Pesantren Nahdjussalam Panyawungan Ringkus Pria Berpisau Mencurigakan

Pesantren Nahdjussalam Panyawungan Ringkus Pria Berpisau Mencurigakan

BANDUNG (Jurnalislam.com) – Setelah santri pesantren Persis menangkap pria berpisau di Astana Anyar Bandung, kini kejadian serupa terjadi lagi masih di Bandung. Sekelompok santri di Panyawungan Cileunyi menangkap seorang pria mencurigakan yang dan menyerahkannya kepada pihak kepolisian Senin (5/1/2018) lalu.

Sempat viral Broad Cast di grup chat Whatssapp dan media sosial ihwal hal ini. Alhikmah.co berusaha menelusuri kebenaran dari BC tersebut dan berusaha menemukan saksi langsung saat kejadian.

Setelah ditelusuri, ternyata peristiwa itu terjadi di Pesantren Nahdjussalam Panyawungan Cileunyi Bandung. Kepada Alhikmah.co, salah seorang santri yang juga saksi mata saat kejadian mengatakan bahwa karena saat itu sedang gencar penyerangan terhadap ulama, maka para santri berinisiatif melakukan patrol malam tanpa sepengetahuan guru-guru mereka.

Tidak ada yang berbeda dalam pembagian tugas ronda ini, hanya saja, imbuh Andi, kewaspadaan ditingkatkan untuk orang-orang yang bertamu di luar waktu yang lazim. “Kawasan pondok pesantren ini sebagian besar dihuni oleh keluarga, jadi santri juga sudah hapal jika ada yang masuk ke sini,” kata Andi saat ditemui Alhikmah.co di Pesantren Nahdjussalam, Jl. Panyawungan No.9, Cileunyi, Bandung, Kamis (8/2/2018).

Dari pihak santri sendiri, kata ANdi, tidak ada kecurigaan untuk orang-orang umum yang datang berkunjung ke kawasan pesantren. “Kami sama sekali tidak men-judge orang yang mau bertamu ke pesantren di waktu umum orang bertamu, tapi ada kesepakatan diantara santri yang melaksanakan ronda keliling, bahwa siapapun yang bertamu ke kawasan pondok pada jam yang kurang lazim untuk bertamu sekitar pukul 12 malam ke atas, kami datangi dan tanyakan keperluannya,”tambahnya.

Pada hari ketiga ronda keliling, sekitar jam 2 pagi, Senin (5/2/2018), ketika para santri yang berjaga kebetulan berkumpul di sekitar gang masuk, bersamaan dengan mobil lewat, dari kejauhan terlihat ada orang masuk ke kawasan tempat tinggal guru-guru pondok.

“Di sana itu bisa dikatakan daerah sensitif karena langsung masuk ke tempat tinggal para guru, padahal dari pihak santri sendiri tidak berani sembarangan ke sana.”

Kemudian dari 6 orang, dsepakati untuk dibagi menjadi 2 kelompok dan mendekat dari arah yang berbeda dengan maksud membatasi pergerakan orang tersebut. Satu kelompok masuk dari gang, satu lagi dari dalam. Tapi orang tersebut sudah melihat terlebih dulu kelompok kedua yang masuk dari dalam, akhirnya orang tersebut lari ke seberang. Kelompok yang akan masuk dari mulut gang secara reflek mengejar.

“Padahal tidak digertak atau diteriaki, tapi orang itu langsung lari. Awalnya kami sama sekali tidak ada niatan untuk mengejar hanya ingin bertanya keperluannya apa, identitasnya, atau ada urusan ke siapa pada jam 2 dini hari,” terang Andi.

Sempat kehilangan jejak, tapi kembali bertemu di gang dekat penjual masakan Padang. Pergerakan orang tersebut terkunci karena dari arah yang lain muncul santri. “Di sana tidak ada perlakuan apa-apa, hanya bertanya nama dan asal. Saya dan beberapa santri juga berinisiatif untuk melihat kartu identitas sebab dari penampilannya dan wajah tidak kami kenal.”

Andi menjelaskan, orang mencurigakan tersebut sama sekali tidak terlihat gila. Sebabnya, ketika diajak mengobrol, orang tersebut menjawab dan memberi respon dengan baik. Berikut petikan obrolan ketika santri melontarkan beberapa pertanyaan:

Santri: “Darimana?”

Orang mencurigakan: “Dari depan”

Santri: “Mau kemana?”

Orang mencurigakan: “Nggak. Mau ke depan, mau ke sana.”

Santri: “Tunggu dulu di sini, tunggu dulu di sini.”

Orang mencurigakan: “Nggak, nggak kok, nggak ada apa-apa kok. Nggak mau, nggak mau”

Setelah sesi obrolan singkat tersebut, orang mencurigakan tersebut lari. Akhirnya kembali dikejar oleh santri. “Larinya lumayan cepat hingga tak terkejar oleh kami, tapi karena dia kelelahan, larinya kian melambat, akhirnya bisa ditangkap disitu.”

Santri: “Kenapa lari?”

Orang mencurigakan: “Nggak, nggak, ampun, ampun”

Ketika didudukkan, dari celananya terlihat membawa sesuatu. Ketika dikeluarkan ada gunting dan paku. Sedangkan dari saku sebelah kanan terlihat pisau. “Ketika kami bertanya ada apa di saku sisi kanan, pertamanya orang itu menolak untuk mengeluarkan. Namun setelah didesak, dia mencabut pisau dari saku celana dan kelihatannya akan menodongkan pisau. Tapi dari santri sudah ada yang siaga karena melihat gelagatnya, akhirnya pergerakannya bisa dihentikan.”

“Lho, kenapa kayak begini? Maksudnya, mau apa masuk ke situ? Karena itu daerah rawan,” tanya para santri.

Orang mencurigakan itu berkata, “Nggak, saya kesitu cuma mau ngaji, mau ngaji”

Dari jawaban tersebut, tambah Andi, secara psikologis dia sadar dan tahu bahwa di sekitar lingkungan itu ada kegiatan mengaji. Bahkan ketika dibawa ke kantor polisi, masih bisa mengobrol dengan normal. Kepada Alhikmah, salah seorang keluarga Pondok Pesantren Nahdjussalam, Tubagus menjelaskan, bahwa persoalan ini sudah selesai dan sepenuhnya diserahkan kepada pihak berwenang.

Alhamdulillah, permasalahan ini sudah clear dan situasi juga sudah kondusif, kembali tenang serta tidak mengganggu kegiatan belajar dan mengajar di pondok. Semoga kejadian seperti ini tidak terulang lagi ke depannya baik di sini, maupun di tempat lain agar kondisi kembali aman dan tenteram,” harapnya.

Sumber: Alhikmah.co

Bagikan