacakan.
Semoga ketika Al-Qur’an diperdengarkan, diri tidak ikut latah dengan mengikuti modernisasi dan segala bentuk kezaliman dari budaya luar yang tidak beradab. Wallahu a’lam bisshawab.