Mengarahakan Energi Gen Z Mengisi Peradaban, bukan Kriminalisasi Tanpa Bukti

Mengarahakan Energi Gen Z Mengisi Peradaban, bukan Kriminalisasi Tanpa Bukti

Oleh : Herliana Tri M

Dikutip dari kompas.com (26/9/2025), mengungkapkan tentang buntut panjang demo ricuh pada akhir Agustus lalu dengan ditangkapnya ratusan peserta demo yang dianggap melakukan kerusuhan.
Komisioner KPAI Aris Adi Leksono menyebutkan bahwa penetapan 295 tersangka berusia anak dalam kerusuhan tersebut tidak memenuhi standar perlakuan terhadap anak yang tercantum dalam UU Peradilan Anak.

Ditemukan masih banyak yang tidak memenuhi standar perlakuan terhadap anak, perlakukan tidak manusiawi, ancaman bahkan secara riil menyampaikan akan dikeluarkan dari sekolahnya,” ucap Aris saat ditemui di Kantor Kemenag, Jakarta Pusat, Jumat (26/9/2025). Harusnya penetapan ini dilakukan secara transparan, sehingga masyarakat bisa menilai apakah hukum yang diberlakukan memenuhi aspek keadilan atau justru bertentangan.

Apa yang disampaikan KPAI cukup beralasan, setelah KPAI menerima aduan bahwa anak-anak yang ditetapkan itu hanya sekedar ikut-ikutan dan terpengaruh media sosial.

Berdasarkan informasi yang terhimpun, polisi menetapkan jumlah yang fantastis, 959 orang sebagai tersangka dalam kerusuhan 25-31 Agustus 2025. Data tersebut diungkap Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Syahar Diantono, dalam konferensi persnya. Dari total tersangka itu, 295 anak ditetapkan sebagai tersangka juga berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang SPPA (Sistem Peradilan Pidana Anak).

Merespon Keterlibatan Gen Z Dalam Demonstrasi

Keterlibatan gen Z, sebutan bagi anak yang lahir pada 1997-2012 (usia pada kisaran 8-23 tahun). dalam berbagai demonstrasi dapat dilihat sebagai hal yang positif atau negatif tergantung cara pandangnya terhadap pemuda sebagai generasi penerus bangsa. Kacamata pandang terhadap peran pemuda ini, memiliki pengaruh besar dalam menempatkan pelajar dalam berbagai keterlibatannya di tengah masyarakat termasuk dalam aksi berbagai kritik sosial yang diwujudkan dalam aksi bersama masyarakat atau demonstrasi.

Fakta keterlibatan gen Z apabila dianggap sebagai aktivitas kepedulian terhadap kondisi negeri, ini membuktikan bahwa mereka mulai sadar politik dan menuntut adanya perubahan karena ketidakadilan yang mampu mereka indera.

Kepedulian mereka menunjukkan bahwa ada kondisi tak ideal sedang terjadi. Sehingga mereka terketuk hatinya untuk turut bergerak. Langkah selanjutnya adalah mengarahkan kepedulian atau pergerakan mereka agar terarah, kesadaran untuk perubahan hakiki menuju islam kaffah.

Bukan justru sebaliknya, mereka dikriminalisasi dengan label anarkisme. Padahal terlalu dini label ini disematkan dan membutuhkan penelusuran yang transparan sebelum salah langkah dan memojokkan mereka atas kepedulian yang mereka perlihatkan. Lebih parah lagi apabila ada kesengajaan untuk membatasi, menghentikan atau membungkam daya kritis mereka.

Mengarahkan Peran Pemuda dalam Kepedulian

Pemuda atau pelajar pada generasi Z adalah generasi penerus bangsa, estafet perjuangan dan pengisi pembangunan yang produktif. Pengarahan yang tepat harus ditempatkan agar energi besar mereka tersalurkan dalam kepedulian yang positif, bukan melenceng pada akrivitas negatif seperti tawuran, pergaulan bebas yang berbahaya atau aktivitas lain yang tak sesuai dengan perannya sebagai generasi penerus.

Generasi kritis adalah wujud respon positif dan wujud keterlibatan mereka dalam mengingatkan pejabat negara yang salah arah atau koreksi atas kezaliman yang sedang berlangsung dan dipertontonkan kepada masyarakat atau publik.

Disinilah pentingnya pendampingan yang harusnya terus dilakukan agar kritik yang tumbuh, kepedulian yang muncul tak sekedar ikut- ikutan, melainkan aktivitas yang dilandaskan pada kesadaran penuh bahwa kesalahan tak bisa dibiarkan, pemuda memiliki peran penting untuk turut bergerak mengoreksi ketidakadilan yang terjadi.

Oleh karena itu, pendampingan perlu dihadirkan untuk membersamai tumbuh dan berkembangnya perubahan mereka menuju kebaikan. Butuh hadirnya kasih sayang keluarga, masyarakat baik yang turut tumbuh bersama pemuda serta kebijakan negara yang memberikan ruang bagi tersampaikannya aspirasi masyarakat yang termasuk di dalamnya adalah pelajar yang sedang tumbuh dan peduli.

Negara juga harus menerima dan menyerap aspirasi saat suara-suara rakyat adalah kebenaran bukan sebatas gerakan tanpa arah atau perbuatan lain yang berlawanan dengan kebaikan dan kebenaran menurut kaidah agama, apalagi sebagian besar mereka adalah seorang muslim yang terikat dengan syariat Allah yang mulia.

Bagikan