Sudah 1.220 Demontran Ditangkap dalam Kerusuhan Kenaikan BBM di Perancis

PARIS (Jurnalislam.com) – Sekitar 118 pemrotes dan 17 petugas polisi terluka dalam unjukrasa Yellow Vest pada hari Sabtu (8/12/2018) di Prancis, kata Menteri Dalam Negeri Christophe Castaner kepada wartawan Sabtu malam.

Pada hari Ahad sore (9/12/2018), Kementerian Dalam Negeri memperbarui jumlah demonstran yang ambil bagian dalam protes nasional menjadi 136.000.

Menurut kementerian, 1.220 orang ditangkap selama demonstrasi.

Sebagai bagian dari tindakan keamanan yang ketat, lusinan kendaraan lapis baja dan 89.000 pasukan – termasuk 8.000 pasukan di Paris saja – ditugaskan.

Pada hari Sabtu, para pengunjuk rasa mengenakan rompi kuning terang – dijuluki Yellow Vest – berkumpul di sepanjang Champs-Elysees yang terkenal di ibukota Paris, menyebabkan ditutupnya  toko-toko, restoran, dan bank.

Polisi Prancis menggunakan semprotan lada menghadapi pengunjuk rasa di sepanjang Champs-Elysees.

Baca juga:

Sejak 17 November, ribuan demonstran berkumpul di kota-kota besar Prancis termasuk Paris untuk memprotes kenaikan pajak bahan bakar kontroversial Presiden Emmanuel Macron dan situasi ekonomi yang memburuk.

Para demonstran, yang umumnya tinggal di daerah pedesaan karena harga sewa yang tinggi di kota-kota, telah meminta Macron untuk memotong pajak bahan bakar dan mengurangi kesulitan ekonomi mereka.

Menurut survei baru-baru ini, 84 persen orang Prancis – kebanyakan dari kelompok berpendapatan menengah – mendukung protes.

Harga bahan bakar di Prancis telah meningkat lebih dari 20 persen tahun ini.

Relawan Dompet Dhuafa Meriahkan International Volunteer & Anticorruption Camp 2018 di Bandung

BANDUNG (Jurnalislam.com) – Di Tahun 2018, Dompet Dhuafa telah menerima penghargaan sebagai Lembaga yang transparansi dan akuntabilitas oleh Resgistrasi Akuntan Publik. Bertepatan dengan “International Volunteer & Anticorruption Camp 2018 (IVAC)”, Dompet Dhuafa mengajak para Relawannya dari berbagai wilayah Nusantara untuk mengikuti International Volunteer & Anticorruption Camp yang dilaksanakan Lembang, Bandung , Jawa Barat. (Sabtu,8/12).

“Apresiasi sederhana untuk relawan yang sudah berkolaborasi dalam 5 tahun belakangan ini. Dengan kegiatan ivac 2018 dapat menumbuhkan du dalam jiwa para relawan untuk mencegah dan melawan korupsi. Baik korupsi yang kecil hingga yang besar. “ Maya Nuraini Pic International Volunteer & Anticorruption Camp 2018 (IVAC)

International Volunteer & Anticorruption Camp 2018 (IVAC) yang diinisiasi oleh Dompet Dhuafa Volunteer merupakan upaya untuk mengkonsolidasi dalam membangun capacity building bagi para Relawanl. Dalam IVAC 2018 banyak kegiatan yang dapat diikuti oleh peserta, seperti seminar, workshop, sharing session, dan Focus Group Discussion (FGD). Acara yang dilaksanakan dari 7 – 9 Desember 2018 dengan bentuk gathering, training, dan festival.

Sebagai lembaga yang transparansi dan akuntabilitas, Dompet Dhuafa dalam melakukan pencegahan korupsi, melibatkan seluruh elemen – elemen sesuai dengan kedudukan dan kapasitasnya masing – masing. Sebagai komunitas kerelawanan dengan jumlah yang besar, Dompet Dhuafa Volunteer memiliki potensi besar dalam pencegahan korupsi, hingga kini jumlahnya telah mencapai lebih dari 10.000 relawan terdaftar di Dompet Dhuafa Volunteer dari seluruh Indonesia.

Dengan meningkatkan pemahaman relawan untuk mencegah korupsi, Dompet Dhuafa Volunteer ingin membangun capacity building para relawannya. aksi pencegahan korupsi secara nasional dan regional, dapat meningkatkan kesadaran para Relawan di Hari Korupsi Internasional.

Kegiatan IVAC 2018 di ikuti oleh 240 relawan yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia dan berbagai latar belakang,Seperti mahasiswa, profesional, dll. Dalam kegiatan ini Dompet Dhuafa Mendorong para relawan untuk menciptakan proyek sosial yang berdampak kepada para peserta untuk Menumbuhkan nilai anti korupsi dan kemanusiaan dalam berbagai kegiatan kerelawanan serta Membangun solidaritas antar relawan dari seluruh Indonesia. Sebagai penutup kegiatan IVAC 2018 seluruh peserta akan melaksanakan Festival Bandung Melawan Korupsi 2.0 di Bandung.

SMA Muhammadiyah PK Kottabarat Adakan Lomba Poster Anti Korupsi

SOLO (Jurnalislam.com) – Dalam rangka memperingati Hari Anti Korupsi Internasional, Ikatan pelajar Muhammadiyah (IPM) SMA Muhammadiyah Program Khusus Kottabarat Surakarta mengadakan lomba poster anti korupsi. Lomba yang digelar pada Jum’at (7/12/2018) ini merupakan salah satu agenda dalam mengisi rehat atau c/assmeeting setelah ujian akhir semester.

“Lomba membuat poster ini merupakan bentuk penolakan kita sebagai pelajar terhadap perilaku korupsi. Hal ini bertepatan juga dengan hari anti korupsi internasional yang akan diperingati setiap tanggal 9 Desember,” kata ketua IPM SMA Muhammadiyah, PK Muhammad Zuhdiya Sukma kepada Jurnalislam.com, Sabtu (8/12/2018).

Lomba diikuti oleh 13 tim yang terdiri dari sebelas tim siswa, satu tim karyawan, dan satu tim guru. Kegitan lomba tersebut diawali dengan penjelasan peraturan lomba oleh Rio Dwi Cahyono sebagai koordinator acara. Panitia kemudian membagikan kertas kepada peserta sebagai media untuk membuat poster. Sedangkan peralatan lainnya disediakan oleh peserta.

Peserta Lomba Poster Anti Korupsi SMA Muhammadiyah Program Khusus, Kottabarat, Surakarta

Pukul 08.00 WIB lomba membuat poster dimulai, para peserta dengan antusias membuat poster mereka, tidak terkecuali tim guru dan karyawan. Lomba berjalan lancar. semua peserta menyelesaikan poster mereka selama tiga jam. Setelah panitia mengumpulkan poster, ekspresi para peserta berbeda beda, ada yang tersenyum puas, ada yang masih berpikir seakan memikirkan poster mereka yang belum sempurna tetapi waktu sudah habis.

Semua poster karya peserta dipajang di lorong literasi sekolah SMA Muhammadiyah PK. Menurut kepala Sekolah SMA Muhammadiyah PK Hendro Susilo, lorong literasi dibuat untuk membiasakan siswa membaca dan berkreatifitas.

Peserta Lomba Poster Anti Korupsi SMA Muhammadiyah Program Khusus, Kottabarat, Surakarta

“Lorong literasi memang dibuat khusus untuk memajang karya karya siswa, selain untuk menghargai hasil karya siswa, lorong literasi juga diharapkan dapat meningkatkan minat siswa untuk berkarya dan membaca,” katanya.

“Sehingga sekolah kita bisa mencetak siswa-siswa yang gemar membaca. kreatif dan inovatif. Begitu juga dengan poster poster anti korupsi ini, kita harapkan dapat membangkitkan semangat siswa siswa untuk memerangi korupsi dan menanamkan pada diri mereka kalau mereka tidak akan korupsi,” pungkasnya.

Pakar: Pemerintah Membuat Standar Ganda Soal KKB

SOLO (Jurnalislam.com) – Pakar Hukum Universitas Juanda Bogor, Dr Muhammad Taufiq menilai pemerintah menerapkan standar ganda dalam menangani sejumlah kasus kelompok bersenjata di Indonesia. Ia mengaku heran dengan penyebutan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang disematkan kepada gerakan separatisme OPM yang dipimpin oleh Egianus Kogoya itu.

“Dan saya mengatakan pemerintah membuat standar ganda, kita lihat di kelompoknya Santoso di Poso itu kan disebut sebagai pemberontak dan ditembak mati, yang menembak kan tentara, kenapa ini tidak diperlakukan hal yang sama,” katanya kepada Jurnalislam.com, Jum’at (7/12/2018).

“Saya justru khawatir ada hidden agenda, atau agenda tersembunyi bagaimana mau memaksakan agar kasus kasus ini menjadi kasus kekerasan sipil bersenjata nanti mereka menjadi besar dan justru mereka besar dan berinteraksi dengan penduduk maka mereka akan menuntut referendum bahwa negara tidak mampu memberikan keamanan,” imbuhnya.

Lebih lanjut, kata Taufiq, menjadi sebuah paradox ketika pemerintah memaknai teroris dan separatisme itu hanya ketika pelakunya adalah seorang muslim.

“Ini kan sebuah kenaifan, yang sudah memenuhi unsur-unsur separatisme, unsur-unsur pemberontakan, pembunuhan dan menggulingkan kekuasaan yang sekarang (dilakukan OPM-red) kok hanya disebut KKB,” ujarnya.

Untuk itu, Taufiq yang juga ketua Tim Advkkasi Reaksi Cepat (TARC) itu berharap pemerintah tidak tebang pilih dalam menangani pemberontakan gerakan-gerakan yang merongrong NKRI.

“Nanti akan muncul dan ini sudah sejalan dengan aksi demo di Surabaya yang anarki itu, aksi demo di Jogja dan beberapa tempat. Itu kan jelas arahnya separatisme,” pungkasnya.

TARC : OPM Telah Memenuhi Unsur-unsur Kelompok Separatis

SOLO (Jurnalislam.com) – Ketua Tim Advokasi Reaksi Cepat (TARC), Dr Muhammad Taufiq mengatakan, Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang belum lama ini membantai puluhan pekerja proyek di Kabupaten Nduga, Papua sudah memenuhi unsur-unsur tindakan separatisme dan pemberontakan.

Taufiq menjelaskan, Kitab Undang-undang Hukum Pidana pada pasal 104 hingga 107 telah menjelaskan kriteria-kriteria sebuah gerakan dikatakan pemberontakan atau separatisme.

“Pembunuhan sudah, pekerja trans Papua 20 orang dibunuh, itu juga yang teridentifikasi, sebelumnya kan belum pernah diberitakan, kemudian pasal pemberontakan pasal 107 kan jelas jelas dia memberontak, kemudian separatisme memisahkan diri, benar dia membawa bendera OPM, dia kan berniat mengulingkan, jadi semua pasal-pasal sudah terbukti,” katanya kepada Jurnalislam.com saat ditemui di Solo, Jum’at (7/12/2018).

Oleh sebab itu, kata Taufiq, penyebutan pemberontakan lebih tepat daripada dinamakan KKB, dan aparat TNI lah yang menjadi garda terdepan untuk menjaga kedaulatan NKRI.

“Kalau pemberontak maka ukuran bukan lagi ketertiban umum, tapi melawan kekuasaan yang sah, siapa yang menjalankan? Tentara. Menjaga ketertiban sipil adalah polisi, tapi menjaga dari ancaman separatisme adalah domainnya tentara,” ujarnya.

Taufiq juga membandingkan penyebutan makar kepada bebeberapa tokoh yang ikut aksi bela Islam 212 pada tahun 2016. Ia menilai, sebutan tersebut lebih tepat dialamatkan kepada OPM yang hingga saat ini terus melakukan upaya untuk melakukan makar terhadap negara.

“Yang belum terjadi kan penggulingan, karena dia kelompok kecil, tapi 3 unsur yang lain seperti dia memberontak, dia membunuh, dia memisahkan diri semua sudah terpenuhi dan inilah sebenarnya yang layak diadili, dengan pasal makar ancaman hukumannya minimal 20 tahun dan maksimalnya adalah hukuman mati,” paparnya.

Persis Soroti Tranformasi Dakwah di Era Digital

BANDUNG (Jurnalislam.com) – Dinamika dakwah Persatuan Islam (Persis) menjadi peluang di era digital. Pasalnya, melalui digital pesan dakwah bisa lebih beragam dan menjangkau ke banyak orang dengan efektif. Selain itu, pengetahuan yang komprehensif dinilai penting bagi warga Persis demi keutuhan umat dan bangsa.

“Tranformasi dakwah Persis saat ini banyak perubahan, dari ekslusif menjadi inklusif, dalam pendidikan, perubahan dalam berdakwah tak hanya dari mimbar ke mimbar, tapi bisa lebih luas melalui media sosial dan video digital, jika tidak dimanfaatkan dengan baik tentu akan ketinggalan zaman,” ucap Wakil Ketua Umum Persis Jeje Zaenudin saat memberikan Pandangan Kebijakan Umum (PKU) program di Ball room Hotel Panorama, Lembang Jumat (7/12/2018).

Jeje menyatakan, keutuhan bangsa menjadi komitmen yang dilakukan dakwah Persis. Menurutnya, pengetahuan kebangsaan yang mumpuni dinilai penting demi memajukan kecerdasan bangsa.

“Dalam menyampaikan pesan dakwah perlu banyak pertimbangan, pengetahuan kebangsaan penting agar sinkron antar dakwah dan wawasan nasional tujuannya untuk kepentingan kehidupan berbangsa,” ujarnya.

Persis bercita-cita memelihara Indonesia dengan nilai-nilai yang sejalan dengan Islam. Tidak dengan merubah Indonesia secara keseluruhan, menurut Jeje merubah idealisme negara dinilai bertentangan.

Buka Musykernas IV, KH Aceng Zakarya Singgung Sikap Politik Persis

BANDUNG (Jurnalislam.com) – Musyawarah Kerja Nasional (Musykernas) Persatuan Islam (Persis) ke-4 resmi dibuka. Acara ini dibuka oleh Ketua Umum Persis, KH Aceng Zakaria. Ia menegaskan tantangan dakwah pada tahun mendatang lebih dinamis, terutama terkait kepemimpinan.

“Tersisa 2 tahun ke depan. Ada dua hajat penting selama dua tahun ke depan. Kedua-duanya tentang suksesi kepemimpinan. Pertama, suksesi pemimpin di Indonesia, yaitu Pemilihan Presiden dan Pemilihan Legislatif pada tahun 2019. Kedua, hajat internal Jam’iyyah, yaitu Muktamar XVI tahun 2020. ini menjadi tantangan tersendiri,” paparnya di Ballroom Hotel Panorama, Lembang Jumat (7/12/2018).

KH Aceng mengingatkan Persis dalam berpolitik berpacu pada tokoh pendahulu. Menurutnya, setiap generasi memiliki tantangan dakwah pada zamannya. Setiap generasi Persis, memiliki corak dan sikap yang berbeda sesuai dengan situasi saat itu.

“Para pendahulu Persis sudah memberikan contoh bagaimana mereka bersikap. A Hassan bersentuhan langsung dengan Orde Lama yang kental dengan aroma Politik Nasakom. Pak Natsir, KH. Isa Anshori, Ustadz Abdurrahman, mereka harus berhadapan dengan rezim Orde Baru yang dari awal sudah tidak berpihak kepada Islam sampai dengan berakhirnya era Asas Tunggal,” tambahnya.

Terkait sikap politik Persis, KH Aceng menegaskan jamiyyah memiliki corak dan gerakan dakwah tersendiri. Pasalnya, sebab bertahannya usia jamiyyah hingga kini, karena konsisten dalam pendidikan dan dakwah Islam.

KH Aceng menyayangkan suara Persis dimanfaatkan untuk kepentinngan individu. Pasalnya, suara Persis dinilai diperhitungkan.

“Persis hanya dijadikan alat saja untuk mendulang suara dan berkampanye. Selesai pemilu, Persis hanya kabagean buntut maung, “ ujarnya.

Dengan konsisten pada corak dakwah dan pendidikan, Persis dinilai mampu bertahan tanpa kepentingan lain.

“Sejak didirikan, Persis memilih menjadi gerakan dakwah dan pendidikan dalam bentuk ormas Islam, bukan gerakan politik sebagai parpol. Karenanya, Persis bisa bertahan sampai saat ini, karena Persis tidak melibatkan diri secara langsung dengan dunia politik,” pungkasnya.

Kivlan Zein : OPM Bukan KKB Tapi Teroris, TNI Harus di Depan

JAKARTA (Jurnalislam.com) – Mantan Kepala Staf Kostrad, (Purn) Kivlan Zein menyatakan, TNI harus berada di depan dalam penanganan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua. Kivlan juga mengimbau pemerintah untuk meningkatkan statusnya menjadi operasi pemberantasan teroris bukan lagi kriminal bersenjata.

Ia menjelaskan, kasus penyerangan yang terjadi di sejumlah daerah di Papua itu dilakukan oleh kelompok yang ingin memisahkan diri dari NKRI. Oleh sebab itu, statusnya harus ditingkatkan.

“Kalau mereka sudah menyatakan minta merdeka berarti mereka pemberontak. Bukan lagi kriminal bersenjata. Mereka ingin menunjukkan eksistensinya, jadi harus kekuatan militer yang di depan, polisi di belakang. Karena mereka ini sifatnya sudah ada politik dan militer,” paparnya saat diwawancarai TvOne dalam acara Kabar Petang, Jumat (7/12/2018).

Kendati demikian, Kivlan juga tidak menghendaki adanya intervensi internasional jika pemerintah memberlakukan operasi militer. Untuk itu, status operasi pemberantasan terorisme lebih tepat dilakukan ketimbang hanya sebagai kelompok bersenjata.

“Sekarang kan TNI sudah bisa ikut penanggulangan terorisme, sudah ada undang-undangnya. Oleh karena itu, sekarang TNI yang harus di depan. Polisi untuk pengamanan pembangunan di kota-kota, tapi kalau untuk mengejar mereka sampai ke hutan-hutan itu tugasnya tentara. Karena ini mau menghadapi isu internasional. Karena kalau ini membesar, nanti dunia internasional ikut campur tangan,” katanya.

Selain itu, peningkatan status ke operasi terorisme juga sebagai upaya agar investasi tetap berjalan.

“Kita lihat tingkatannya, dari kelompok bersenjata ke teroris, teroris kan kita bisa menghadapinya. Tapi kalau kita tingkatan ke perang melawan pemberontak ini akan menjadi internasionalisasi. Makanya kita simpan mereka di tengah-tengah, bukan kelompok bersenjata tapi teroris. Selama ini kita takut mengatakan mereka itu teroris,” jelasnya.

Kivlan yang pernah 10 tahun bertugas di Papua ini menyampaikan, kelompok ini hanya dominan di beberapa wilayah saja seperti di Kabupaten Nduga, Mulia, Ilaga, dan Puncak Jaya. “Tapi mereka ini ingin mengembangkan diri, jadi jangan diberi hati, seperti diundang ke istana, ditanya maunya apa, jangan, mereka ini mau merdeka,” tegasnya.

Sebagaimana diketahui, serangan kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) kembali memakan korban sipil. Sebanyak 31 orang pekerja proyek dibantai di Kali Yigi dan Kali Aurak, Kabupaten Nduga, Papua, Ahad (2/12/2018). Ketua Sayap militer OPM, Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB), Sebby Sambom bahkan tak segan menantang Presiden Joko Widodo yang telah memerintahkan TNI untuk menangkap pelaku pembantaian tersebut.

Diduga Daerah ‘Rawan Aqidah’, Mushola dan Sejumlah Elemen Solo Gelar Kegiatan Ini

SOLO (Jurnalislam.com) – Mushola Al Barokah, Kenteng, Semanggi, Solo bersama sejumlah elemen Soloraya menggelar aksi baksos dan tabligh akbar bertajuk ‘Aqidahmu Surgamu’ Jumat (7/12/2018).

Ketua panitia Aqila mengatakan, aksi baksos dan tabligh akbar itu untuk memperkuat keimanan masyarakat sekitar.

“Ada kajian akbar, pembagian 200 paket sembako untuk dhuafa,” katanya kepada Jurnalislam.com disela sela kegiatan.

Baksos berupa makan gratis

Lebih dari itu, dengan kegiatan baksos dan tabligh akbar Aqila berharap dapat membentengi masyarakat muslim dari upaya pendangkalan aqidah yang diduga dilakukan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab di daerah sekitar.

Selain pembagian paket sembako, panitia juga menyediakan paket nasi gratis dari Warung Murah, kopi gratis dari Exs Preman Solo (Exspreso).

Begini Pembicaraan Damai Perdana antara Syiah Houthi dengan Koalisi Arab

RIMBO (Jurnalislam.com) – Menteri luar negeri Yaman memicu kemarahan di negara asalnya setelah ia menuntut pemberontak Syiah Houthi, yang menguasai ibukota dan banyak wilayah, umtuk menyerahkan kekuasaan kepada pemerintah Yaman yang diasingkan.

Berbicara di perundingan perdamaian yang disponsori PBB di kota Swedia, Rimbo, Khaled al-Yamani memberi sedikit indikasi bahwa ia akan menawarkan konsesi kepada lawan-lawannya setelah hari pertama perundingan perdamaian diadakan dalam hampir dua tahun.

“Mereka [Houthi] harus mundur dari lembaga negara dan menyerahkan kekuasaan kembali ke pemerintah yang sah,” kata al-Yamani kepada Al Jazeera.

“Mereka harus menghormati kehendak komunitas internasional dan menyerahkan senjata, amunisi dan misil mereka.”

Pejabat dari pemerintahan Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi dan perwakilan dari gerakan Houthi mengadakan diskusi tertutup dengan PBB hingga 14 Desember guna membahas cara-cara untuk mengakhiri pertempuran yang telah menewaskan sekitar 56.000 orang.

“Ini adalah [Resolusi Dewan Keamanan PBB] 2216 dan tidak lebih dari itu,” kata al-Yamani.

“Selain itu, tidak akan ada penyelesaian, tidak ada solusi.”

Kaum Syiah Houthi sebelumnya menolak untuk mematuhi Resolusi PBB 2216, yang menetapkan mereka mundur dari daerah yang mereka rebut pada tahun 2014 dan menyerahkan senjata berat kepada pemerintah.

Pemberontak Houthi mengklaim bahwa mereka memiliki mandat yang populer untuk memerintah Yaman dan mengatakanbahwa  Hadi, yang ditunjuk pada 2012 untuk memerintah negara itu selama periode sementara dua tahun, telah kehilangan legitimasinya.

Baca juga: 

Ketika ditanya oleh Al Jazeera tentang proposal Houthi untuk menggantikan kursi kepresidenan dengan dewan kepresidenan, Yamani mengecam, menyebut ide itu “omong kosong”.

Penduduk di ibu kota mengkritik pernyataan al-Yamani yang mengatakan tampaknya pemerintah mencoba menyabotase negosiasi sebelum mereka dimulai.

Mohammad al-Ghabsi, seorang wartawan di koran al-Thawra mengatakan: “Al-Yamani mewakili ‘legitimasi’ [pemerintah Yaman], yang berada di ibukota Saudi, dengan memobilisasi tentara dan senjata dunia untuk mencoba mengembalikannya kepada orang-orang Yaman, tetapi mereka [warga Yaman] meludahkannya dan melemparkannya ke luar perbatasan mereka, secara politik dan geografis.

“Dia, dan pihak lain yang seperti dia, yang sama-sama menghempaskan diri di pelukan Riyadh dan Abu Dhabi – memiliki peran yang sudah ditentukan, dia tidak dapat melampaui batas-batas yang ditetapkan untuknya dan juga tidak dapat membacakan skrip yang berbeda dari yang diserahkan kepada dia.”

Penduduk lain mengatakan mengejutkan bahwa al-Yamani akan membuat pernyataan seperti itu dan tidak fokus pada ketidakmampuan pemerintahnya untuk kembali ke Aden, di mana menteri luar negeri berasal.

“Dia tidak dapat kembali ke kampung halamannya dan mengetahui hal ini dengan baik, jadi bagaimana dia berpikir dapat kembali ke Yaman dan mengambil kota-kota kami,” katanya meminta anonimitas.

Hadi dan sebagian besar pemerintahannya bermarkas di Riyadh sejak 2015 ketika Houthis, bekerja sama dengan pasukan yang setia pada pendahulu Hadi, mantan presiden Ali Abdullah Saleh, merebut Sanaa dan sebagian besar wilayah negara itu.

Arab Saudi, bersama dengan beberapa negara Arab Sunni lainnya, kemudian campur tangan dalam konflik, meluncurkan serangan pemboman udara besar-besaran untuk memulihkan pemerintahan Hadi.

Merasakan kemajuan Houthi sebagai plot yang dirancang oleh Iran untuk mendestabilisasi kawasan, para analis memperkirakan pertempuran akan berlangsung hanya beberapa bulan.

Tapi setelah lebih dari tiga tahun, kekerasan tidak menunjukkan tanda-tanda mereda, dan malah telah menghabiskan miliaran dolar di pihak koalisi dan meninggalkan 22 juta orang penduduknya sangat membutuhkan bantuan kemanusia