Partai Budha Myanmar Tolak Utusan PBB Selidiki Pembantaian Muslim Rohingya

Partai Budha Myanmar Tolak Utusan PBB Selidiki Pembantaian Muslim Rohingya

MYANMAR (Jurnalislam.com) – Sebuah partai etnis Budha di Myanmar kembali menolak permintaan untuk bertemu dari seorang pejabat tinggi PBB yang mengunjungi negara bagian Rakhine yang bermasalah untuk menyelidiki laporan pelanggaran hak asasi terhadap Muslim Rohingya, lansir Anadolu Agency, Sabtu (15/01/2017).

Northern Rakhine telah berada di bawah kepungan militer yang ketat sejak 9 Oktober ketika sekelompok perlawanana menewaskan sembilan pejabat polisi perbatasan di dekat perbatasan dengan Bangladesh, yang dibalas tindakan keras yang membantai hingga 400 muslim Rohingya terbunuh.

Seorang pejabat Partai Nasional Arakan (Arakan National Party-ANP) mengkonfirmasi pada hari Sabtu bahwa mereka menolak permintaan Yanghee Lee, utusan khusus PBB tentang hak asasi manusia di Myanmar, untuk bertemu dengan para pemimpin partai Jumat malam, beberapa jam setelah ia tiba di ibukota negara Sittwe.

“Kami tidak bertemu dengannya karena kami tidak percaya dia dan organisasinya [PBB] memiliki kemauan yang cukup untuk menyelesaikan masalah,” kata sekretaris gabungan ANP Ba Swe kepada Anadolu Agency melalui telepon.

“Masalah-masalah tidak akan pernah terpecahkan selama mereka menerima Muslim Rohingya sebagai bagian di negeri ini,” kata Ba Swe, menggunakan istilah yang menunjukkan Rohingya adalah imigran ilegal dari negara tetangga Bangladesh.

Sebagai bagian dari kunjungan 12 hari ke Myanmar, Lee akan menghabiskan tiga hari di Rakhine – rumah bagi sekitar 1,2 juta warga Rohingya yang tidak diakui negara (stateless), minoritas yang telah menderita kemiskinan dan penindasan selama puluhan tahun dan tidak memiliki hak-hak dasar seperti kewarganegaraan dan kebebasan bergerak.

Pada hari Jumat, ia bertemu dengan para pemimpin kaum Muslim selama kunjungannya ke lingkungan Rohingya di Sittwe.

Juru bicara pemerintah daerah Rakhine Tin Maung Swe mengatakan Lee tiba Sabtu di utara Maungdaw Township, area yang dilanda konflik di dekat perbatasan barat negara itu dengan Bangladesh.

Dia mengatakan kepada Anadolu Agency bahwa pemerintah daerah dan militer membantu perjalanannya ke hampir semua desa yang dia minta.

“Namun dia tidak akan dapat mengunjungi beberapa desa karena masalah keamanan,” katanya.

Sejak 9 Oktober, akses ke daerah mayoritas Muslim Rohingya bagi badan bantuan dan wartawan independen telah ditolak, dan sedikitnya 101 warga Rohingya – 17 polisi dan tentara, delapan orang Muslim yang bekerja sama dengan otoritas lokal, dan 76 orang yang diduga “penyerang” (termasuk enam yang dikabarkan meninggal selama interogasi) – tewas dan lebih dari 600 orang ditahan karena dituduh terlibat.

Namun kelompok advokasi Rohingya melaporkan sekitar 400 Muslim Rohingya – yang dijelaskan oleh PBB sebagai salah satu kelompok yang paling teraniaya di seluruh dunia – tewas dalam operasi militer, wanita-wanita diperkosa secara massal dan lebih dari 1.000 rumah di desa Rohingya dibakar.

Sebuah undang-undang yang disahkan di Myanmar pada tahun 1982 membantah kewarganegaraan Rohingya dan membuat mereka stateless (tidak memiliki Negara) padahal banyak di antaranya telah tinggal di Myanmar selama beberapa generasi.

Hukum membantah hak kebangsaan Rohingya di Myanmar, menghilangkan kebebasan mereka untuk bergerak, akses pendidikan dan layanan, dan memberi izin penyitaan properti yang sewenang-wenang oleh pemerintah Myanmar.

Ribuan Muslim Rohingya telah melarikan diri berbondong-bondong ke Myanmar selama puluhan tahun, dengan gelombang baru migrasi terjadi sejak pertengahan 2012 setelah pembantaian komunal pecah.

Bagikan