ARSAL (Jurnalislam.com) – Sekitar 60.000 warga Suriah sangat kesulitan untuk bertahan hidup di sebuah kamp pengungsi di Lebanon timur saat mereka menderita karena kurangnya bantuan kemanusiaan dan kondisi musim dingin yang sulit.
Kondisi musim dingin yang keras melumpuhkan kehidupan warga Suriah karena bantuan tidak dapat mencapai kota perbatasan Lebanon, Arsal, sejak mereka menjadi pengungsi setelah melarikan diri dari perang internal di negara mereka.
Populasi wilayah pegunungan, dekat perbatasan Suriah itu, adalah sekitar 40.000 sebelum perang saudara pecah di Suriah pada 2011, Walikota Arsal Basil al-Hajiri mengatakan kepada Anadolu Agency, Jumat (11/1/2019).
Sambil menyatakan bahwa ada arus migrasi yang kuat ke daerah itu, al-Hajiri menambahkan bahwa jumlahnya pernah mencapai 120.000.
Wilayah itu sudah kesulitan untuk memenuhi kebutuhan rakyat mereka sendiri apalagi untuk menampung sejumlah besar pengungsi, kata al-Hajiri, menambahkan bahwa untuk alasan itu orang-orang mulai pergi dan sekarang sekitar 60.000 warga Suriah yang masih tertinggal di sana.
Dia mencatat bahwa warga Suriah tinggal di 126 kamp tenda yang didirikan di dalam dan di luar kota, dan mencoba untuk melanjutkan kehidupan mereka dengan bantuan kemanusiaan yang disediakan oleh PBB dan organisasi amal internasional.
Namun, ia mencatat, tidak ada cukup bantuan kemanusiaan baru-baru ini.
Al-Hajiri mengatakan mereka menemukan beberapa adegan yang menghancurkan ketika mengunjungi kamp-kamp setelah badai Norma menghantam warga Suriah di kamp-kamp.
“Kami melihat air yang bocor di dalam tenda […] Para pengungsi Suriah di kamp-kamp tenda bahkan tidak memiliki sarana untuk makanan dan pemanasan, yang merupakan kebutuhan dasar kehidupan,” katanya.
Dia mendesak seluruh dunia untuk membantu Suriah, mencatat bahwa Lebanon bukan satu-satunya negara yang memiliki tanggung jawab untuk merawat mereka.
“Kehidupan bahkan menjadi lebih sulit di musim dingin. Tenda yang digunakan di kamp selama 7 tahun tidak lagi berguna.
“Orang-orang kelelahan, putus asa, bahkan ada yang menginginkan kematian,” kata al-Hajiri.

Dia menyoroti bahwa mereka membutuhkan lebih banyak dukungan daripada ketika krisis meletus di Suriah pada 2011, dan mengatakan bahwa ada penurunan dalam kegiatan yang dilakukan oleh Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi (The United Nations High Commissioner for Refugees-UNHCR).
Sejak awal krisis Suriah, al-Hajiri mengatakan bahwa Turki telah memimpin dalam hal bantuan kemanusiaan.
Dia menambahkan bahwa meskipun Turki memberikan kontribusi serius kepada organisasi bantuan, banyak pihak masih tidak menunjukkan sensitivitas padahal bantuan masih sangat dibutuhkan.
Dia juga meminta negara-negara Arab untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada warga Suriah, yang harus meninggalkan rumah mereka dan melarikan diri.
Baca juga:
-
Pemimpin Turki: Uni Eropa Langgar Janji Bantuan Pengungsi Suriah
-
LSM Turki Bagikan 10 Juta Roti di Idlib Suriah
-
Sadis, Pengungsi Suriah Ditahan lalu Disiksa Tentara Lebanon
-
Kini Jumlah Pengungsi Suriah Capai Lima Juta Lebih
Al-Hajiri mengatakan tenda-tenda di kamp-kamp tidak cocok untuk kondisi musim dingin dan mereka tidak dapat menemukan bahan bakar untuk kompor pemanas, sehingga lebih sulit untuk menahan dingin yang ekstrem.
Tahun lalu, delapan warga Suriah kehilangan nyawa saat terjadi kebakaran ketika mereka mencoba menghangatkan diri dengan menggunakan kompor pemanas atau pemanas listrik.
Pada akhir 2017, UNHCR mengumumkan jumlah pengungsi Suriah di Lebanon adalah 997.000.
Para pejabat Libanon telah menyerukan kepada para pengungsi Suriah untuk secara sukarela kembali ke negara mereka sejak tahun lalu. Pihak berwenang mengatakan bahwa para pengungsi menghabiskan sumber daya yang langka di negara itu dan komunitas internasional juga gagal membantu para pengungsi.