JAKARTA(Jurnalislam.com)— Ketua MUI Bidang Ekonomi Syariah dan Halal, KH Sholahuddin Al Aiyub, menyampaikan bahwa wakaf melalui media digital sah secara syariah. Akad pada wakaf boleh dilakukan secara sepihak sehingga tidak mensyaratkan adanya ijab qobul.
“Merujuk pada pendapat ulama, ikrar dalam wakaf boleh dilakukan secara sepihak. Hal tersebut sah secara syariah. Ijab dan qobul dalam wakaf berbeda dengan nikah. Pendapat ini bisa menjadi sandaran untuk berwakaf secara digital,” ujar Kyai Aiyub pada webinar bertajuk “Manajemen Wakaf Berbasis Digital Untuk Tingkatkan Produktivitas dan Akuntabilitas Publik”, Selasa (02/11).
Sebelum memasuki era digital seperti sekarang, ujar Kiai Aiyub, praktik wakaf sudah berjalan sejak zaman Rasulullah SAW dan para sahabat. Contoh yang paling masyhur adalah kisah sumur Raumah yang merupakan wakaf Utsman bin Affan.
Khalifah Utsman membeli sumur tersebut dengan harga fantastis dari seorang Yahudi karena masa paceklik. Oleh Utsman, sumur tersebut kemudian diwakafkan untuk kepentingan umat Islam di Madinah. Sampai saat ini, sumur tersebut ternyata masih mampu mengairi perkebunan di sekitarnya.
“Perbedaan wakaf dengan zakat adalah jika wakaf boleh didistribusikan untuk fakir miskin maupun orang yang mampu, tidak boleh diperjual belikan, dan pahalanya akan terus mengalir sampai si pemberi wakaf itu wafat sebagaimana kisah dari Sayyidina Utsman bin Affan” ungkapnya.
Dengan contoh wakaf sumur Utsman dan contoh-contoh keberhasilan wakaf yang lain, Kiai Aiyub menilai, wakaf merupakan donasi sekaligus investasi dunia akhirat. Wakaf mewajibkan pengelolanya agar tidak mengurangi apalagi menghilangkan nilai pokoknya. Itu salah satu kunci wakaf bisa menjadi penggerak ekonomi nasional.
“Perlu dipahami untuk kita semua peran wakaf yaitu sebagai donasi sekaligus investasi tak terputus dunia akhirat. Para ulama menyebutnya sebagai sedekah jariyah, dikarenakan pahala orang yang berwakaf akan terus mengalir bahkan saat ia telah wafat,” jelasnya.
Argumen wakaf sebagai sedekah jariyah tersebut, ujar Kiai Aiyub, berdasarkan jumhur (kesepakatan mayoritas) ulama yang bersandar pada hadis Rasulullah SAW:
إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلا مِنْ ثَلاثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ “
“Ketika seseorang telah meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali 3 (perkara) yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang berdoa baginya.” (HR. Muslim)
Karena itu, Kiai Aiyub menambahkan, keberadaan media digital saat ini bisa dimaksimalkan untuk meningkatkan jangkauan wakaf dan pendistribusian wakaf. Para ulama fiqih terkemuka juga telah membolehkan wakaf melalui sarana media digital. (mui)