TEL AVIV (jurnalislam.com)– Perang berkepanjangan di Gaza tidak hanya memicu kritik politik, tetapi juga memunculkan krisis partisipasi dalam militer. Media Israel melaporkan bahwa banyak tentara cadangan menolak untuk hadir menjalankan tugas, dengan angka partisipasi yang diperkirakan hanya sekitar 60 persen — bertolak belakang dari klaim resmi pemerintah sebesar 80 persen.
Banyak dari mereka disebut sebagai “penolak abu-abu”: bukan karena alasan moral terhadap operasi militer, melainkan karena kelelahan akibat penugasan berulang kali yang tak kunjung berakhir. Organisasi New Profile, yang mendampingi para penolak dinas militer, menyatakan, “Telah terjadi peningkatan stabil dalam penolakan di antara prajurit cadangan.” Mereka menambahkan bahwa lonjakan penolakan kerap terjadi setiap kali pemerintah mengambil keputusan kontroversial, seperti pelanggaran gencatan senjata atau wacana pendudukan permanen Gaza.
Di sisi lain, ketidakpuasan juga diarahkan kepada komunitas Haredi (ultra-Ortodoks) yang selama delapan dekade dikecualikan dari dinas militer. Mahkamah Agung Israel pada April lalu bahkan meminta Netanyahu menjelaskan alasan pembiaran terhadap keputusan yang seharusnya membatalkan pengecualian ini.
Profesor Yossi Mekelberg turut menyoroti ketimpangan sosial ini,
“Sekarang kita punya situasi di mana beberapa orang telah bertugas hingga 400 hari, sementara yang lain menolak untuk bertugas sama sekali dan mengeksploitasi kekuatan politik mereka dalam koalisi.” terangnya kepada Al Jazeera (10/5)
Lebih jauh, ia mengungkapkan kekhawatirannya terhadap perpecahan dalam masyarakat,
“Terdapat begitu banyak racun dalam wacana publik. Kita melihat racun terhadap siapa pun yang mengkritik perang atau perdana menteri, perpecahan antara yang sekuler dan yang religius, dan bahkan dalam gerakan keagamaan.” pungkasnya. (Bahry)
Sumber: Al Jazeera