Peran Perguruan Tinggi Islam di Era Revolusi 4.0

Peran Perguruan Tinggi Islam di Era Revolusi 4.0

JAKARTA(Jurnalislam.com)— Sekretaris Jenderal Kementerian Agama, Nizar Ali menyampaikan bahwa pendidikan Islam itu merupakan salah satu bagian penting dalam pembangunan Indonesia dan menjadi elemen penting dalam sistem pendidikan nasional (Sisdiknas).

Ini sebagaimana diatur dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Posisi pendidikan Islam kemudian semakin diakui kontribusinya dengan terbitnya PP No 46 tahun 2019 tentang Pendidikan Tinggi Keagamaan.

“Dengan hadirnya PP No. 46/2019 ini, Kementerian Agama sebagai penyelenggara pendidikan tinggi keagamaan semakin power full dalam menghasilkan berbagai kebijakan strategis terkait pengembangan pendidikan tinggi keagamaan Islam,” kata Nizar Ali di depan civitas akademika dan wisudawan-wisudawati IAI Tarbiyatut Tholabah (Tabah) XII, di Lamongan, Minggu (7/11/2021).

“Merespon hal ini, Kementerian Agama dalam Renstra 2020-2024 telah menetapkan arah kebijakan dan strategi pembangunan bidang agama dan pendidikan dalam lima tahun ke depan dengan merujuk pada kebijakan nasional yang tertuang dalam RPJMN 2020-2024. Ini bertujuan untuk menciptakan sumber daya manusia Indonesia dengan fondasi internalisasi nilai-nilai agama yang moderat, inklusif, toleran, rukun, tanpa kekerasan, serta menghargai keragaman dan perbedaan,” tambah Nizar Ali.

Nizar Ali menyampaikan bahwa kebijakan ini fokus terkait pendidikan tinggi keagamaan Islam dalam hal peningkatan pendidikan tinggi yang berkualitas dititikberatkan pada meningkatkan produktivitas lulusan dan kelembagaan PTK yang mempunyai keunggulan komparatif dan reputasi internasional.

Sebagai PTKI, lanjut Nizar, Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah Lamongan saat ini dihadapkan pada dua tantangan strategis. Pertama, IAI Tabah harus mampu menjamin proses internalisasi nilai-nilai agama yang moderat kepada mahasiswa.

Nizar Ali meyakini, hal ini sudah ditunaikan secara memadai oleh IAI Tabah. Terlebih, kampus ini berbasis pondok pesantren, maka nilai-nilai kepesantrenan yang bercorak inklusif, toleran, dan menjunjung tinggi keragaman merupakan aspek yang tidak akan dilewatkan oleh Pimpinan IAI Tabah dan pondok pesantren.

Kedua, IAI Tabah harus menjamin bahwa tatakelola perguruan tinggi yang diterapkan mampu menjamin terselenggarannya tatakelola yang baik (good university governance), yakni tatakelola perguruan tinggi yang mendukung terwujudnya proses pendidikan yang bermakna untuk mendukung produktivitas dosen dan mahasiswa, serta mendukung lahirnya keunggulan distingtif di tingkat nasional atau internasional.

“Terkait yang terakhir ini, sejalan dengan perkembangan industri teknologi digital, maka pengembangan tatakelola IAI Tabah harus berorientasi pada digitalisasi perguruan tinggi,” jelas Nizar Ali.

Nizar Ali menjelaskan bahwa dalam Rencana Pengembangan Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Tahun 2015-2034, Kementerian Agama telah merumuskan roadmap atau tahap pengembangan PTKI yang terdiri dari 4 (empat) tahapan, yaitu: (1) penguatan tata kelola (2015-2019); (2) peningkatan daya saing tingkat nasional (2020-2024); (3) peningkatan daya saing tingkat regional (2025-2030); dan (4) menjadi pusat kajian Islam dunia (2030-2034).

Atas dasar itu, lanjut Nizar Ali, Kementerian Agama memandang ada dua isu utama yang sangat strategis untuk dikerjasamakan dengan masyarakat. Pertama, Kementerian Agama menilai penting menjalin kerjasama yang sinergis dengan berbagai pihak dalam rangka mewujudkan capaian tahun 2020-2024, yaitu peningkatan daya saing tingkat nasional PTKI, terutama pada PTKIS. Karena peningkatan daya saing pada PTKIS akan berpengaruh sangat signifikan pada reputasi PTKI secara umum, sebab jumlah PTKIS jauh lebih banyak dibanding PTKIN.

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.