Peneliti Huub de Jonge Ungkap Hubungan Keturunan Arab dengan Indonesia

Peneliti Huub de Jonge Ungkap Hubungan Keturunan Arab dengan Indonesia

BOGOR (Jurnalislam.com) – Peneliti Belanda terkait etnis Arab dan Hadrami di Indonesia Huub de Jonge memaparkan, etnis Arab di Indonesia memiliki sejarah tersendiri dalam berdirinya NKRI.

Namun demikian, ada banyak peralihan posisi dari masa ke masa terkait etnis Arab di Indonesia.

“Ada kesan akomodasi yang selektif pada masa kolonial,” katanya saat ditemui di Bogor, Rabu (22/1/2020).

Menurut akademisi asal Radbound University Nijmegen, Belanda hal itu karena ada klasifikasi kelas pada masa kolonial.

Etnis Arab dan orang Arab pada saat itu masuk ke kelompok asing dan bukan asli pribumi karena sistem perbedaan kelas saat itu.

“Sehingga ada diskriminasi dan tekanan dari Belanda yang kentara pada etnis Arab khususnya Hadrami, layaknya ke pribumi,” katanya.

Namun menurut Huub, ada perubahan kelas yang terjadi pada 1944, utamanya pada saat Jepang masuk ke Indonesia. Posisi etnis Arab pada saat itu disetarakan dengan pribumi oleh pemerintahan Jepang.

Huub menuturkan, meski ada sedikit perubahan pada masa Jepang, namun itu tak bertahan lama.

Menjelang kemerdekaan, etnis Arab menjadi tak terlalu diperhatikan secara intens karena ditakutkan menimbulkan kecemburuan sosial dari etnis lainnya Indonesia.

“Tapi ada masa peralihan lagi pada masa pemerintahan Bung Karno di mana saat itu A.R Baswedan menjadi tokoh penting di lingkungan keturunan Arab,” ucapnya.

Dia menjelaskan, perjuangan etnis Arab pada saat itu ada di beberapa bidang.

Namun, politik menjadi sarana utamanya, terlebih menurut Huub, pendirian Persatuan Arab Indonesia (PAI) oleh A.R Baswedan yang saat itu menjabat Menteri Muda Penerangan Kabinet Sjahrir III dinilai menjadi salah satu sarana penting.

“Dia juga pejuang dan pahlawan nasional. Bahkan, perannya juga merembet sebagai jurnalis yang mendirikan majalah Hikmah dan menjadi suara partai Masyumi saat itu,” kata dia.

Perjuangan A.R Baswedan menurut Huub cukup intens. Hingga akhirnya, Bung Karno berjanji akan memberikan status penuh layaknya warga Indonesia pada etnis Arab di Indonesia.

“Walaupun itu tak dipenuhi,” ujarnya.

Huub menjelaskan, setelah kemerdekaan Indonesia diakui Belanda pada 1949, pemerintah Indonesia juga belum memberikan kejelasan pada etnis Arab.

“Satu konklusi, orang Arab selalu diganggu oleh kepentingan politis yang kurang baik. Banyak diskriminasi, bahkan kesulitan mendapatkan paspor juga,” kata dia.

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.