RUU Omnibus Law Sektor Keuangan P2SK Berpotensi Lemahkan Perbankan Syariah

RUU Omnibus Law Sektor Keuangan P2SK Berpotensi Lemahkan Perbankan Syariah

JAKARTA(Jurnalislam.com)–Lembaga Riset Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS) menilai upaya RUU P2SK (Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan) yang menghapus kewajiban spin off pada 2023 merupakan kebijakan yang kontraproduktif dan langkah mundur dalam pengembangan perbankan syariah nasional.

 

Di dalam RUU tersebut spin off tidak memiliki batas waktu dan karenanya menjadi BUS (Bank Umum Syariah) tidak lagi menjadi keharusan sepanjang aset UUS tidak mencapai 50 persen dari induk BUK-nya.

 

“kebijakan kewajiban spin off pada 2023 sejak diundangkan pada Juli 2008, terbukti berhasil mengakselerasi pertumbuhan industri perbankan syariah nasional,” kata Yusuf Wibisono, Direktur IDEAS dalam diskusi publik IDEASTalk di Jakarta, Kamis (04/08/2022).

 

Yusuf menambahkan pada 15 tahun awal eksistensi-nya, yaitu sejak diperkenalkan pada 1992 hingga Juni 2008, pangsa pasar perbankan syariah hanya mencapai 2,36 persen saja.

 

“Sejak UU No. 21/2008 hadir pada Juli 2008 dan membawa sejumlah ketentuan yang mendorong pelaku untuk serius membesarkan industri, pangsa pasar perbankan syariah mampu meningkat signifikan. Terbukti dalam 15 tahun terakhir, antara Juni 2008 hingga Maret 2022, pangsa pasar perbankan syariah melonjak dari 2,36 persen menjadi 6,71 persen,” ungkap Yusuf.

 

Lebih jauh, pasca UU No. 21/2008, Indonesia telah berada di arah yang tepat, yaitu jumlah UUS menurun dan jumlah BUS meningkat. Bila pada Juni 2008, jumlah BUS dan UUS berturut-turut adalah 3 dan 28, maka kini, pada Maret 2022, jumlah BUS melonjak menjadi 12 dan jumlah UUS menurun menjadi 21.

 

“Hal ini jelas menunjukkan bahwa kewajiban spin off oleh UU No. 21/2008 adalah kredibel dan berhasil mendorong pelaku perbankan syariah untuk serius mengembangkan industri dalam jangka panjang dengan membentuk BUS,” tutur Yusuf.

 

Pasca UU No. 21/2008 setidaknya telah berdiri 11 BUS, yaitu Bank Bukopin Syariah (Desember 2008), BRI Syariah (Januari 2009), Bank Panin Dubai Syariah (Desember 2009), Bank Victoria Syariah dan BCA Syariah (April 2010), BJB Syariah (Mei 2010), BNI Syariah (Juni 2010), Maybank Syariah (Oktober 2010), BTPN Syariah (Juli 2014), Bank Aceh Syariah (September 2016) dan Bank NTB Syariah (September 2018).

 

Dalam waktu dekat, setidaknya akan terdapat tambahan 3 BUS baru yaitu rencana spin off UUS Bank Sinarmas dan rencana konversi Bank Riau Kepri dan Bank Nagari.

 

“Dari berbagai perubahan fositif yang terjadi, kami berkesimpulan RUU P2SK, yang merupakan amandemen UU No. 21/2008 dan wacana penghapusan kewajiban spin off pada 2023, secara jelas bertabrakan dengan common practice dan melemahkan upaya membesarkan industri perbankan syariah nasional,” ujar Yusuf.

 

Dalam kesempatan yang sama anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati menjelaskan ttg pasal 68 Undang-Undang No 21 Tahun 2008 terkait dengan kewajiban bagi Bank Umum Konvensional yang memiliki Unit Usaha Syariah melakukan spin-off dengan aset 50% atau paling lambat 15 tahun dari berlakunya Undang-undang  tersebut.

 

“Pada draft RUU P2SK, pasal 68 terkait dengan spin off perbankan syariah ini sempat dihapus. Namun saat pembahasan, ada usulan agar pasal ini tidak dihapus.  Namun apabila klausul batas waktu spin off selama 15 tahun dimunculkan, maka batas waktu dilakukan spin off adalah 2022 ditambah lima belas tahun sehingga batas waktunya adalah 2037,” ungkap Anis.

 

Anis menambahkan, payung hukum terkait ekonomi syariah termasuk di dalamnya  perbankan syariah diperlukan.

 

“Karena itu, untuk memperjuangkan konsep ideal dari perbankan syariah, RUU Ekonomi Syariah yang saat ini posisinya di long list Prolegnas, perlu didorong utk menjadi prolegnas prioritas di tahun 2023,” tutup Anis.[]

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.