Indef Kritisi Pemerintah Soal Standar Garis Kemiskinan

Indef Kritisi Pemerintah Soal Standar Garis Kemiskinan

JAKARTA (Jurnalislam.com) – Data terbaru dari Badan Pusat Statistik(BPS) melaporkan bila garis kemiskinan di Indonesia mengalami kenaikan sebesar 3,63% dari sebelumnya Rp. 387.160 per kapita di bulan September 2017 menjadi Rp. 401.220 per kapita pada bulan Maret 2018.

Data tersebut menunjukkan bila masyarakat Indonesia yang memiliki pendapatan di atas batas garis kemiskinan per Maret 2018, membuat mereka tidak tergolong sebagai orang miskin.

Kenaikan angka garis kemiskinan ini, sebut BPS disebabkan oleh pengaruh harga dan perubahan pada komposisi komoditas yang dikonsumsi.

Standar BPS dalam menilai garis kemiskinan ini yang dikritisi oleh Pengamat Ekonomi Indef, Enny Sri Hartati.

“Pertanyannya, ukuran BPS tersebut apakah cukup untuk memenuhi 2000 kalori per hari jika harga telur saja Rp.30.000/kg dan harga beras Rp. 12.000/kg. Tidak usah pakai indikator internasional yang US$ 2, pakai yang 2000 kalori/hari bagaimana?” terangnya saat ditemui usai diskusi publik di Jakarta, pada Rabu (18/7/2018).

Lebih lanjut, Enny juga menyoroti angka konsumsi rumah tangga yang merupakan salah satu indikator dalam efektivitas program pengentasan kemiskinan.

“Kalau jumlah orang miskin tidak bertambah mestinya daya beli masyarakat meningkat. Tapi pertumbuhan konsumsi rumah tangga kita justru menurun,” kata Enny.

Untuk diketahui, berdasarkan rilis BPS, konsumsi rumah tangga sepanjang kuartal I 2018 tercatat tumbuh sebesar 4,95 persen(yoy). Angka tersebut naik tipis dibandingkan pertumbuhan pada kuartal I 2017 yang sebesar 4,94 persen.

Sementara, data pertumbuhan komponen itu sepanjang 2017 adalah 4,94 persen (kuartal I 2017), 4,95 persen (kuartal II 2017), 4,93 persen (kuartal III 2017), dan 4,97 persen (kuartal IV 2017).

Angka tersebut memang cenderung stagnan, padahal konsumsi rumah tangga menjadi salah satu penyumbang terbesar Produk Domestik Bruto sebesar 56,8 dari total perekonomian negara.

Hal lain yang Enny kemukakan adalah besarnya alokasi dana yang digelontorkan oleh pemerintah belum signifikan mengentaskan kemiskinan di masyarakat.

Sebagai contoh di tahun 2017, pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp. 228,2 trilyun dengan jumlah penduduk miskin mencapai 27,77 juta orang.

Capaian tersebut memang meningkat dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin di tahun 2016 yang sekitar 28 juta orang. Tetapi menurut Enny ada beberapa catatan.

“Dana yang dianggarkan di atas Rp. 100 trilyun dan hanya mampu mengurangi jumlah penduduk miskin sebanyak 1 juta, menurut saya very costly. Bandingkan dengan lembaga filantropis yang dananya hanya puluhan milyar tetapi dana bergulirnya sudah ribuan,” kata dia.

sumber: gatra.com

 

Bagikan