Jangan Terpedaya Oleh Politik Sandiwara

Jangan Terpedaya Oleh Politik Sandiwara

Oleh: Athian Ali M. Da’i
Ketua Forum Ulama Umat Islam

JURNIS – Pada tahun politik, khususnya pada masa kampanye, seperti biasanya di negeri ini, rakyat diajak menonton berbagai sandiwara, atau lebih tepatnya “Dagelan Politik” dalam berbagai warna dan bentuknya.

Mendadak para Capres-cawapres begitu sangat rajin keluar-masuk Pesantren, menemui Kiai, menjenguk Ulama yang sedang sakit.
Sehingga di kalangan masyarakat berkembang pemeo “Sebaiknya para ustadz dan para ulama kalau mau sakit, maka sekaranglah sampai bulan April nanti saat yang paling tepat, insya Alloh para Paslon akan berebutan untuk menengok. Selepas bulan April, jangan kaget dan bukan hal yang mustahil, jika di antara para ulama yang sempat dimanjakan tersebut kemudian ditinggalkan, dimusuhi, bahkan tidak tertutup kemungkinan ada yang dikriminalisasikan, sebagaimana yang terjadi selama ini”.

Tiba-tiba masing-masing paslon terkesan “seperti sangat sholeh” saat mereka begitu sibuk hadir di berbagai acara ormas Islam, melaksanakan sholat berjamaah, bahkan menjadi imam dengan bacaan yang boleh jadi membuat sebagian ma’mum merasa harus mengulang sholat mereka.

Masing-masing Capres-cawapres terkesan begitu sangat serius mendengarkan aspirasi ummat, untuk selanjutnya (seperti biasa) dengan lantangnya mereka berkomitmen akan memperjuangkan hak dan kepentingan ummat Islam jika terpilih nanti.

Sandiwara semakin menarik ditonton, ketika sosok Ustadz Abu Bakar Ba’asyir mendadak dibebaskan “tanpa syarat” kecuali konon semata-mata hanya didasari rasa kemanusiaan.
Yang membuat terasa sangat lucu bahkan sangat menggelikan, karena rasa “kemanusiaan” tersebut anehnya tidak pernah ada selama sekian tahun dan baru muncul menjelang Pilpres.
Semakin tampak jika sang sutradara dan para pemeran di panggung terkesan asal tampil menarik tanpa skenario yang jelas, sehingga jalan ceritanya terkesan sangat kacau, terbukti pada hari berikutnya Menko Polhukam Wiranto menyatakan bahwa pembebasan tersebut masih akan dikaji kembali oleh pejabat-pejabat terkait (REPUBLIKA, Selasa 22 Januari 2019 hal. 1 kol.5).
Pernyataan tersebut tentu saja membuat para penonton semakin bingung dan sulit membedakan mana di antara mereka yang pemain dan mana yang sutradara.
Kebingungan penonton semakin memuncak ketika besok harinya, Presiden Joko Widodo menarik kembali pernyataan sebelumnya soal pembebasan “tanpa syarat”, dengan menyatakan, bahwa upaya pembebasan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir harus sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku, dimana salah satu “syarat” nya, Ustadz Ba’asyir harus menyatakan kesetiaan kepada NKRI dan Pancasila (REPUBLIKA, Rabu, 23 Januari 2019 hal 1 kol. 5).

Sampai di sini sudah bisa dipastikan sandiwara yang semula dimaksudkan untuk “Pencitraan” boleh jadi berbalik menjadi sesuatu yang menjengkelkan yang berpotensi membuat para penonton bubar.

Sayangnya, masyarakat kita masih banyak yang mengira jika sandiwara atau dagelan yang digelar tersebut sesuatu yang nyata. Mereka belum sepenuhnya mampu mencerna (kendati pengalaman yang lalu harusnya sudah cukup membuktikan) bahwa semua itu hanya sekadar “Pencitraan” yang jauh panggang dari api. Akibatnya, yang terpilih pada Pilpres nanti seperti juga yang terjadi sebelumnya, belum tentu putra terbaik bangsa, tapi sangat mungkin hanya putra yang terbaik dalam pencitraan.

Seperti biasanya, nanti setelah dagelan politik usai, maka masyarakat tidak akan lagi menyaksikan sandiwara yang menghibur.
Semua pertunjukan lebih banyak bernuansa kesedihan, mengerikan, bahkan tidak sedikit yang membuat sesak dada bahkan sesak nafas yang membuat sulit untuk menghirup udara kebebasan bahkan kehidupan.

Semua kita tentu saja mafhum, jika masyarakat awam akan cukup sulit menentukan pilihan. Terlebih pasangan yang satu memang belum sempat manggung di panggung besar, kendati pernah manggung di panggung yang agak kecil. Namun, masyarakat harusnya bisa melihat rekam jejak masing-masing. Misalnya, apakah yang dicitrakan dan dijanjikan “doeloe” pada musim kampanye 2014 telah diwujudkan dalam kebijakan yang bersangkutan selama hampir lima tahun berkuasa?

Mudah-mudahan masyarakat, khususnya ummat Islam pada bulan April nanti tidak kembali seperti membeli kucing dalam karung, atau terperdaya janji-janji lisan yang sulit dimintai pertanggung-jawabannya nanti ketika yang bersangkutan sudah tidak lagi berada di panggung sandiwara, tapi berada di panggung nyata untuk memimpin dua ratus sekian puluh juta rakyat agar bisa menikmati kehidupan yang damai, sejahtera dan bahagia lahir batin dalam ridho Allah SWT.

Paslon yang berani menandatangani komitmen politik dihadapan para Ulama, setidaknya lebih layak dipertimbangkan untuk dipilih ketimbang yang sekedar pencitraan dan omong doang, bahkan bertentangan antara janji dengan kenyataan.

Sebelum menentukan pilihan, satu hal yang perlu direnungkan setiap mu’min, jika Rasulullah SAW mengancam bahwasanya pemimpin muslim yang dzalim kelak akan menjadi golongan manusia pertama dari ummatnya yang akan masuk neraka jahannam tanpa hisab, maka yang harus dicamkan setiap mu’min, bahwasanya setiapkali sang pemimpin yang dzalim tersebut berbuat kedzaliman, maka yang memilihnya pasti harus ikut menanggung dosa.

Karenanya, bulan April nanti, jangan salah pilih lagi !!!

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.