Inggris Cabut Penghargaan ‘The Freedom of Oxford’ pada Aung San Suu Kyi

Inggris Cabut Penghargaan ‘The Freedom of Oxford’ pada Aung San Suu Kyi

LONDON (Jurnalislam.com) – Sebuah penghargaan dari Inggris yang diberikan kepada pemimpin Myanmar kini telah ditarik di tengah kekejaman yang menargetkan minoritas kaum Muslim di negaranya, menyebabkan lebih dari setengah juta Rohingya berlindung di negara tetangga Bangladesh.

Pemimpin Dewan Kota Oxford Bob Price mendukung mosi untuk mencabut penghargaan untuk Aung San Suu Kyi tersebut, lansir Anadolu Agency Selasa (3/10/2017).

Orang-orang “sangat terkejut” dengan situasi di Myanmar, kata Price.

Dia menyebutnya “luar biasa” bahwa Suu Kyi tidak berbicara tentang kekejaman militernya di Myanmar.

Aung San Suu Kyi Pidato pada Dunia, Muslim Rohingya: Suu Kyi Pengkhianat!

Penghargaan The Freedom of Oxford adalah gelar yang diberikan kepada orang-orang yang berbeda dan mereka yang memiliki penghargaan tersebut menurut pendapat dewan dianggap memberikan pelayanan terbaik bagi kota.

St Hugh’s College di Oxford memindahkan potret Suu Kyi dari layar pekan lalu.

Sejak 25 Agustus, sekitar 501.000 orang Rohingya telah menyeberang dari negara bagian Myanmar di Rakhine ke Bangladesh, kata PBB pada 28 September.

Para pengungsi tersebut melarikan diri dari operasi yang kejam di mana pasukan militer Budha Myanmar dan gerombolan Buddha membunuh pria, wanita dan anak-anak, menjarah rumah, dan membakar desa Rohingya. Menurut Menteri Luar Negeri Bangladesh Abul Hasan Mahmood Ali, sekitar 3.000 orang Rohingya tewas dalam tindakan keras tersebut.

Temuan Advokasi Rohingya: PBB di Myanmar Memiliki Peran dalam Pembersihan Etnis

Rohingya, yang digambarkan oleh PBB sebagai kelompok etnis Muslim Rohingya yang paling teraniaya di dunia, telah menghadapi ketakutan yang meningkat atas pembantaian tersebut sejak puluhan orang terbunuh dalam kekerasan komunal pada tahun 2012.

PBB telah mendokumentasikan pemerkosaan massal, pembunuhan – termasuk bayi dan anak kecil – penyiksaan, mutilasi, pemukulan brutal, dan penghilangan yang dilakukan oleh petugas keamanan. Dalam sebuah laporan, penyidik ​​PBB mengatakan bahwa pelanggaran tersebut mungkin merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Bagikan