Kunjungan Xinjiang Langsung, PP Muhammadiyah: Tak Ada Kebebasan Beragama untuk Uighur

Kunjungan Xinjiang Langsung, PP Muhammadiyah: Tak Ada Kebebasan Beragama untuk Uighur

JAKARTA (Jurnalislam.com) – Pimpinan Pusat Muhammadiyah menjelaskan duduk masalah dari kunjungan tujuh hari ke Uighur, Xinjiang, Cina. Kunjungan ini dihadiri pimpinan ormas Islam dan tiga wartawan.

Ketua Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional, Muhyiddin Junaidi menuturkan, kunjungan ke beberapa tempat meyakinkan bahwa di sana tidak ada kebebasan beragama.

Dia menceritakan, saat berkunjung ke pusat pendidikan, ia tak mendapati Muslim Uighur yang melaksanakan praktik agamanya. Agama harus dilakukan di ruang tertutup, jika di ruang terbuka maka disebut radikal.

“Seperti memakai jilbab di jalan umum itu dilarang dan disebut radikal. Kalau anda radikal, maka dikirim ke pusat pendidikan agar tidak berfaham radikal,” kata Muhyiddin dalam jumpa pers di Gedung PP Muhammadiyah, Jakarta, Senin (16/12/2019).

Dia menyayangkan ketika saat Salat Jumat di masjid besar, hanya dipenuhi oleh jamaah berusia lanjut. Tidak ada anak-anak dan pemuda. Memang menyedihkan. Mereka seringkali merapel salat, baik dalam berapa bulan atau setahun.

“Kalau ada orang tuanya yang mengajarkan anaknya beribadah, maka disebut radikal,” ucapnya.

Di Beijing, para delegasi berkunjung dan bersilaturahim dengan Duta Besar. Secara ringkas, mayoritas penduduk Uighur adalah muslim, sisanya nonmuslim dari berbagai suku.

Kecurigaan

Pada kesempatan itu, dia bertemu dengan pimpinan Cina Islamic Association (CIA), yaitu organisasi perpanjangan pemerintah.

Secara singkat, saat tiba di Ibu Kota Xinjiang, dia meminta agar Wakil Ketua CIA membawa untuk shalat berjamaah.

“Tetapi oleh beliau dikatakan masjidnya sangat jauh dan susah untuk menuju ke sana. Mulai saat itu kami mulai mencurigai, memang ada penunjuk kiblat dipasang di hotel, tapi itu seperti baru dipasang,” ujarnya.

Seorang wartawan yang ingin membeli rokok di luar, malah dihadang dan diberikan rokok serta pembakarnya oleh penjaga hotel.

“Dua bukti itu sebenarnya sudah bisa dijadikan barometer,” katanya.

Pada pagi berikutnya, Ketua CIA mengajak delegasi ke museum tindakan kekerasan muslim Uighur kepada muslim Xinjiang.

“Saya tidak tahu apakah itu betul apa enggak, tapi dari nama mereka adalah orang Uighur dan sudah terpapar radikalisme (karena) bekerja sama dengan ISIS,” ujarnya.

Di pusat pendidikan juga makan seadanya, tidak boleh shalat dan itu diawasi oleh CCTV. “Anda tidak diperbolehkan membawa gadget anda disana,” katanya.

Muhyiddin membantah jika Muhammadiyah dan ormas lainnya menerima kucuran dana dari Cina untuk membungkam dugaan penindasan di Uighur.

Justru, dia dan delegasi lebih banyak menggunakan dana pribadi.

“Kami tidak terima apa-apa, dana yang kami habiskan lebih banyak daripada dana yang dibayarkan untuk ngopi-ngopi di airport. Insya Allah kami tetap istiqamah, tidak akan menjual agama dengan harga sangat murah,” katanya.

 

 

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.