JAKARTA (Jurnalislam.com) – Pengamat intelijen Harits Abu Ulya menilai terlibatnya Badan Intelijen Negara (BIN) dalam insiden penolakan Neno Warisman di Pekanbaru Riau merupakan indikasi adanya alat negara yang digunakan untuk kekuasaan petahana.
“Tapi tidak sepatutnya terkait etika intelijen ada salah satu unsur dari BIN mengakui secara vulgar di hadapan publik terkait satu eksekusi dimana ia terlibat,” kata Harits Abu Ulya dalam keterangan tertulis yang diterima Jurnalislam.com, Selasa (28/8/2018).
Direktur The Community Ideological Islamic Analyst (CIIA) ini menilai bahwa intelijen dan seluruh anasirnya biasanya kerjanya lebih banyak unpublish.
“Pada kasus Pekanbaru adalah indikasi kuat betapa alat negara sudah bias menjadi alat kekuasaan di rezim Jokowi,” katanya.
Ia pun mengingatkan, jika rezim Jokowi tidak baik-baik menempatkan alat negara sebagaimana mestinya maka dampaknya bisa fatal.
“Negara bisa berubah sangat tiran dan fasis, ujungnya adalah perlawanan rakyat. Perlu di ingat, rakyat kelas midle up yang cukup melek politik saat ini menjadi loko dari sebuah pergolakan,” pungkasnya.