Perlawanan di Tepi Barat Tetap Berkobar Meski Hadapi Peluru Tajam Zionis

Perlawanan di Tepi Barat Tetap Berkobar Meski Hadapi Peluru Tajam Zionis

YERUSALEM (Jurnalislam.com) – Lebih dari 80 warga Palestina terluka dalam aksi protes keras terus berlangsung di Tepi Barat, dua pekan setelah pengakuan nyeleneh Presiden AS Donald Trump mengenai Yerusalem sebagai ibukota Israel, menurut Bulan Sabit Merah.

Sedikitnya tiga orang terluka terkena peluru tajam, lebih dari 20 terkena peluru baja berlapis karet dan 40 sesak nafas akibat gas air mata dalam demonstrasi hari Rabu (20/12/2017), Aljazeera melaporkan.

Konfrontasi dengan tentara penjajah Israel diliput setelah demonstrasi Hari Kemarahan, yang diserukan oleh Otoritas Palestina, beberapa partai politik dan serikat pekerja tersebut dipentaskan di berbagai wilayah Tepi Barat yang diduduki termasuk Hebron, Nablus, Bethlehem dan Yerikho.

Demonstrasi terbesar dimulai di pos pemeriksaan militer zionis di Qalandia, titik utama yang membelah Tepi Barat yang diduduki dari Yerusalem yang juga merupakan titik bentrokan konstan dalam konflik.

Jihad Barakat, seorang wartawan lokal yang melapor dari Qalandia, memperkirakan bahwa sekitar 5.000 warga Palestina menghadiri aksi protes keras tersebut. Mereka berangkat sekitar pukul 12 malam waktu setempat (10:00 GMT).

Para Syuhada Terus Bertambah dalam Aksi Perlawanan di Gaza dan Tepi Barat

“Sedikitnya satu warga terluka di Qalandia akibat amunisi hidup. Gas air mata juga banyak digunakan. Di jip tentara Israel, tampak sejenis senjata yang mengeluarkan sekitar 30 tabung gas air mata terus menerus, sehingga seluruh area menjadi penuh dengan asap,” dia berkata.

Sejumlah politisi juga ikut dalam demonstrasi tersebut, termasuk Menteri Kesehatan Jawad Awwad, pemimpin Hamas Jamal al-Taweel, dan juru bicara Fatah Osama Qawasmeh.

Aktivis lokal Mariam Barghouti mengatakan kepada Al Jazeera bahwa demonstrasi di Qalandia berubah menjadi kekerasan “ketika pasukan Israel mulai menembakkan gas air mata.”

“… kerumunan semakin kecil sehingga hanya menyisakan pemuda Palestina yang mulai menghadapi tentara dengan batu,” lanjut Barghouti, menjelaskan bahwa tentara kemudian membalas dengan peluru karet dan amunisi hidup.

Demonstrasi tersebut terjadi tepat dua pekan setelah Trump memutuskan untuk menyatakan bahwa Yerusalem adalah ibu kota Israel.

Dia juga mengatakan AS akan memindahkan kedutaan besarnya, yang saat ini berada di ibukota komersial Israel Tel Aviv, ke Yerusalem.

Meskipun setiap hari ada protes menentang keputusan Trump, sebagian besar reaksi di lapangan dilihat sebagai top-down in nature – yaitu diserukan dan diorganisir oleh para pemimpin politik dan bukan aktivis akar rumput.

Barghouti mengatakan bahwa demonstrasi di Qalandia dimulai dengan “kerumunan besar yang sebagian besar berafiliasi dengan Fatah.” Fatah adalah partai politik yang berkuasa di Tepi Barat yang diduduki Israel.

“Jika Anda bertanya pada salah satu dari orang-orang melakukan demonstrasi tersebut, mereka akan memberi tahu Anda: ‘Trump bukanlah berita baru bagi kita’. Tidak ada momentum,” kata Barghouti.

Yang lain di lapangan juga mengungkapkan ketidakpedulian mereka terhadap deklarasi Trump.

Warga Palestina di Tepi Barat, yang jumlahnya lebih dari tiga juta, sudah terputus dari Yerusalem oleh tembok pemisah Israel terus melakukan perlawanan menghadapi pasukan penjajah zionis Yahudi tanpa henti.

Bagikan