Islam dan Jabatan Staf Khusus Presiden

Islam dan Jabatan Staf Khusus Presiden

Oleh : Djumriah Lina Johan*

Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memilih 14 staf khusus (stafsus). Setengah dari total stafsus itu berasal dari kalangan milenial. Sebanyak 7 stafsus milenial itu adalah Adamas Belva Syah Devara (29) – Founder dan CEO Ruang Guru, Putri Tanjung (23) – Founder dan CEO Creativepreneur, dan Andi Taufan Garuda Putra (32) – Founder dan CEO Amartha.

Kemudian Ayu Kartika Dewi (36) – Pendiri Gerakan Sabang Merauke, Gracia Billy Mambrasar (31) – Pendiri Yayasan Kitong Bisa, Duta Pembangunan Berkelanjutan Indonesia, Angkie Yudistia (32) – Pendiri Thisable Enterprise, dan Aminuddin Maruf (33) – Mantan Ketua Pergerakan Mahasiswa Indonesia (PMII).

Mereka akan menjalankan tugas-tugas yang diberikan Jokowi nantinya. Atas pekerjaan itu, mereka akan mendapatkan gaji Rp 51 juta. (Detik.com, Sabtu, 23/11/2019)

Adanya pemilihan stafsus membuktikan inkonsistensi pemerintah. Sebab, sebelumnya pemerintah menginginkan perampingan pejabat dengan menghapus dua eselon demi penghematan anggaran. Namun, sekarang pemerintah malah mengangkat stafsus dan cukup banyak wakil menteri.

Pada dasarnya jabatan staf khusus tidak memiliki tupoksi yang jelas, tidak efektif dan efisien, dan cenderung terkesan memaksakan kehendak. Walhasil, kemungkinan terjadinya tumpang tindih tugas dengan tupoksi menteri dan kantor staf presiden pun tak terelakkan.

Apalagi dengan buruknya ekonomi negeri sekarang. Penggajian sebesar itu dengan tugas yang tidak jelas arahan dan jam kerjanya tentu merupakan pemborosan dan semakin membebani APBN. Tak ayal, hal ini akan berimbas kepada semakin sempitnya kehidupan rakyat.

Tak cukup sampai di situ, adanya indikasi politik akomodatif pun mewarnai pemilihan stafsus. Hal ini terlihat dari latar belakang stafsus milenial yang miskin pengalaman dalam bidang politik pemerintahan, bukan orang yang ahli di bidangnya, bukan representasi masyarakat, berlatar belakang pengusaha, serta adanya sinyal politik balas budi untuk menyenangkan orang-orang yang telah berjasa atas terpilihnya presiden sekarang.

Dengan demikian, pemilihan stafsus sejatinya hanya untuk melanggengkan rezim sekarang bukan demi kepentingan rakyat. Inilah efek dari penerapan sistem kapitalisme sekuler. Dimana para kapitalis lebih didengar suaranya dibanding suara rakyat kecil.

Berbeda sekali dengan Islam yang memiliki cara pandang khas perihal penunjukkan pejabat mulai dari syarat yang jelas hingga tupoksi yang jelas. Pertama, jabatan Khalifah sebagai kepala negara dan pemerintahan. Khalifah atau bisa disebut juga Imam maupun Amirul Mukminin memiliki dua pembantu, yakni Mu’awin Tafwidh dan Mu’awin Tanfidz.

Mu’awin Tafwidh adalah pembantu yang ditunjuk Khalifah untuk bersama-sama mengemban tanggung jawab pemerintahan dan kekuasaan. Sehingga dibutuhkan orang yang mumpuni dalam hal politik pemerintahan Islam.

Kepala negara  memberinya wewenang secara umum dan posisi untuk mewakili dirinya. Seorang Mu’awin Tafwidh yang jujur dan benar akan memberikan manfaat yang besar bagi Khalifah. Sebab, ia berperan sebagai pengingat dan pembantu kepala negara dalam aktivitas pemerintahan.

Sedangkan, Mu’awin Tanfidz merupakan pembantu kepala negara yang ditunjuk oleh kepala negara tersebut karena memiliki kapabilitas untuk membantu implementasi kebijakan, menyertai, dan menunaikan kebijakan kepala negara.

Ia juga sebagai penghubung antara kepala negara dengan struktur dan aparatur negara, rakyat, dan pihak luar negeri. Namun, Mu’awin Tanfidz hanya melakukan tugas-tugas administratif, bukan tugas pemerintahan sebagaimana Mu’awin Tafwidh.

Selain dua pembantu kepala negara di atas, Islam juga memiliki Majelis Umat yang berfungsi sebagai wakil umat dalam melakukan kontrol dan koreksi terhadap kebijakan Pemerintah, memberikan pendapat, masukan, serta nasehat dalam berbagai urusan.

Anggota Majelis Umat dipilih berdasarkan dua asas, yaitu mereka adalah pemimpin kelompok dan mereka ialah representasi umat. Sehingga tidak akan merugikan, mendzolimi hak-hak rakyat, serta penerapan aturan Islam pun berjalan secara menyeluruh tanpa terkecuali.

Dengan demikian, penerapan Islam hingga tataran struktur pemerintahannya akan memberikan kesejahteraan, keadilan, dan terjaminnya hak-hak warga negara.

Maka, tak ada jalan lain untuk meraih tujuan tersebut selain dengan Islam. Itulah janji Allah kepada hambaNya yang beriman, bertakwa, dan mengerjakan amal shalih. Wallahu a’alam bish shawab.

*Praktisi Pendidikan dan Pemerhati Sosial Ekonomi Islam

 

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.