Kiprah dan Pesan Aah Acep, Pemuda Alim Kampung Pasir Angin yang Wafat Tertimpa Reruntuhan

Kiprah dan Pesan Aah Acep, Pemuda Alim Kampung Pasir Angin yang Wafat Tertimpa Reruntuhan

CIANJUR (Jurnalislam.com) – Warga kampung Pasir Angin Desa Gasol Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur nampak belum mampu menyudahi kesedihannya setelah kehilangan sosok Aah Acep Tutun (40) yang wafat dalam musibah gempa bumi M 5,6 ada Senin (21/11/2022).

Ayah 2 anak itu adalah satu-satunya warga Kampung Pasir Angin yang menjadi korban meninggal dunia. Saat itu, ia tak sempat menyelamatkan karena sedang tidur siang di rumahnya.

Tak ada yang menyangka, hari itu adalah hari terakhir warga Kampung Pasir Angin melihat Aah Acep. Aah adalah panggilan hormat kepada seseorang pemuda alim yang sudah dianggap guru atau dituakan.

Muhammad Acep Tutun adalah warga asli Kampung Pasir Angin. Anak dari tokoh yang sangat dihormati oleh warga kampung, bernama Apih Ejem, begitu warga setempat memanggilnya. Apih adalah panggilan hormat kepada seorang alim yang sudah berumur.

Tiga tahun lalu Apih Ejem meninggal dunia, kampung Pasir Angin nyaris tak punya sesepuh. Sebelum akhirnya Aah Acep diminta pulang oleh pondoknya untuk melanjutkan sang ayah satu tahun setelah ayahnya wafat.

Acep dimasukan ke pesantren sejak lulus Sekolah Dasar (SD). Ia tak mengenyam pendidikan formal lainnya setelah itu. Acep mondok di Ponpes Darul Arma’i Cikadu Desa Gasol yang berada tak jauh dari kampungnya. Sejak saat itu Acep tak berhenti menimba ilmu agama dari pondok ke pondok.

“Ke Sempur, Gentur, udah kemana-kamana. Aah juga pernah mondok di Madiun selama 2 tahun,” kata Imam, warga Pasir Angin yang juga murid Acep Tutun.

“Kata Bapak Aki (Pimpinan Ponpes Darul Arma’i, almarhum) Aah Acep mondok selama 25 tahun,” sambung Imam.

Setelah menikah, Acep kemudian menetap di Kampung Pasir Angin. Rumahnya berdampingan dengan masjid tua beralas papan peninggalan Sang Ayah. Rumah sederhana Acep dihimpit oleh rumah-rumah permanen yang menjulang melebihi atap rumahnya.

Ia dikarunia 1 anak laki-laki dan 1 perempuan yang masih kecil-kecil. Anak pertama laki-laki umur 5 tahun, anak kedua baru 8 bulan. Bersama istrinya, Acep tinggal di rumah sederhana berukuran 8 x 6 meter.

Sehari-hari Acep menghabiskan sebagian besar waktunya dengan aktifitas positif. Mengkaji kitab, mengajar ngaji anak-anak, hingga pengajian rutin warga setiap hari Selasa dan Sabtu. Setiap hari sebelum adzan, Acep sudah berada di Masjid Jami Arrahman.

“Selepas shalat subuh jamah, beliau selalu melanjutkan tawasulan di rumahnya. Setelah itu, beliau ke sawah dan sebelum dzuhur beliau sudah di rumah lagi untuk persiapan shalat,” kata tetangga dekatnya, Bapak Dadang (65).

“Malam harinya Acep mengajar ngaji anak-anak sampai Isya,” sambung Dadang.

Selain mengajar ngaji, setiap hari Acep juga mengurus sawah dan tambak lumut.Sawah yang digarap Acep adalah sawah peninggalan Sang Ayah untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarganya. Sebagian sawahnya ia buatkan tambak lumut yang biasa dijual ke toko pancing.

Meninggal Tertimpa Reruntuhan

Senin itu (21/11/2022), Acep menjalani harinya seperti biasa. Selepas Dzuhur, Acep beristirahat di kamarnya. Ia tak sempat  melepas peci dan sarungnya. Beralaskan karpet, berbantal lengan, Acep pun terlelap.

Pukul 13.20 WIB tetiba bumi bergoncang keras sekali. Seketika rumah-rumah hancur berantakan.

“Tehel teh siga anu diangkat kitu, terus dibabetkeun deui (Lantai itu seperti diangkat lalu dijatuhkan lagi dengan keras), dugg…gitu,” ujar Muhaimain (52) salah seorang warga Pasir Angin yang rumahnya tak jauh dari rumah Acep.

Gempa berkekuatan 5,6 magnitudo yang berlangsung selama beberapa detik itu mengguncang Kabupaten Cianjur dan dirasakan hingga beberapa kota lainnya di Jawa Barat. Cianjur luluh lantak khususnya di Kecamatan Cugenang dan Warungkondang.

Ribuan rumah hancur, termasuk 110 rumah di Kampung Pasir Angin Desa  Gasol Kecamatan Cugenang. Rumah sederhana Acep menjadi salah satu rumah yang hancur karena tertimpa reruntuhan dua bangunan rumah tetangganya. Dinding itu tepat jatuh di kamar tempat Acep tertidur. Nahasnya, Acep tak sempat menyelamatkan diri. Ia pun meninggal di tempat dengan luka berat di bagian kepala.

Reruntuhan Rumah Aah Acep

“Pas ningali oge abi mah tos nyangka Jang Acep tos teu aya, karena mastakana katinggang ku dua tembok (Pas pertama lihat itu saya sudah kira Aah sudah meninggal karena melihat kepalanya tertimpa dua tembok dinding),” kata Dadang (65), tetangga Acep yang rumahnya berdampingan.

Istri Acep bersama anak sulungnya yang sudah berada di luar rumah sempat berteriak meminta tolong sampai akhirnya tetangga datang. Proses evakuasi jenazah Acep berlangsung selama 1 jam lebih karena sulitnya akses menuju rumah yang terhalang reruntuhan. Belum lagi untuk mengangkat dua dinding besar yang menimpa kamar Acep.

“Teu aya jalan a soalna gang ka bumi Jang Acep kahalangan ku urugan bangunan sejen (Tidak ada jalan, karena gang menuju rumah Acep  terhalang reruntuhan,” ujar Dadang.

Peci Acep yang tertinggal di reruntuhan rumahnya

Meskipun sudah tertimbun pasir dan debu, anak kedua Acep ditemukan selamat di samping posisi Acep terbaring.

“Ari panyateh boneka, ku abi teh didudut we da posisina ieu di caket mayit (Saya kira boneka, terus saya tarik saja karena posisinya ada di samping Acep),” kata Dadang.

Dadang menunjukkan posisi jenazah Acep

“Alhamdulillah eta budak salamet, awakna tos bodas pinuh ku keusik(Alhamdulillah anaknya selamat meskipun badannya sudah memutih karena tertimbun debu dan pasir),” ujar Muhaimin  yang juga ikut membantu proses evakuasi.

Jenazah Acep akhirnya digotong warga ke lapangan untuk dibersihkan. Tangis warga pecah mengetahui kabar sang sesepuh telah tiada.

 
Dadang menunjukkan posisi jenazah Acep

 

“Nanggis kang sadaya oge, anjeuna memang ngora keneh tebih pisan sareng abimah, tapi tos dijantenkeun sesepuh ku warga (Semuanya nangis, beliau memang masih muda, jauh sekali usianya dengan saya tapi sudah diangkat sesepuh oleh warga),” kata Dadang.

Warga kemudian menghubungi keluarga Acep untuk memberitahu kabar duka tersebut. Setelah dipulasara, menjelang maghrib Acep dimakamkan disamping makam ayahnya di belakang Masjid Arrahman.

“Sadaya warga jajap ka makam, teu aya anu t nangis, kaleungitan pisan (Semua warga mengatarke pemakaman, tidak ada yang tidak menangis, semua merasa kehilangan),” tutur Tini (68) paman Acep.

makam Aah Acep

Purna sudah tugas Acep mendampingi masyarakat Kampung Pasir Angin. Meskipun masih terbilang muda, namun Acep diakui warga adalah sosok yang baik.

“Bingung ayeunamah a, teu aya dei jalmi anu tiasa sapertos anjeuna. Nyaah ka warga, tara seueur gurah geureuh angin ku conto anu sae (Sekarang kami bingung, tidak ada lagi orang seperti Acep yang sayang kepada warga, tidak pernah melarang, hanya memberi contoh yang baik),” kata Dadang yang diiyakan oleh warga lainnya.

Meski sudah tiada, Aah Acep akan selalu menjadi motivasi bagi warga Pasir Angin untuk terus menjadi manusi yang lebih baik di hadapan Allah SWT. Atas jasanya berdakwah dengan ramah, bergaul dengan akhlakul karimah.

“Terakhir pendak sareng abi teh dua hari sebelum kajantenan, anjeuna nyarios kie ka abi (Terakhir bertemu dengan saya itu dua hari sebelum kejadian, dia berkata begini), “Ayeunamah gedekeun we shalawat” (Sekarang itu harus memperbanyak shalawat),” ujar Imam mengenang pesan terakhir Acep.

 

Pesan yang Sama Kepada Beberapa Warga Beberapa Hari Sebelum Wafat

Jurnis mencoba mewawancarai sejumlah warga untuk menanyakan perihal pesan-pesan terakhir Acep kepada warga Kampung Pasir Angin. Kagetnya, kami menemukan jawaban yang sama dari beberapa orang. Acep berpesan kepada warga untuk bertaubat dan bersiap-siap karena akan terjadi kekacauan.

Pesan pertama diterima oleh Muhaimin. Muhaimin mengaku sangat dekat dengan Acep. Acep sering mampir ke rumah Muhaimin yang berdampingan dengan rumahnya untuk sekedar ngopi dan berbincang ringan.

“Harita teh poe naon atuh nya da acan lami, anjeuna teh nganjang ka bumi, da caket pisan sareng abdi  mah. Terus nyarios anjeuna teh, “Duh Mang euy, asa piriweuheun alam dunya teh (Saat itu, harinya saya lupa tapi belum lama, beliau mampir ke rumah, terus beliau berkata “Duh Mang, seperti akan ada kekecauan di  dunia),” kata Dadang mengenang pesan terakhir Acep.

Pesan senada juga disampaikan Acep dalam acara pengajian Ibu-ibu di kampung sebelah. Acep berpesan kepada jamaah untuk bertaubat kepada Allah karena sesuatu yang buruk akan terjadi.

“Geura tarobat ayeunamah, ieu teh waktu teh ges deukeut ngan duka iraha-irahana mah, ngan ceuk katerangan mah kitu (Segerlah bertaubat, karena sesuatu yang buruk akan terjadi dalam waktu dekat, tapi tidak tahu kapan),” ungkap Tini menceritakan kembali pesan Acep dalam pengajian yang dihadiri istri Tini.

Tidak ada satupun yang menyangka itu akan menjadi pesan terakhir Acep dan menjadi kenyataan.

Penulis: Ally M Abduh

Bagikan