Banyak Ulama Wafat Saat Pandemi, Program Kaderisasi Ulama Harus Jadi Prioritas

Banyak Ulama Wafat Saat Pandemi, Program Kaderisasi Ulama Harus Jadi Prioritas

JAKARTA(Jurnalislam.com) — Berita duka dari kalangan ulama berturut-turut hadir selama beberapa waktu terakhir. Terbaru, Indonesia berduka dengan wafatnya Syekh Ali Jaber, serta Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf.

Beruntunnya berita duka ini membuat banyak umat Muslim berpandangan tentang terbuktinya dua hadits Rasulullah SAW. Hadits pertama diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim, tentang diangkatnya ilmu keislaman dari umat Islam.

“Diangkatnya ilmu ke-Islaman dari umat Islam, sehingga ketika tidak tersisa lagi seorang ulama, manusia merujuk kepada orang-orang bodoh. Mereka bertanya, maka mereka (orang-orang bodoh) itu berfatwa tanpa ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan,” ujar Kepala Lembaga Peradaban Luhur (LPL), Ustadz Rakhmad Zailani Kiki, Ahad (17/1).

Tak hanya itu, kejadian yang beruntun menimpa ulama seakan menggenapi hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori, tentang salah satu tanda hari kiamat. Tanda itu adalah diangkatnya ilmu dan teguhnya kebodohan.

Dan pandangan tersebut, Ustadz Kiki menyebut ada kekeliruan dari sebagian umat Islam dalam memahami kedua hadits di atas. Kedua sabda Rasulullah SAW tersebut bukan untuk membuktikan maupun tergenapi, yang disebabkan telah banyaknya ulama yang wafat.

Kedua hadits tersebut merupakan peringatan bagi umat Islam dan ulama yang masih hidup untuk tidak lalai, serta lebih giat dan serius dalam melakukan regenerasi.

Kaderisasi ulama yang berkualitas dan miliki kompetensi yang tinggi perlu dilakukan, sehingga ilmu keislaman tidak jadi diangkat atau hilang dari umat Islam dan salah satu tanda kiamat tidak terjadi.

“Dikarenakan jelas, sudah menjadi ketetapan Allah SWT, sunnatullah, bahwa ulama juga manusia biasa, mortal, sehingga pasti mengalami kematian, cepat atau lambat, karena pandemi atau tidak karena pandemi,” kata dia.

Ustadz Kiki lantas menyebut, banyaknya ulama yang wafat secara beruntun bukan hanya kali ini saja. Sejak peristiwa perang Yamamah, Jamal dan perang Shiffin, perang antara sesama sahabat Rasulullah SAW yang merupakan Al-Fitnatul Kubro yaitu fitnah yang paling besar dalam sejarah umat Islam, banyak ulama dari kalangan sahabat yang tewas terbunuh.

Peristiwa yang paling dahsyat adalah saat serbuan pasukan Mongol yang dipimpin Hulagu Khan ke jantung kekuasaan kekhilafahan Abbasiyah di Kota Baghdad pada tahun 1258 M. Serbuan ini bukan saja meruntuhkan Kekhalifahan Abbasiyah, tetapi banyak sekali ulama terbunuh.

Dikisahkan, pasukan Mongol ini membunuh banyak ulama, cendekiawan, membunuh imam-imam masjid dan penghafal-penghafal Alquran, masjid, sekolah dan segala aktivitas keilmuan berhenti total.

Perpustakaan yang merupakan gedung ilmu dihancurkan dan buku-buku yang ada di dalamnya dibakar dan dibuang ke sungai Tigris. Saking banyaknya buku yang dibuang di sungai Tigris, konon, dilaporkan air Sungai Tigris menjadi berwarna hitam sekelam tinta pada hari itu.

Pertanyaannya, apakah dengan peristiwa dahsyat ini, yang ulama banyak sekali terbunuh dan kitab-kitab terbakar habis dan hancur di sungai Tigris, bahkan konon hanya kitab Ihya Ulumidin karya Imam Al-Ghazali yang terselamatkan, lalu serta merta ilmu keislaman diangkat, hilang dari umat Islam dan salah satu tanda kiamat tergenapi?

“Jawabannya jelas tidak. Karena setelah itu generasi ulama muncul kembali dan kitab-kitab keislaman kembali banyak diterbitkan. Ini terjadi karena umat Islam dan ulama yang tersisa sangat gigih melakukan regenerasi, kaderisasi ulama,” ucap Ustaz Kiki.

Hal yang sama ia sebut juga harus terjadi dengan wafatnya ulama karena pandemi. Peristiwa meninggalnya banyak ulama karena pandemi tidak hanya terjadi saat Covid-19 menyebar. Namun, tidak serta merta ilmu ke-Islaman diangkat dan hilang, maupun tanda kiamat tergenapi.

Bagi para ustadz dan mubaligh, Ustaz Kiki berpesan agar jangan berceramah yang terkesan menakut-nakuti. Ia meminta agar ustadz tidak membuat umat berpandangan keliru tentang banyaknya ulama yang wafat, terutama di masa pandemi Covid-19 ini, sehingga umat menjadi makin sedih, pesimis, bahkan putus asa.

Terlebih, ia mengingatkan saat ini banyak umat sedang merana karena kesulitan ekonomi dan pendidikan, akibat pandemi Covid-19 yang masih belum jelas kapan berakhirnya. Ia meminta para pendakwah untuk memberikan ceramah yang membangkitkan optimisme, harapan dan kebahagiaan.

Memang, ketika ada ulama yang wafat bahkan dalam jumlah banyak, uumat Islam harus bersedih. Namun, kesedihan itu harus dibalas dengan kerja keras bersama ulama yang masih ada, untuk melakukan regenerasi, kaderisasi, agar kedua sabda Rasulullah SAW tersebut tetap menjadi peringatan yang tidak terjadi.

Sumber: republika.co.id

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.