Berita Terkini

Menjelang Aksi Simpatik 55, GNPF Serahkan Surat Audiensi ke Mahkamah Agung

JAKARTA (Jurnalislam.com) – Delegasi GNPF MUI, Nasrulloh Nasution, hari ini (3/5/2017) menyambangi Mahkamah Agung RI di Jalan Merdeka Utara, Jakarta Pusat. Kedatangannya bersama tim untuk menyampaikan surat permohonan audiensi sehubungan dengan kegiatan aksi simpatik menjaga independensi hakim yang akan dilaksanakan oleh GNPF MUI pada 5 Mei mendatang.

“Hari ini kami sudah menyampaikan surat permohonan audiensi ke Mahkamah Agung terkait pelaksanaan aksi simpatik 55. Surat sudah diterima oleh Humas Mahkamah Agung dan menurut keterangannya akan disampaikan kepada Ketua Mahkamah Agung,” katanya di lokasi.

Nasrulloh berharap pada aksi simpatik 55 yang akan dilaksanakan pada hari Jumat besok, Ketua Mahkamah Agung dan jajarannya berkenan menerima perwakilan GNPF MUI.

“Harapan kami perwakilan GNPF MUI dapat diterima Ketua Mahkamah Agung dan sekaligus dapat menyampaikan dukungan secara langsung ikhwal putusan perkara penodaan agama yang akan diputus oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada tanggal 9 Mei 2017”, ujarnya.

Selain menyampaikan surat permohonan audiensi, Nasrulloh juga menyampaikan 1 bundel berkas surat kepada Mahkamah Agung. Surat tersebut berisi dukungan agar majelis hakim dapat memutus perkara penodaan agama ini berdasarkan keyakinan hati nuraninya dengan mempertimbangkan keadilan masyarakat.

“Seperti yang kami serahkan ke PN Jakarta Utara, kami juga menyerahkan 1 bundel berkas sebanyak 600 halaman lebih berisi surat dukungan, yurisprudensi putusan perkara penodaan agama pasal 156a huruf a KUHP, Pandangan dan Sikap Keagamaan MUI, SEMA No. 11 Tahun 1964, dan video aksi bela Islam,” ungkapnya.

lebih lanjut dari itu, penyerahan berkas dokumen ini diharapkan menjadi pertimbangan bagi hakim dalam menjatuhkan vonis agar putusan yang akan dibacakan Selasa, (9/5/2017) benar-benar mencerminkan rasa keadilan masyarakat, khususnya umat Islam.

Reporter: HA

Berbau Komunis, Gedung Acara Pameran Seni di Semarang Disegel

SEMARANG (Jurnalislam.com) – Forum Umat Islam Semarang (FUIS) bersama ormas lainnya merespon beredarnya pamflet acara berbau komunis yang akan diselenggarakan di bekas Kantor LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Jalan Parang Kembang No. 14, Tlogosari Kulon, Semarang pada 3-6 Mei 2017. Dalam pamflet itu tertera kutipan berbunyi “Bersama kita sadarkan anak bangsa, PKI bukan ancaman tapi solusi untuk mensejahterakan rakyat Indonesia”.

FUIS mendatangi Lurah Tlogosari pada Rabu (3/5/2017) siang untuk mengkonfirmasi acara pameran seni bertajuk “Melihat Lebih Dalam Widji Thukul” tersebut.

Dalam pertemuan itu, Lurah Tlogosari, Eko Yuniarto mengaku belum menerima pemberitahuan dari panitia penyelenggara. “Selama ini kami belum menerima surat ijin dari RT dan RW berkenaan acara tersebut, dari polsekpun belum ada ijin keramaian,” sambungnya.

Humas FUIS, Danang Setyadi menilai acara tersebut berpotensi menimbulkan gesekan di tengah masyarakat.

“Dan apabila acara tersebut tetap dijalankan jangan salahkan masyarakat jika terjadi apa-apa,” ujar Danang.

Sementara itu, perwakilan ormas Laskar Merah Putih, Rahmanto menilai, acara itu sangat berbahaya, terlebih PKI adalah organisasi terlarang di Indonesia.

“Kami menolak paham radikal komunis karena sudah banyak yang gugur, para kiayi, TNI, dan polisi,” ucap Rahmanto.

Dari audiensi itu, dihasilkan pernyataan bersama, yaitu kesepakatan penolakan terhadap acara itu. Pernyataan itu ditandatangani oleh Lurah Tlogosari Kulon, Ketua RW 20 Kelurahan Tlogosari Kulon, Babinsa dan para ormas-ormas yang hadir. Surat Pernyataan itu kemudian ditempelkan di gedung yang rencananya akan digunakan untuk acara.

Sebelumnya, acara itu akan diselenggarakan mulai tanggal 1-6 Mei 2017 di Gedung Serikat Islam Jalan Ligu Selatan Kp. Gendong, Kel. Sarirejo, Kec. Semarang Timur Kota Semarang. Namun akhirnya dibatalkan karena mendapat penolakan dari KOKAM Semarang dan FPI Jawa Tengah.

Berangkat dari Pusdai, API Jabar Ikuti Aksi Simpatik 55

BANDUNG (Jurnalislam.com) – Ketua Aliansi Pergerakan Islam (API) Jawa Barat, Asep Syaripudin menegaskan, pihaknya akan berpartisipasi dalam Aksi Simpati 55 GNPF-MUI pada hari Jumat (5/5/2017) besok.

Dikatakan Asep, aksi 5 Mei merupakan aksi yang ke-33 dalam ikhtiarnya memenjarakan terdakwa kasus penistaan agama, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

“Sungguh pun begitu, pada aksi 5 Mei nanti diharapkan ikhwah fillah API Jabar tetap all out untuk mengikuti aksi tersebut,” katanya kepada Jurnalislam.com di Bandung, Rabu (3/5/2017).

Menurutnya, aksi tersebut sangat penting sebagai bagian dari optimalisasi ikhtiar agar Ahok divonis dengan hukuman maksimal, yatiu 5 tahun penjara.

Saat dikonfirmasi terkait kabar 1 juta warga Jabar yang akan dikerahkan oleh API, Asep tidak memungkirinya. Sebagai basis gerakan Islam, kata Asep, Jawa Barat sangat berpotensi

“Masyarakat Jawa Barat sangat antusias sekali mengikuti aksi 55. Insya Allah dari Jawa Barat akan banyak yang mengikuti aksi 55,” ujarnya.

Rombongan API akan berangkat pada hari Kamis (4/5/2017) malam dengan menggunakan bus dari Pusdai Jabar.

Reporter: Agus Cahyanto

Sambangi PN Jakut, GNPF Berikan Surat Dukungan dan Yurisprudensi

JAKARTA (Jurnalislam.com) – Tim advokasi GNPF MUI menyambangi Pengadilan Jakarta Utara, Rabu (3/5/2017). Rombongan diterima oleh Kepala Humas Pengadilan, Hasiholan Sianturi. Kedatangan ini bertujuan untuk memberikan dukungan kepada Pengadilan, khususnya majelis hakim sebagaimana kewenangannya untuk memberikan putusan seadil-adilnya dalam kasus penistaan agama Ahok.

Ketua tim advokasi GNPF MUI, Nasrulloh Nasution juga menguatkan majelis hakim untuk tidak takut atas intervensi yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu sebagaimana dugaan terjadi pada Jaksa Penuntut Umum.

“Kita meminta majelis hakim agar dalam putusannya terbebas dari segala intervensi pihak luar,” tegas Nasrulloh.

Bersamaan dengan itu Nasrulloh juga memberikan satu bundel dokumen setebal 575 halaman berisi perkara penodaan agama yang telah diputus pengadilan.

“Kita berharap majelis hakim mempertimbangkan keadilan yang telah hidup dan sudah dirasakan masyarakat bahwa selama ini penoda agama dihukum pidana penjara,” paparnya.

Nasrulloh dan rombongan selanjutnya bergerak menuju Mahkamah Agung untuk menyampaikan hal yang sama.

Reporter: HK

Ketua Majelis Hakim Cecar Social Kitchen Soal Tarian Telanjang dan Miras

SEMARANG (Jurnalislam.com) – Ketua Majelis Hakim Unggul SH.MH menegaskan, Islam mengajarkan amar ma’ruf nahi munkar. Pernyataan itu disampaikan terkait langkah Laskar Umat Islam Surakarta (LUIS) yang mensomasi Social Kitchen yang menggelar pornoaksi dan menjual miras.

Karena itu, Unggul meminta agar kafe dan resto di Solo itu menaati norma-norma agama yang berlaku di masyarakat.

“Kalau di situ ada tarian telanjang, apakah itu penghargaan terhadap wanita?” tanya Unggul kepada Marketing Social Kitchen, Ita dalam Sidang lanjutan Insiden Social Kitchen di Pengadilan Negeri Semarang, Jawa Tengah, Selasa (2/5/2017).

Ita yang duduk di depan majelis hakim hanya terdiam. Tak lama berselang, Unggul kembali bertanya kepada perwakilan Social Kitchen itu.

“Sekarang pertanyaannya apa penghargaan kita kepada perempuan? Kalau memiliki anak perempuan, apakah ibu setuju anak perempuan ibu melalukan seperti itu?”

“Tidak, pak,” jawab Ita, pelan yang hadir dengan mengenakan rok dan baju lengan panjang bermotif biru.

Unggul juga menyinggung terkait penjualan minuman keras oleh Social Kitchen. Sebelumnya, Ita mengakui jika Social Kitchen menjual miras karena telah mengantongi izin.

“Ibu kan beragama Islam. Apakah Islam membolehkan menjual miras?”

“Tidak pak,” jawab Ita.

Usai memberikan kesaksian, INA mencoba meminta keterangan Ita l soal tarian telanjang dan penjualan miras. Namun Ita mengelak untuk memberikan keterangan lebih jauh.

“Tanya pemiliknya aja deh. Jangan tanya saya,” ujar Ita yang segera pergi meninggalkan pengadilan.

Reporter: Pizaro/INA

Pimred: Ranu Beritakan Kasus Social Kitchen Sejak 2015

SEMARANG (Jurnalislam.com) – Pimpinan Umum Panjimas.com, Widiarto menegaskan wartawannya, Ranu Muda, telah melakukan peliputan mendalam soal Social Kitchen sejak tahun 2015.

Dalam insiden di Social Kitchen, Widiarto menegaskan Ranu berkapasitas sebagai jurnalis dan bukan anggota Laskar Umat Islam Surakarta (LUIS).

Ia pun menyerahkan bukti tertulis Ranu sebagai wartawan Panjimas.com beserta sejumlah copy pemberitaan Social Kitchen ke Ketua Majelis Hakim Unggul SH.MH.

“Ranu sudah membuat reportase atau pemberitaan Social Kitchen sejak Oktober 2015. Berita pertama Ranu soal pesta miras yang dipromosikan melalui sebuah reklame,” ujar Widiarto yang hadir sebagai saksi meringankan di Pengadilan Negeri Semarang, Jawa Tengah, Selasa (2/5/2017).

Kiprah Ranu dalam menginvestigasi kasus Social Kitchen pun berlanjut pada tahun 2016.

“Pada Juli 2016, Ranu memberitakan kedatangan LUIS ke Social Kitchen yang menggelar tarian telanjang,” ujar pria yang akrab disapa Widi ini.

Selain itu, masih di tahun 2016, Ranu kembali melakukan peliputan saat LUIS memberikan surat somasi ke resto yang terletak di Solo itu.

Saat ditanya Jaksa apakah Panjimas.com menginstruksikan Ranu untuk melakukan peliputan tersebut, Widiarto menegaskan hal itu dilakukan inisiatif Ranu sendiri.

“Di Panjimas.com, Ranu diperkenankan melakukan liputan langsung karena dia redaktur,” jelas dia. Widiarto juga menjelaskan bahwa wartawannya juga anggota Jurnalis Islam Bersatu (JITU).

“Sebagai redaktur, Ranu juga berfungsi sebagai korlip (koordinator liputan),” tambahnya.

Reporter: Pizaro/INA

Ketika Zafa Memendam Rindu Kepada Ranu

HINGGA saat ini anak pertama Ranu Muda Nugraha masih beranggapan bahwa ayahnya sedang bekerja di luar kota. Padahal, telah empat bulan wartawan Panjimas.com ini dikurung di Lapas Kedungpane, Semarang, Jawa Tengah. Ia dituduh terlibat aksi perusakan saat melakukan peliputan di Sosial Kitchen, sebuah resto dan bar di Banjarsari, Solo, Jawa Tengah, pada Desember 2016 silam.

“Anak saya pernah bertanya, mengapa abi (ayah) gak pernah pulang?” cerita Nuraini, isteri Ranu, ketika dijumpai Islamic News Agency (INA) Senin, 1/5, di rumahnya di Ngasinan, Rt 3 Rw 4, Desa Kwarasan, Kecamatan Grogol, Sukoharjo, Jawa Tengah.

Nuraini sulit menjawabnya. Sebab, ia mengaku belum siap berterus terang kepada Zafarani, gadis kecil berusia 7 tahun yang biasa disapa Zafa ini. “Ia belum paham. Jadi saya merasa belum saatnya saya bercerita kepada dia,” kata Nuraini lagi.

Akhirnya Nuraini hanya berkata bahwa ayahnya saat ini sedang bekerja di luar kota, jauh dari Solo. Sebab itulah ayah tidak bisa pulang.

Sang bocah suatu hari merajuk. “Umi, boleh saya melihat tempat kerja abi?”

“Tidak boleh nak. Jauh! Nanti abimu terganggu,” jawab sang ibu yang telah mendampingi Ranu selama 8 tahun ini.

Gadis kecil itu tak mau menyerah. “Tolong telepon abi. Tanya apa boleh saya lihat tempat kerja abi,” kata bocah yang masih duduk di kelas 1 SD ini lagi sebagaimana ditirukan oleh Nuraini.

Akhirnya Nuraini meminta pendapat kakak iparnya. Sang kakak mengusulkan agar Zafa diberi kesempatan melihat ayahnya di Lapas Kedungpane, Semarang.

Lalu, pada Sabtu (22/4), hari yang dinanti Zafa tiba. Untuk pertama kalinya sejak Ranu ditahan, gadis kecil itu bisa bertemu ayah yang dirindukannya.

Ranu, saat bertemu INA menjelang sidang pada Selasa (2/5) di Pengadilan Negeri Semarang menceritakan bagaimana ketika buah hatinya bertemu dirinya pada hari itu.

“Apa ini tempat kerja abi yang baru?” tanya Zafa sebagaimana ditirukan Ranu.

“Ya nak. Ini tempat kerja abi yang baru. Teman kerja abi banyak di sini,” jawab Ranu.

“Boleh aku melihat ruang kerja abi?” kata Zafa lagi.

Ranu terdiam. Bagaimana pun Zafa belum siap mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada ayahnya. Ranu tak bisa berbuat lain kecuali menolak dengan halus permintaan buah hatinya itu.

“Kelak saya akan ceritakan kepada anak saya apa yang menimpa saya agar dia tahu profesi yang ayahnya jalani ini penuh dengan cobaan,” kata Ranu menutup obrolannya dengan INA.

(Mahladi/Islamic News Agency)

Sidang Kasus Ranu Hadirkan Saksi Ahli Jurnalistik

SEMARANG (Jurnalislam.com) – Sidang lanjutan wartawan Panjimas.com, Ranu Muda di Pengadilan Negeri Semarang, Selasa (2/5/2017), menghadirkan Mahladi Murni selaku saksi ahli jurnalistik. Mahladi adalah mantan Wartawan Republika yang kini menjadi Pimred Kelompok Media Hidayatullah.

Menurut Mahladi, mencari data dan fakta adalah tugas profesional seorang jurnalis. Dalam menjalankan profesinya, seorang jurnalis dibolehkan mengikuti rapat sebuah organisasi demi mendapatkan sebuah fakta yang valid.

Hal ini dipaparkan saksi ahli terkait keterlibatan Ranu yang diundang dalam rapat Laskar Umat Islam Surakarta (LUIS).

“Jadi bisa saja seorang jurnalis ikut rapat dalam organisasi,” papar pria yang mengampu 4 mata kuliah jurnalistik di Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Mohammad Natsir, Jakarta ini, sebagaimana dilaporkan Islamic News Agency.

Hal ini, lanjut Mahladi, lumrah dilakukan para wartawan sebagaimana seorang wartawan terbiasa mengikuti rapat-rapat di DPR.

“Cuma dia tidak boleh memberikan usulan-usulan. Dia hanya boleh merekam,” ujar Mahladi yang sudah 20 tahun menjadi wartawan ini.

Dalam sidang ini, Jaksa lalu bertanya apakah boleh seorang redaktur pelaksana melakukan inisiatif liputan tanpa instruksi pimred. Mahladi mengatakan, hal itu boleh saja dilakukan.

“Dalam struktur redaksi, posisi tertinggii ada di pemimpin redaksi. Di bawah pimred ada Redaktur Pelaksana. Jadi dengan struktur ini, sangat mungkin seorang redaktur pelaksana mengambil keputusan sendiri,” jelas Mahladi menerangkan.

Lebih lanjut Mahladi juga mengatakan, seorang reporter di lapangan bisa melakukan liputan baik karena inisiatif sendiri maupun atas dasar perencanaan redaksi.

“Setelah itu, dia menulis dan hasilnya dilaporkan kepada redaktur,” papar redaktur ahli Majalah Gontor tahun 2003-2007 ini.

Sementara itu, saksi ahli lain yang dihadirkan adalah dosen psikologi Universitas Diponegoro, Dr. Hastaning Sakti.

Wanita yang merampungkan program doktor di UGM ini diminta menganalisa video tindakan Ranu yang memotret insiden di Social Kitchen. Jaksa mempersoalkan apakah itu dilakukan karena sebuah instruksi. Dengan lugas, Hastaning menjawab bahwa hal itu bukan instruksi, melainkan insting.

“Itu adalah insting seorang fotografer,” tukas Hastaning menjelaskan.

Reporter: Pizaro/INA

Sedikitnya 8 Tentara Mali Tewas saat Konvoi Militer Mereka Diserang

MALI (Jurnalislam.com) – Sedikitnya delapan tentara Mali tewas dalam sebuah serangan terhadap sebuah konvoi militer di wilayah barat tengah negara tersebut, menurut seorang juru bicara militer, lansir Aljazzera, Selasa (2/5/2017).

Penyerang bersenjata menyerang kendaraan tentara pada hari Selasa setelah menabrak sebuah tambang di dekat kota Nampala di provinsi Segou yang bergolak.

“Korban sementara adalah delapan orang tewas dan beberapa orang terluka,” kata juru bicara militer Kolonel Diaran Kone kepada kantor berita Reuters, mengatakan sebuah kelompok yang tidak disebutkan namanya sebagai pihak yang bertanggung jawab.

Tidak ada klaim tanggung jawab langsung, namun kelompok pejuang- beberapa terkait dengan Al-Qaeda di Maghreb Islam (AQIM) – telah meningkatkan serangkaian serangan dalam beberapa bulan terakhir dalam sebuah operasi melawan pemerintah Mali dan sekutu internasionalnya.

Juli lalu, 17 tentara tewas dalam sebuah serangan di sebuah pangkalan militer di Nampala, yang berada di dekat perbatasan Mauritania. Serangan tersebut diklaim oleh kelompok Ansar Dine.

Serangan serupa di kota garnisun pada Januari 2015 merenggut nyawa 11 tentara Malawi.

Mali Utara jatuh ke kelompok yang terkait dengan AQIM pada bulan Maret 2012. Kemudian mundur dari kota-kota utama karena sebuah intervensi militer pimpinan-Perancis pada tahun berikutnya, namun kini telah menyebar ke selatan.

Pasukan pertahanan Mali didukung pasukan Prancis dan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Akhir pekan lalu, pemerintah memperpanjang keadaan darurat enam bulan.

Tiga kelompok Mali terkait al-Qaeda sebelumnya baru-baru ini bergabung untuk menciptakan “Kelompok untuk Mendukung Islam dan Muslim” (the Group to Support Islam and Muslims-GSIM), yang dipimpin oleh Iyad Ag Ghaly dari Ansar Dine, dan telah membunuh tentara lebih jauh ke timur dekat perbatasan Burkina Faso.

Trump dan Putin dalam Sambungan Telepon: Bagaimana Caranya Kalahkan Kelompok Jihad

WASHINGTON (Jurnalislam.com) – Presiden AS Donald Trump berbicara dengan rekan Rusia Vladimir Putin melalui telepon pada hari Selasa (2/5/2017), kata Gedung Putih.

Trump telah berbicara melalui telepon dua kali dengan Putin sejak menjabat pada bulan Januari.

Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov membenarkan rencana pembicaraan tersebut pada hari Selasa, dalam sebuah komentar kepada kantor berita Ria Novosti, lansir World Bulletin.

Kedua orang tersebut membahas bagaimana caranya mengalahkan kelompok jihad di Suriah, menurut para pejabat.

Terakhir kali, pada tanggal 3 April, Trump menjanjikan dukungan ke Rusia atas serangan bom mematikan di metro Saint Petersburg yang menewaskan 15 orang.

Hubungan AS dengan Rusia berada di bawah pengawasan setelah badan intelijen AS mengatakan bahwa hacker yang diarahkan oleh Kremlin mengakses jaringan Komite Nasional Demokrat menjelang pemilihan yang memenangkan Trump di Gedung Putih.

FBI sedang menyelidiki hubungan antara rekan kampanye Trump dan pemerintah Rusia. Pentagon sedang menyelidiki penasihat keamanan nasional Trump, Michael Flynn, mengenai pembayaran yang diterima dari perusahaan-perusahaan terkait pemerintah Rusia.