Kesaksian Tokoh Salafi tentang Manhaj Thaliban

Jurnalislam.com – Telah banyak berkembang informasi yang salah tentang manhaj dan aqidah mujahidin Thaliban selama ini. Terutama sekali karena media musuh yang busuk senantiasa merusak citra mereka di mata dunia. Dan mirisnya, hari ini pencitraan buruk itu ikut serta dihembuskan oleh mereka yang mengaku sebagai yang paling bertauhid dan paling bermanhaj salaf. Dengan lancang mereka menuduh mujahidin Thaliban sebagai kelompok sesat karena bermanhaj sufi dan melakukan berbagai bid'ah yang munkar.

Untuk mengetahui pasti bagaimana sebenarnya manhaj Thaliban, mari kita menyimak wawancara yang dilakukan oleh majalah Al-Bayan dengan seorang tokoh gerakan Salafi Afghan Syeikh Ghulamullah, yang merupakan wakil Syaikh Jamilurrahman rahimahullah. Wawancara ini sangatlah adil untuk menjadi bayan dan bukti tentang manhaj yang diusung oleh Thaliban, karena kesaksian ini diberikan oleh sosok diluar Thaliban, bahkan notabene dari jama’ah Salafi yang memiliki banyak perbedaan dengan Thaliban.

Majalah Al Bayan:

Apakah anda mencermati perilaku Thaliban sejak hari pertama mereka menduduki Kabul?

Syaikh Ghulamullah:

Setelah beberapa bulan pasca Thaliban mengambil kendali kepemimpinan, mereka mengumumkan larangan kunjungan ke tempat-tempat ziarah (makam keramat dan lain sebagainya – red.), mereka mengatakan bahwa hal-hal semacam ini tidak diperbolehkan, dan orang-orang di Mazar E-Sharif mematuhi larangan mereka, di sana ada sebuah makam keramat yang diakui sebagai kuburan Ali Radhiyallahu Anhu.

Di Afghanistan, kuburan ini diberi nama “As-Sakhi” (murah hati – red.). Nama tersebut adalah julukan yang mereka berikan kepada kuburan itu, karena kuburan itu akan memberikan segala permintaan yang diajukan oleh siapapun orangnya. Kuburan itu didatangi oleh lelaki maupun perempuan, orang-orang cacat maupun buta, semuanya mengharapkan agar As-Sakhi mengabulkan permintaan mereka.

Ada sebuah adat di Afghanistan yang sudah ada semenjak sebelum saya lahir, yaitu pada hari pertama rasi bintang Aries yang juga dianggap sebagai hari raya Nouruz (hari pertama dalam penanggalan Hijri Syamsi), semua raja yang ada di Afghanistan harus mengangkat sebuah bendera yang mengatasnamakan tempat ziarah As-Sakhi, tujuan dari pengangkatan bendera ini adalah ketika bendera itu diangkat dan tidak jatuh, maka itu pertanda bahwa pemerintahannya tidak akan terguling, sedangkan jika bendera itu jatuh, maka itu menandakan bahwa pemerintahannya akan jatuh. Bertepatan dengan hari raya itu, biasanya akan ada pengumuman liburan selama 3 hari, semua orang akan datang berbondong-bondong ke tempat ziarah itu, sampai-sampai tidak ada yang mengalahkan keramaiannya kecuali keramaian Makkah pada saat ibadah haji diselenggarakan.

Thaliban memerintah di saat hari raya pengangkatan bendera ini hampir tiba, maka mereka mengumumkan bahwa ritual ini tidak disyariatkan dan tidak boleh dilakukan, dan ini adalah amalan yang bertentangan dengan ajaran islam dan tidak akan diselenggarakan setelah hari ini. Maka tidak ada yang bisa datang ke tempat ziarah itu sepanjang liburan 3 hari, liburan pun ditiadakan, dan siapa saja yang mencoba untuk membolos kerja pada 3 hari itu, maka ia akan diberhentikan dari pekerjaannya; jadi intinya mereka melarang kesyirikan tersebut.

Ini juga mereka lakukan di Kabul dan di seluruh wilayah Afghanistan, sebelumnya ada banyak kuburan yang selalu dikunjungi dan disembah-sembah, namun Thaliban membatasi waktu ziarah kubur setiap hari Kamis dari waktu zuhur hingga ashar, dan hanya ziarah yang disyariatkan saja yang diperbolehkan.

Mereka mengumumkan bahwa setiap orang yang menziarahi kuburan-kuburan itu dengan tujuan meminta pertolongan, meminta kesembuhan, atau menjadikannya perantara akan ditahan atau didera, atau bahkan dibunuh jika tidak mau bertaubat, ini yang terjadi setelah mereka berkuasa, pasca pemerintahan Burhanuddin Rabbani.

Majalah Al-Bayan:

Apakah anda merasakan pengalaman secara langsung dengan menyaksikan kondisi ini, atau anda hanya sekedar mendengar tentangnya saja?

Syaikh Ghulamullah:

Saya merasakan pengalaman secara langsung, di Kabul ada sebuah tempat ziarah yang bernama Syahid Syamsyirah, artinya adalah makam raja yang memiliki dua pedang. Makam itu sangat terkenal, menurut legenda, raja tersebut memerangi musuhnya dengan menggunakan dua pedang, dan ketika kedua pedangnya patah ia pun terbunuh dan dikebumikan di makam tersebut. Makam itu disembah dengan segala jenis cara penyembahan. Saya sendiri pernah masuk ke dalam lokasi makam itu, pada bebatuan dan dindingnya tercantum tulisan-tulisan syirik dan syair-syair kufur, ada sebuah tulisan berbahasa Pashtun di makamnya yang berbunyi; “tiada ampunan bagi kami, tiada kenikmatan dan tiada tempat meratap kecuali kepadamu.”

Saat itu saya datang ke Kabul dan berbicara dengan Syaikh Rabbani, saat itu hadir juga Syaikh Sami’ullah, saya katakan:

“Kalian mendeklarasikan pemerintahan islam, dan kalian mengatakan bahwa ini adalah republik islam, lalu mengapa kalian tidak menutup pusat-pusat kesyirikan itu?”

Maka Rabbani pun tertawa dan berkata:

“Wahai Syaikh, anda menginginkan pemerintahan islam secara otomatis, kalian harus sabar.”

Saya pun menimpali:

“Minimal harus ada badan penyelenggara amar makruf nahi mungkar, karena kalau tidak mereka (rakyat) akan mati dalam keadaan syirik, harus ada yang melarang mereka dari melakukan perbuatan-perbuatan syirik itu.”

Namun ia kembali tertawa dan berkata:

“Tidak ada pemerintahan islam yang tegak secara otomatis.”

Namun saya menyaksikan ketika Thaliban datang, mereka melarang semua hal (yang berbau kesyirikan) mereka mengeluarkan segala sesuatu yang ada di makam tersebut, mereka menutup pintunya dan melarang aktivitas ziarah kubur kecuali ziarah yang disyariatkan saja, mereka melarang para wanita untuk ziarah kubur secara mutlak. Sebelumnya di Peshawar, saya selalu mempropagandakan bahwa Thaliban adalah antek Amerika, sebelum saya datang ke Afghanistan, saya selalu memprovokasi siapa sebenarnya Thaliban itu? Saya juga selalu mengira bahwa mereka adalah antek Amerika dan antek Pakistan, ada juga rumor yang mengatakan bahwa mereka adalah para pemuja kuburan yang musyrik serta sekte khurafat Asy’ariyyah Maturidiyyah, semua itu saya dengarkan sebelum saya datang ke Afghanistan. Dan ketika saya masuk ke sana pun, saya masuk secara diam-diam, karena saya takut jika para pemuja kuburan itu membunuh saya!

Sejak awal saya memang berniat untuk mendatangi tempat ziarah Syahid Syamsyirah, dan saya masih meyakini bahwa Thaliban adalah para pemuja kubur, saya bergumam; saya ingin tahu kesyirikan apa saja yang bertambah di dalam kuburan itu. Namun sesampai di sana, saya mendapati gerbang makam itu tertutup, saat itu saya datang bersama 4 orang rekan yang semuanya berjenggot, lalu saya pun mengetuk pintu, seorang lelaki tua datang menghampiri pintu dan membukanya, namun raut mukanya tampak sedih.

Saya pun masuk ke dalam area makam sambil tetap mengenakan sandal, sebenarnya hal ini dilarang, akan tetapi kami bersikap acuh tak acuh, lelaki tua itu menyangka bahwa kami dari Thaliban sehingga ia hanya diam, saya masuk ke dalam namun saya tidak melihat ada spanduk-spanduk syirik dan segala sesuatu yang  berbau syirik bergantungan di sana, hanya ada sebuah spanduk yang isinya adalah sebuah hadits:

كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ اْلآخِرَةَ

“Dulu saya melarang kalian untuk ziarah kubur maka (sekarang) ziarahlah kalian padanya karena sesungguhnya itu mengingatkan kematian”

Serta spanduk lain yang isinya seperti ini:

“Barangsiapa datang ke kuburan ini untuk bertawassul, meminta kesembuhan, atau memohon keberuntungan, maka ia akan dibunuh.”

Maka saya pun merasa gembira luar biasa dan berkata:

“Demi Allah ini lah yang dari dulu kami harapkan.”

Maka saya pun keluar dan bertanya kepada orang tua penjaga makam;

“kemana para pengunjung, spanduk-spanduk, dan kotak-kotak untuk nadzar? Di mana semuanya?”

Sekarang orang tua itu mengira bahwa saya adalah seorang pemuja kubur yang merasa sedih dengan apa yang terjadi pada kuburan itu, maka dia pun menjawab:

“Diam kamu, jika Thaliban mendengar perkataanmu tadi, mereka akan membunuhmu, mereka itu orang-orang kafir wahabi yang melarang hal-hal semacam ini.”

Maka saya pun merasa sangat gembira, setelah itu saya pun menasehati si orang tua, dan ketika dia sadar bahhwa pemikiran saya serupa dengan pemikiran Thaliban, ia tambah bersedih, dia berkata:

“Iya, mereka mengatakan seperti yang kau katakan.”

Di Kandahar ada sepotong kain perca yang diyakini milik Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, kain tersebut dibawa oleh seorang raja dari Bukhara bernama Ahmad Syah Abdali yang datang ke sana. Akhirnya kain itu disembah dengan berbagai macam cara, mulai dari perkataan, amalan, ritual, perbuatan sampai harta. Kain itu diletakkan di atas sebuah pasak yang dijaga dan di bawahnya diberikan tempat kosong, sehingga orang-orang yang datang pun melakukan thawaf mengelilinginya sambil mengharap berkah.

Ketika Thaliban menguasai Kandahar, mereka mengeluarkan kain perca itu dari tempatnya dan mengatakan kepada orang-orang;

“Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa kain tersebut milik Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, namun karena ada kemungkinan bahwa kain tersebut milik baginda, maka kami akan mengamankannya, tetapi kalian tidak diperbolehkan untuk melakukan thawaf mengelilinginya, serta bertawassul kepadanya.”

Jadi mereka melarang kegiatan tersebut dan menyimpan kain tersebut di tempat yang aman.

Saya sudah pernah bertemu dengan mereka, dan saya mendapati bahwa mereka adalah orang-orang yang baik wahai saudaraku. Demi Allah saya tidak pernah berbaiat kepada Thaliban, saya tidak pernah bekerja pada mereka dan tidak ada seorang pun dari mereka yang sengaja mendatangkan saya ke sana, saya hanya ingin mengatakan kebenaran, karena seorang muslim harus mengungkapkan kebenaran tanpa melebihkan ataupun menguranginya.

Sampai di sini kesaksian dari wawancara ini.

Semoga kisah diatas bisa memperluas cakrawala wawasan kaum muslimin tentang siapa dan bagaimana Tahliban yang sebenarnya.

Wallahu a’lam bis shawab.

 

Zarqawi | Muqawamah.com | Jurniscom

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.