Muslim Myanmar Tetap Menderita Meskipun Myanmar Telah Bereformasi

MYANMAR (Jurnalislam.com) – Kaum muslim (penganut agama Islam) minoritas di Myanmar masih terus menderita di bawah kebijakan pemerintahan demokrasi Myanmar, meskipun pemerintah sipil pertama negara itu telah memperkenalkan kebebasan politik dan media sejak 50 tahun yang lalu.

Presiden Amerika Serikat Barack Obama memperingatkan kegagalan penanaman reformasi di Myanmar selama kunjungan resminya ke negara itu pekan ini.

"Di beberapa daerah terjadi penurunan … dan bahkan terdapat beberapa langkah mundur," katanya kepada situs berita lokal.

Pada November 2010, Presiden Thein Sein berkuasa setelah militer yang didukung Partai Uni Solidaritas dan Pembangunan memenangkan pemilu, yang kelompok digambarkan sebagai pemilu palsu oleh kelompok oposisi dan negara-negara Barat.

Sejak itu, pemerintahannya telah memperkenalkan beberapa reformasi, termasuk pembebasan beberapa tahanan politik, gencatan senjata dengan beberapa kelompok etnis dan perpanjangan kebebasan media, namun Myanmar terus berada dalam puncak daftar global dalam hal pelanggaran hak asasi manusia dan diskriminasi terhadap kelompok agama dan etnis minoritas.

Pada akhir September, Myanmar memperkenalkan rencana kontroversial yang bertujuan untuk memaksa Muslim Rohingya di negara mayoritas Buddha itu – untuk diidentifikasi sebagai Bengali. Bengali adalah istilah yang disetujui oleh pemerintah karena menyiratkan bahwa kelompok tersebut adalah imigran ilegal dari Bangladesh – meskipun sebenarnya mereka telah tinggal di Myanmar selama beberapa generasi. Muslim Rohingya adalah salah satu minoritas yang paling teraniaya di dunia menurut PBB.

Jenderal Myanmar, Win Naing Tun berusaha untuk menegakkan gagasan bahwa Rohingya tidak memiliki hak untuk berada di negara itu saat pertemuan di negara tetangga Thailand mengenai penyelundupan manusia di bulan Agustus.

"Tidak ada Rohingya di Myanmar, tapi kami memiliki kelompok minoritas yang datang dari negara tetangga," katanya menggarisbawahi.

Rencana Aksi Gerakan Rakhine – dinamai Rakhine karena di negara bagian tersebut banyak muslim Rohingya yang dizhalimi oleh penjaga bersenjata dan dibatasi/dikurung dengan pos pemeriksaan di kamp-kamp kumuh setelah serangan (pembantaian) masal di desa mereka pada tahun 2012 yang memaksa mereka untuk meninggalkan rumah mereka – menawarkan kesempatan kewarganegaraan kepada sekitar 1 juta warga Rohingya jika mereka menerima identifikasi baru, tetapi mereka yang menolak untuk mendaftar akan dideportasi atau ditempatkan di kamp-kamp tahanan.

Obama menyerukan Myanmar untuk membatalkan rencana tersebut selama kunjungannya ke Myanmar pada hari Kamis. Seharusnya Obama mendesak pemerintah untuk menyusun rencana baru yang memungkinkan kelompok yang tidak memiliki kewarganegaraan tersebut untuk bisa menjadi warga negara.

"Kami mendesak rencana baru yang akan memungkinkan Rohingya menjadi warga negara melalui proses yang normal tanpa harus melakukan jenis identifikasi diri," kata penasehat keamanan Ben Rhodes saat pertemuan puncak regional di ibukota Myanmar, Nay Pyi Taw.

Sejak 2012, 200 orang lebih (menurut sumber pemerintah Myanmar) – sebagian besar Muslim Rohingya – telah tewas dan 140.000 orang lainnya kehilangan tempat tinggal dalam bentrokan dengan Arakan Buddha.

Pemerintah ternyata mengambil bagian aktif dalam bentrokan tersebut , dengan memberikan pernyataan publik terbuka untuk mempromosikan pembersihan etnis Muslim.

Lebih rumitnya lagi, bantuan-kemanusiaan menambahkan bahwa Doctors Without Borders diusir dari Arakan pada bulan Februari setelah mengatakan bahwa mereka telah merawat orang yang diyakini menjadi korban kekerasan. Pemerintah kemudian menuduh MSF bersikap bias dalam mendukung Rohingya.

Badan kemanusiaan ini baru diundang kembali ke wilayah tersebut pada akhir Juli, lima bulan setelah pengusiran. Pengusiran tersebut memicu krisis kesehatan yang parah yang menyebabkan ribuan Rohingya tidak memiliki akses perawatan yang memadai, termasuk banyak wanita mengalami komplikasi selama kehamilan.

Untuk menghindari komplikasi seperti itu, puluhan ribu Muslim Rohingya telah membayar uang dalam jumlah besar untuk menyelundup melarikan diri dengan kapal kecil dengan harapan mencari pekerjaan di Thailand, Malaysia atau Australia. Banyak yang telah disalahgunakan oleh para penyelundup selama perjalanan tersebut, dan sekarang banyak yang berada di kamp-kamp imigrasi Thailand karena dibuang oleh penyelundup manusia di pantai negara itu.

Kelompok hak asasi yang berbasis di AS, Human Rights Watch menyiapkan laporan sebanyak 153-halaman mengenai situasi di April 2013, menuduh pemerintah Myanmar melakukan pembersihan kaum muslim (genosida) di Rohingya.

Phil Robertson, wakil direktur HRW Asia, mengatakan pemerintah harus segera menghentikan "pembersihan etnis (kaum muslim minoritas) … yang masih terus berlanjut hingga hari ini melalui penolakan bantuan dan pembatasan gerakan."

Reformasi awal oleh pemerintah termasuk pembebasan pemimpin politik Aung San Suu Kyi, yang telah berada di bawah tahanan rumah pada 1990 setelah partainya memenangkan pemilu lalu-tetapi tidak pernah diizinkan untuk berkuasa.

Pihak berwenang Myanmar juga telah memberlakukan gencatan senjata dengan pemberontak dari kelompok etnis Shan dan memerintahkan penghentian operasi militer terhadap pemberontak etnis Kachin, yang dikenal sebagai Tentara Kemerdekaan Kachin. [ded412/world bulletin]

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.