JENEWA (Jurnalislam.com) – Qatar telah mengumumkan bahwa pihaknya sedang mempertimbangkan tindakan hukum terhadap empat negara Arab yang dipimpin oleh Arab Saudi dan UEA, menuntut kompensasi atas kerugian yang terjadi karena adanya blokade yang sedang berlangsung.
Ahmed bin Jassim Al Thani, menteri ekonomi Qatar, bertemu kepala organisasi perdagangan internasional pada hari Selasa (18/7/2017) di Jenewa, Swiss, untuk membahas kasus kompensasi tersebut.
Qatar telah menyiapkan sebuah tim hukum khusus untuk mempelajari tindakan yang diambil oleh negara-negara pembanding terhadapnya, menurut sebuah pernyataan dari kementerian ekonomi di Doha.
Secara terpisah, Khalid bin Mohammed al-Attiyah, menteri pertahanan Qatar, mengatakan bahwa negara tersebut bahkan akan membawa kasusnya ke Pengadilan Internasional (the International Court of Justice-ICJ), yang juga dikenal sebagai Pengadilan Dunia (the World Court), di Den Haag.
Karena memiliki cadangan finansial dan dapat terus mengekspor gas alam cair selama ini, Qatar terhindar dari krisis ekonomi yang melumpuhkan akibat blokade tersebut.
Namun, mereka terpaksa mengandalkan pesawat untuk mengimpor makanan, setelah Arab Saudi dan UEA memblokir pengiriman barang ke Qatar.
Beberapa bisnis lain juga terganggu, termasuk maskapai penerbangan nasional Qatar Airways, yang penerbangannya ke Arab Saudi, UEA, Mesir dan Bahrain masih ditangguhkan.
Keputusan tersebut terjadi sehari setelah pejabat Qatar mengatakan bahwa pemerintah mempertimbangkan “tindakan hukum” secara lokal dan internasional mengenai dugaan hacking kantor berita negara.
Berbicara kepada Al Jazeera pada hari Selasa, Marwan Kabalan dari Institut Doha mengatakan bahwa selama beberapa pekan terakhir, Qatar telah mencoba menggunakan “alat yang berbeda untuk melemahkan blokade”.
“Neraca kekuatan” di kawasan Teluk sekarang “condong ke arah Qatar”, terutama setelah informasi the Washington Post mengenai peran UEA dalam hacking yang memicu krisis.
Namun setelah krisis Teluk memasuki pekan kedelapan tidak ada tanda-tanda perselisihan akan segera diselesaikan.
Sebelumnya, Mohammed Cherkaoui, profesor resolusi konflik di George Mason University di Virginia, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa mediasi regional dan internasional telah menghadapi “beberapa kemunduran”. Arab Saudi, UAE, Bahrain dan Mesir memberlakukan blokade darat, laut dan udara di Qatar pada 5 Juni.
Kuartet tersebut menuduh Qatar mendanai “terorisme”, sebuah tuduhan yang ditolak Qatar sebagai “tidak berdasar”.
Pada tanggal 22 Juni, kelompok yang dipimpin Saudi mengeluarkan daftar tuntutan 13-poin, termasuk penutupan Al Jazeera, tidak berhubungan dengan Iran dan mengusir pasukan Turki yang ditempatkan di negara itu, sebagai prasyarat untuk mengangkat sanksi.
Qatar menolak tuntutan tersebut dan keempat negara itu sekarang menganggap daftar tersebut “batal dan tidak berlaku”.
Kuwait berusaha menengahi perselisihan tersebut, dan negara-negara seperti Amerika Serikat dan Prancis telah mendesak kedua belah pihak melakukan perundingan langsung.
Qatar dan beberapa negara telah meminta pencabutan sanksi sebelum perundingan tatap muka dapat dilanjutkan.
Daniel Hannan, anggota Konservatif Inggris di Parlemen Eropa yang mengunjungi Qatar pada hari Senin, mengatakan bahwa blokade yang terus berlanjut di Qatar tidak membantu dalam menyelesaikan krisis.
“Hampir tidak ada situasi di dunia yang tidak diperburuk oleh blokade ekonomi,” kata Hannan kepada Al Jazeera.
Hannan mengatakan bahwa “pencabutan segera” sanksi tersebut dapat membuka jalan bagi perundingan, dengan mengatakan: “Sangat sulit untuk bernegosiasi dengan membawa senjata ke kepala Anda.”