FILIPINA (Jurnalislam.com) – Puluhan ribu pendukung kelompok pejuang Muslim terbesar Filipina, Front Pembebasan Islam Moro (Moro Islamic Liberation Front-MILF) berkumpul pada hari Ahad (29/7/2018) untuk membahas sebuah hukum bersejarah yang memberikan mereka otonomi, dengan satu harapan bahwa hukum itu akan membuat “impian perdamaian” mereka menjadi kenyataan.
Presiden Rodrigo Duterte pekan lalu menandatangani undang-undang yang menandakan langkah penting untuk mengakhiri pejuangan Muslim di bagian selatan Filipina yang sebagian besar beragama Katolik yang telah menewaskan sekitar 150.000 jiwa sejak tahun 1970-an.
Ketua Pembebasan Islam Moro Sambut Baik Ratifikasi Undang-undang Bangsamoro
Anggota Front Pembebasan Islam Moro, pendukung serta penduduk lokal dari berbagai wilayah pulau Mindanao di selatan, termasuk wanita berjilbab dan pejuang membawa senjata, beramai-ramai ke kamp pejuang utama di sana untuk konsultasi.
Para pemimpin mereka mencari dukungan untuk undang-undang sebelum referendum, yang menciptakan wilayah otonom yang diperluas dan bertujuan untuk mengakhiri salah satu konflik terpanjang dan paling mematikan di Asia.
“Ini adalah impian kami. Jika kami mengakhiri ini [pertempuran], semoga kami bisa hidup damai,” kata Nasser Samama, seorang pejuang pejuang veteran berusia 61 tahun, kepada kantor berita AFP di Camp Darapanan, lansir Aljazeera.
“Kebanyakan orang menginginkan perdamaian dan kami juga berada di pasukan [Front]. Apa yang [Front] capai bukan hanya untuk kelompok kami, tetapi untuk seluruh Mindanao.”
Pejuang Muslim telah lama berjuang untuk kemerdekaan atau otonomi di Mindanao, yang mereka anggap sebagai tanah leluhur mereka.
Filipina akan Segera Bentuk Pemerintahan Islam di Mindanao
Undang-undang ini bertujuan untuk menegakkan perjanjian damai 2014 yang rapuh dan rentan di mana Front berjanji untuk menghentikan upayanya memperjuangkan kemerdekaan dan meletakkan senjata dari 30.000 pasukannya sebagai imbalan untuk pemerintahan sendiri (otonom).
Berdasarkan undang-undang, sebuah entitas politik baru yang dikenal sebagai Daerah Otonomi Bangsamoro akan menggantikan daerah otonom saat ini yang dibuat setelah kesepakatan tahun 1996 dengan kelompok pejuang lain, Front Pembebasan Nasional Moro.
Daerah Otonomi Bangsamoro direncanakan akan memiliki kekuatan lebih dan mencakup area yang lebih besar.
Para pemimpin pejuang menyetujui tindakan itu tetapi mengatakan bahwa masyarakatnya perlu mendukung undang-undang itu agar bisa lolos dari plebisit.
Pada hari Ahad, banyak anggota kelompok, yang telah mengalami konflik selama puluhan tahun, mengatakan mereka mendukung hukum baru itu.
“Ini adalah awal dari perdamaian di Mindanao. Ini adalah awal dari perjanjian damai antara Muslim dan Kristen,” kata ibu rumah tangga Babaidi Budain.
Beberapa orang menyatakan kekhawatiran mereka bahwa undang-undang baru tersebut tidak akan membawa pembangunan ke daerah yang kaya sumber daya, tetapi dilanda kemiskinan itu.
“Semua orang di Mindanao harus memanfaatkan peluang yang ditawarkan daerah itu. Jika tidak, akan sama saja, Bangsamoro tidak akan berhasil,” kata pekerja masyarakat Nasser Sulaiman.