Ratna Sarumpaet dan Interpersonal Deception Theory

Ratna Sarumpaet dan Interpersonal Deception Theory

Oleh: Fajar Aditya, Jurnalis Jurnalislam.com

“Jadi tidak ada penganiayaan, itu hanya cerita khayal entah diberikan oleh setan mana ke saya, dan berkembang seperti itu”

Boom. Publik Indonesia seolah meledak dengan kerasnya. Dua hari ini jagat raya merah-putih tampak fokus mengikuti berita seorang aktifis perempuan tua yang diduga dipukuli oleh sejumlah manusia tidak beradab dan diluar batas nalar kemanusiaan. Wajahnya lebam, bonyok.

Perhatian pun datang dari berbagai pihak dan golongan, baik itu dari rakyat biasa, warga net, sampai figur politik. Ada yang sekadar menyebarkan berita itu di media sosial, ada juga yang langsung datang menemui nenek tua vokal tersebut. Namanya juga aktivis yang pernah hidup di 3 jaman, pasti sudah menjadi figur yang disegani karena ketegasannya membela kaum-kaum tertindas.

Namanya ibu Ratna Sarumpaet, lahir di Tarutung, Tapanuli Utara, 16 Juli 1948; umur 70 tahun. Beberapa hari ini dia dipercaya menjadi Juru Kampanye Badan Pemenangan Nasional Prabowo – Sandiaga, Paslon Capres dan Cawapres RI dengan nomor urut 2.

Pantas saja Prabowo bersama tim mendatangi Ratna Sarumpaet, pada Selasa (2/9/2018) sore untuk menanyakan kebenaran berita yang kadung viral tersebut. Sebagai pemimpin tim yang Ratna masuk didalamnya, ia merasa perlu. Dan benar saja, Ratna mengaku seperti berita yang telah beredar. “Dipukuli di Bandung”.

Prabowo jenguk Ratna Sarumpaet

Dah singkat cerita setelah dua hari yang panjang tersebut, dengan isak tangis Ratna menggelar jumpa pers kepada Media, bahwa ia mengakui dia berbohong dan meminta maaf kepada publik, termasuk para tokoh yang telah ia kenai tipu.

“Jadi tidak ada penganiayaan, itu hanya cerita khayal entah diberikan oleh setan mana ke saya, dan berkembang seperti itu”

Berbicara kebohongan, ternyata ada teori komunikasi khsusus terkait hal ini, namanya Interpersonal Deception Theory (Teori Penipuan Antar Pribadi).

Dicetuskan oleh David Buller dan Judee Burgoon. Tradisi yang mendasari adalah sosiopsikologis. Bohong merupakan manipulasi dari sebuah informasi.

Ciri-ciri pesan yang mengandung kebohongan: pesan tidak mengandung kepastian, dalam penyampaian pesannya komunikator tidak segera menjawab, pesan yang disampaikan itu tidak relevan dengan topik, dalam berperilaku saat berkomunikasi pengirim berupaya untuk menjaga hubungan dan juga citranya.

Bohong menciptakan perasaan bersalah dan keraguan. Keberhasilan dari bohong tergantung dari tingkat kecurigaan respondennya. Pembohong akan terus berurusan dengan tugas-tugas yang kompleks berkaitan dengan mengatur strategi kebohongannya.

Kebohongan melibatkan manipulasi informasi, perilaku, dan citra yang dilakukan dengan sengaja untuk membuat orang lain memercayai kesimpulan atau keyakinan yang palsu. Dugaan pelaku komunikasi merupakan dasar yang penting untuk menilai perilaku. Jadi, dugaan memainkan sebuah peran yang pasti dalam situasi kebohongan. Ketika dugaan penerima menyimpang, kecurigaan mereka dapat muncul. Demikian juga ketika dugaan pengirim menyimpang, ketakutan kebohongan mereka juga mungkin akan muncul.

Dalam sebuah hubungan dekat, kita memiliki bias atau dugaan tertentu tentang apa yang akan kita lihat. Bias kebenaran (truth bias) membuat kita kurang cenderung melihat kebohongan. Sebaliknya, sebuah bias kebohongan akan menonjolkan kecurigaan kita dan membuat kita berpikir bahwa orang lain sedang berbohong padahal mereka sebenarnya tidak.

Kemampuan kita berbohong atau mengetahui kebohongan juga dipengaruhi oleh tuntutan percakapan (conventional demand) atau jumlah tuntutan yang kita alami sementara kita berkomunikasi.

Teori ini digunakan untuk menjelaskan kebohongan-kebohongan komunikasi seseorang dengan cara memancing komunikan dengan informasi yang tidak benar sehingga terbongkarlah kenyataan bohongnya. Teori ini secara asumsi tergolong ke dalam kategori humanistik. Sangat sulit dengan teori ini untuk meramalkan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi pada pikiran manusia. Artinya apakah seseorang melakukan kebohongan atau tidak, agak sulit diramalkan.

Dengan kata lain, pesan-pesan yang disampaikan oleh seseorang termasuk yang benar atau tidak, agak sulit diduga. Kecuali kalau sudah lama terjadinya, atau kita melakukan uji lanjutan guna meneliti validitasnya.

Selain itu, teori ini juga bisa menjelaskan jenis-jenis tindakan muslihat yang berbeda-beda, motivasi melakukan muslihat, dan menjelaskan faktor-faktor yang mengukur keberhasilan upaya melakukan muslihat dari seseorang.

Interpersonal deception merupakan teori yang sangat berguna bagi seseorang yang mencoba melakukan muslihat, atau berpikir seseorang akan melakukan muslihat kepada orang lain. Teori ini membantu melihat ke belakang, pada situasi yang telah lalu, guna mengevaluasi peristiwa dan perilaku komunikasi verbal ataupun nonverbal dengan tujuan untuk mengungkap apakah seseorang telah melakukan kebohongan atau tidak.

Setiap orang pernah berbohong, juga dibohongi. Dengan alasan ini maka teori ini sangat berguna dan sangat praktis dilakukan.

Dijelaskan, ada tiga strategi atau cara dalam upaya pengirim untuk berbohong pada penerima.

Pertama falsification (pemalsuan)

Kedua concealment (menyamarkan atau menyembunyikan kebenaran)

Ketiga Equivocation (mengaburkan)

Pesan pengirim yang mengandung kebohongan, dijelaskan biasanya mempunyai ciri:

Pesan yang disampaikan tidak mengandung kepastian atau tidak jelas;

Dalam penyampaian pesannya pengirim tidak segera menjawab, pernyataan yang sudah disampaikannya ditarik kembali;

Pesan yang disampaikan itu tidak relevan dengan topik (disassociation);

Dalam berperilaku saat berkomunikasi, pengirim berupaya untuk menjaga hubungan dan imej.

Bohong juga menciptakan perasaan bersalah dan keraguan, yang akan terlihat dari tindak tanduk atau perilakunya. Keberhasilan dari bohong ini tergantung juga dari kecurigaan respondennya. Responden biasanya punya kecurigaan yang sayangnya dapat dengan mudah dirasakan oleh si pembohong. Kecurigaan ini berada pada kenyataan dan fiksi.

Padahal sebetulnya dengan melakukan kebohongan tersebut berarti kita telah menorehkan luka dan sekaligus dosa kepada yang kita bohongi. Seperti halnya dalam teori kebohongan antar pribadi (interpersonal Deception Theory) dari David Buller dan Judee Burgoon.

Yaitu bahwasannya seseorang terkadang melakukan kebohongan. Bohong merupakan manipulasi dari sebuah informasi. Dalam teori ini bahwa apa yang disampaikan oleh pembohong terlihat berubah ubah, tidak konsisten dan pesannya tidak pasti.

Apabila kita bohong sudah terlalu banyak, maka akan terjadi kebocoran / leakage, dan kebocoran ini akan tampak pada perilaku non verbal. Bahkan ada yang bilang sekalipun mulut kita diam terkadang mata kita mampu menyiratkan bahwa ada sesuatu yang kita tutupi.

Jadi sesungguhnya yang terbaik adalah melakukan kejujuran. Jujur jika diartikan secara baku adalah “mengakui, berkata atau memberikan suatu informasi yang sesuai kenyataan dan kebenaran” Mungkin ada yang bertanya kapan dan bagaimana kita memulai kejujuran.

Yang namanya kejujuran itu adalah membuat ketenangan, sementara kebohongan itu akan menciptakan kegelisahan.

Maka yang paling baik adalah tidak menunjuk orang lain, tetapi memulai kejujuran dari dalam diri sendiri secara mendalam. sehingga mampu menanamkan kejujuran dalam diri yang mumpuni, karena bagaimanapun dibohongi itu menyakitkan dan kita juga tidak mau disakiti. Maka mulailah dengan kejujuran dari dalam diri supaya tidak menyakiti.

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.