JAKARTA (Jurnalislam.com)–Penggunaan uang elektronik kini sudah ramai di masyarakat. Mulai dari e-money berbasis kartu hingga e-money berbasis server.
Anggota Dewan Syariah Nasional MUI yang juga pakar Fikih Muamalah, Dr. Oni Sahroni menjelaskan prinsip syariah uang elektronik sudah ada dalam fatwa dewan syariah nasional Mejelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yakni, Fatwa DSN NO: 116/DSN-MUI/IX/2017 tentang uang elektronik syariah.
Menurut Oni, fatwa ini menjelaskan tentang kriteria e money sesuai prinsip syariah.
“Pertama,terhindar dari transaksi yang dilarang. Kedua, biaya layanan fasilitas adalah biaya riil sesuai dengan prinsip ganti rugi / ijarah,” kata Oni saat dihubungi detikFinance, Rabu (20/3/2019).
Kemudian yang ketiga, (dana) ditempatkan di bank syariah. Selanjutnya, dalam hal kartu e-money hilang, jumlah nominal uang yang ada di penerbit tidak boleh hilang.
Kelima, akad antara penerbit dengan para pihak dalam penyelenggaraan e-money (prinsipal, acquirer, Pedagang, penyelenggara kliring, dan penyelenggara penyelesai akhir) adalah ijarah, ju’alah, dan wakalah bi al-ujrah.
“Ini karena produk yang dijual adalah jasa,” imbuh dia.
Kemudian akad antara penerbit dengan pemegang e-money adalah wadiah atau qardh, karena nominal uang bisa digunakan atau ditarik kapan saja.
Sementara itu akad antara penerbit dengan agen layanan keuangan digital adalah ijarah, ju’alah, dan wakalah bi al-ujrah.
Sebelumnya, ramai jadi perbincangan yang menyebut uang elektronik mengandung unsur riba karena memberi potongan harga.
Sumber : detik.com