Kehilangan Lebih dari 30 Desa, IS Ledakan Hotel Bintang Lima di Kota Mosul

IRAK (Jurnalislam.com)Islamic State (IS) meledakkan sebuah hotel bintang lima di kota Mosul, di utara Irak saat operasi untuk merebut kembali kota yang dikuasai IS tersebut sedang berlangsung.

Berbicara kepada Anadolu Agency pada hari Sabtu (22/10/2016), petugas Irak Saadi al-Shemari mengatakan militan telah menanam bom jenis TNT di Ninova International Hotel di Mosul utara dan meledakkannya.

“Hotel mewah berlantai 11tersebut rusak parah,” katanya.

Terletak di tepi Sungai Degla, hotel yang memiliki 236 kamar itu dianggap yang terbesar di Mosul.

Pekan lalu, militer Irak, yang didukung oleh serangan udara koalisi pimpinan AS, melancarkan serangan untuk merebut Mosul.

IS telah kehilangan lebih dari 30 desa sejak serangan dimulai, saat tentara Irak dan sekutunya maju di kota melalui beberapa arah.

IS merebut Mosul, kota terbesar kedua di Irak, pada pertengahan 2014 sebelum menduduki sebagian besar wilayah di utara dan barat negara itu.

Tentara Irak, didukung oleh sekutu lokal di darat dan koalisi udara yang dipimpin AS, merebut kembali banyak wilayah beberapa bulan terakhir. Namun IS masih menguasai beberapa bagian negara, termasuk Mosul.

Protes atas Penutupan Masjid, Ribuan Muslim Roma Shalat Jumat di dekat Colosseum

ITALIA (Jurnalislam.com) – Ribuan Muslim shalat Jumat di dekat Colosseum Roma untuk memprotes penutupan Masjid dan tempat ibadah Muslim lainnya di Italia, World Bulletin melaporkan, Jumat (21/10/2016).

Sholat dilakukan atas pembatasan yang tidak adil pada kebebasan untuk mempraktekkan keyakinan umat Islam di negara itu, menurut panitia yang menyebut aksi mereka adalah merespon penutupan lima masjid darurat baru-baru ini dengan alasan administrasi.

Jamaah bersujud di atas sajadah dan terpal pada trotoar beberapa meter dari amphitheater kuno Colosseum Roma. Beberapa membawa spanduk bertuliskan “Perdamaian” dan “Buka kembali Masjid”.

Banyak Muslim Italia menduga pemerintah daerah menanggapi iklim ketidakpercayaan yang disebabkan oleh serangan baru-baru ini di Eropa dengan menutup tempat-tempat ibadah dengan alasan masalah mudah diselesaikan, seperti membatasi jumlah toilet di tempat tertentu.

Protes itu diselenggarakan oleh muslim Bangladesh, Dhuumcatu, yang mengeluh bahwa tempat ibadah Muslim di Roma dicap ilegal oleh otoritas dengan alasan pelanggaran bangunan.

Muslim Italia ingin City Hall campur tangan.

“Kami merasa orang menunjukkan jari mereka pada kami,” kata Francesco Tieri, seorang mualaf yang bertindak sebagai koordinator untuk sejumlah kelompok Islam.

“Tidak ada kemauan politik untuk mengakui bahwa kami ada di sini dan bahwa kami adalah masyarakat yang damai. Kami terpaksa menyewa tempat untuk sholat – Yang bagi kami adalah seperti menghirup udara… yaitu jika kami tidak dapat melakukannya, kami mati.”

Politikus Barbara Saltamartini – dari Partai Liga Utara yang anti-imigrasi – menyebut demonstrasi hari Jumat tersebut sebagai “provokasi yang tidak dapat diterima” yang seharusnya tidak pernah diizinkan untuk berlangsung di Roma.

Polisi mengkonfirmasi penutupan beberapa tempat ibadah (Masjid). Dalam sebuah pernyataan, polisi mengatakan pihak berwenang menjamin kebebasan berpikir, tetapi dalam kerangka hukum.

Di Italia, Islam tidak diakui sebagai agama resmi, tidak seperti Yudaisme atau Mormon, dan banyak umat Islam dari Afrika Utara dan Asia Selatan merasa didiskriminasikan atas dasar ras dan agama.

Menurut angka resmi, ada lebih dari 800.000 Muslim yang tinggal di Italia secara legal, dan para pejabat memperkirakan 100.000 lainnya hidup di sana secara permanen tanpa surat-surat resmi.

Angka itu menunjukkan bahwa komunitas Muslim berjumlah lebih dari 1,5 persen dari populasi dan Islam adalah agama kedua yang paling-diikuti di negara Romawi yang sebagian besar Katolik itu.

Sebagian sholat berlangsung di rumah dan pusat-pusat kebudayaan Islam – sebuah peningkatan yang oleh beberapa politisi sayap kanan katakan membuat mereka sulit untuk memantau, dan takut meningkatkan risiko “radikalisasi”.

Menteri Dalam Negeri Angelino Alfano mengatakan pada bulan Agustus bahwa “masjid mini di garasi” seharusnya tidak diperbolehkan.Partai-partai sayap kanan telah menyerukan larangan pada setiap Masjid yang dibangun dengan dana dari donor di luar Italia.

Roma adalah rumah bagi Masjid terbesar di dunia barat, namun usulan untuk membangun masjid bergaya tradisional di tempat lain sering menghadapi perlawanan dari dewan lokal.

Komandan Nurddin al Zanki: Pertempuran untuk Bebaskan Aleppo akan Segera Digelar

SURIAH (Jurnalislam.com) – Komandan faksi Nurddin al Zanki “Tawfiq Shahabuddin” mengumumkan bahwa “Grand Epic of Aleppo” pertempuran untuk membebaskan kota Aleppo dan mematahkan pengepungan rezim Assad di wilayah timur dari kota akan dimulai, ElDorar AlShamia meaporkan Jumat (21/10/2016).

Shahabuddin pada akun Tweet-nya: “Dalam nama Allah, dan Allah Maha Besar, sebentar lagi orang-orang di Aleppo akan bergembira, Islam dukung kalian melalui panah malam (Doa-doa kalian, maka doakanlah), mungkin Allah akan menjadikan kita penakluk.

Dia juga sampaikan pada faksi revolusi dengan mengatakan, “wahai faksi Revolusi tinggalkan perbedaan Anda, dan singkirkan lengan baju Anda, dan berperilaku sebagai satu tubuh, karena perbedaan sumber kekalahan kita, Rabb melarang kita, berarti bahwa tidak akan ada revolusi setelah hari ini.”

Dia juga mengirim pesan kepada warga sipil di daerah yang akan dibebaskan, di mana ia berkata, “Wahai orang-orang kami di daerah yang akan dibebaskan mungkin Anda pernah membantu para (mujahidin) pejuang, dan menyelamatkan keluarga yang terjebak, dengan melakukan yang terbaik, ia menyampaikan pada pendukung revolusi mengatakan, “wahai pendukung revolusi, kami meningkatkan dukungan pada Anda untuk keberhasilan pertempuran ini, dengan harta atau usaha, pada setiap pertempuran yang terjadi sebelumnya tapi pertempuran untuk Aleppo adalah satu-satunya yang kita butuhkan.”

Shahabuddin juga bersumpah pada pasukan Syiah Assad dengan tegas mengatakan, “Shabiha Bashar tunggu balasan dari kami dan kami akan menghancurkan kalian.

Shahabuddin berjanji bahwa ruang operasi faksi Jaysh al-Fath, di samping ruang operasi Fateh Haleb dalam waktu dekat akan memulai pertempuran baru yang ditujukan untuk mematahkan serangan yang ditujukan pada distrik-distrik timur Aleppo, dan untuk menguasai wilayah baru di distrik-distrik barat, di mana lebih dari lima ribu mujahidin sedang mempersiapkan untuk menyerang, sumber militer kelompok melaporkan.

Ahrar al Syam Bunuh 20 Pasukan Assad di Barat Ghouta

SURIAH (Jurnaislamcom) – Sekitar 20 anggota pasukan Nushairiyah Assad dilaporkan tewas oleh perangkat peledak improvisasi (IED) pada Jumat di kota yang terkepung “Deir Khobiah” di Barat Ghouta, lansir ElDorar AlShamia, Jumat (21/10/2016).

Faksi jihad Ahrar al Syam, menurut kantor Media kelompok, meledakkan 2 bom IED yang dilewati mobil yang membawa anggota pasukan rezim Assad, hingga menyebabkan kematian lebih dari dua puluh pasukan di jalan ke Deir Khobiah di barat Ghouta, dan menghancurkan sebuah kendaraan yang dilengkapi dengan senapan mesin kaliber 23 mm di garis depan, di pabrik “al-Malek” di kota yang sama.

Faksi telah mampu mematahkan serangan yang dilancarkan pada kota Khan al-Sheih di Ghouta barat Damaskus, membebaskan kota “Deir Khobiah” yang sekitar lima bulan lalu telah dikepung pasukan rezim Assad.

Kekhawatiran Meningkat akan Kemungkinan Konflik Sunni-Syiah di Mosul

ANKARA (Jurnalislam.com) – Saat operasi militer untuk memperebutkan kota Mosul di utara Irak dari Islamic State (IS) dimulai awal pekan ini, beberapa pihak telah menyuarakan keprihatinan mereka akan konsekuensi yang mungkin muncul dari konflik Sunni-Syiah di wilayah tersebut.

Mereka telah menyuarakan peringatan terhadap keterlibatan langsung milisi Syiah dalam membebaskan kota menyusul laporan bahwa IS telah melakukan kekejaman terhadap penduduk Sunni di bagian lain Irak.

“Ada risiko konflik internal antara pasukan Peshmerga dan Hashd al-Shaabi [milisi Syiah] setelah IS sepenuhnya keluar dari Irak,” kata mantan Kepala Staf Umum Irak Babekir Zebari.

“Posisi terlemah di Irak adalah Sunni Arab dan Turkmen,” tambah Abdul-Nasir al-Mahdawi, mantan gubernur provinsi Diyala Irak.

“Kurdi mendapatkan dukungan internasional dan Syiah yang berkuasa saat ini; Turkmen tidak memiliki kekuatan yang melindungi mereka. Sehingga sangat normal jika Turki peduli dengan mereka,” katanya.

Mahdawi menyarankan agar Irak dan Turki bekerja sama untuk memastikan bahwa tidak ada kelompok etnis di wilayah tersebut yang menjadi target.

Peran Turki dalam operasi itu telah menciptakan ketegangan antara Ankara dan Baghdad, yang telah meminta bantuan Turki setelah jatuhnya Mosul ke tangan IS pada Juni 2014.

Sejak itu, pasukan Turki telah melatih ribuan pejuang Irak dan Peshmerga di sebuah kamp di Bashiqa, sebelah timur laut Mosul.

Tapi Baghdad baru-baru ini mulai mengeluh tentang kehadiran pasukan Turki dan bulan lalu pertengkaran diplomatik meletus mengenai masalah ini.

Presiden Recep Tayyip Erdogan telah berulang kali menekankan bahwa pasukan Turki akan tetap berada di Bashiqa.

Erdogan menunjuk kekhawatiran Turki atas kepentingan penduduk Arab dan Turkmen Sunni di Mosul.

Sekretaris Jenderal Turkish-Arab Dialogue Platform dan penasihat dari Abdullah Gul, mantan Presiden Turki, Ersat Hurmuzlu juga berpendapat bahwa Turki tidak bermain dengan sektarianisme di wilayah tersebut.

“Ada Sunni dan Syiah Turkmen di Tal Afar [kabupaten di Provinsi Nineveh barat laut Irak],” katanya, dan mengutip Erdogan saat mengatakan: “Tal Afar milik orang-orang yang berada di sana.”

Hurmuzlu menekankan bahwa integritas teritorial Irak sangat signifikan bagi Turki.

Pemimpin Iraqi Turkmen Front Irsyad Salihi juga menunjuk kehadiran warga di Mosul dari berbagai agama dan etnis.

Menggarisbawahi “sensitivitas” masalah ini, Salihi mengatakan: “Kami berharap tidak ada hal buruk yang terjadi di Mosul, yang akan menguntungkan IS.”

“Mereka yang mendorong IS di wilayah ini adalah kekuatan yang ingin melihat Irak terbagi, Muslim didorong pada konflik sektarian, dan runtuhnya perekonomian daerah,” tegasnya.

Awal pekan ini, pasukan Irak, yang didukung oleh serangan udara, melancarkan serangan untuk mengambil kembali Mosul – benteng terakhir IS di Irak utara, yang dikuasai oleh IS sejak pertengahan 2014.

Imam Masjid Agung Taipei: Ibadah Boleh Sesuka Hati Namun Dukungan Keuangan dari Negara Tidak Ada

TAIWAN (Jurnalislam.com) – Imam Masjidil Haram Taipei mengatakan bahwa umat Islam diperlakukan setara di negara pulau kecil yang otonom, meskipun ia mengatakan mereka tidak mendapatkan dukungan keuangan dari pemerintah.

Dalam sebuah wawancara dengan Anadolu Agency, Kamis (20/10/2016) Ibrahim Gao mengatakan bahwa sekitar 200.000 Muslim di Taiwan bebas untuk beribadah sesuka hati.

“Umat setiap agama dapat dengan bebas melakukan kegiatan mereka sendiri di bawah kerangka konstitusional dan hukum,” katanya.

Dia menyoroti kesamaan sistem Taiwan, tetapi mengeluh tentang kurangnya dukungan keuangan dari pemerintah yang mengatakan bahwa mereka yang mempraktekkan Islam merupakan “minoritas kecil dari [keseluruhan] penduduk” yang berjumlah 23 juta.

Dari 200.000 Muslim di negara itu, hanya setengah yang merupakan penduduk setempat, kata Gao, dengan sisanya adalah migran yang tiba di negara itu karena alasan pekerjaan.

Karena mereka tidak hidup sebagai satu komunitas, “mereka secara politik lemah,” katanya.

Imam juga mengangkat isu kurangnya perwakilan Muslim di parlemen dan lembaga-lembaga negara.

Masjid Agung Taipei adalah yang terbesar dan paling terkenal di antara tujuh masjid Taiwan.

Bagaimanapun peran Masjid tersebut dalam masyarakat lokal lebih besar daripada di banyak komunitas Muslim lainnya karena sekolah Taiwan tidak menawarkan pendidikan agama, baik itu Islam, Kristen, atau Budha.

“Ini adalah tanggung jawab orang tua untuk pendidikan agama Islam bagi anak-anaknya,” kata Gao, menambahkan bahwa mereka juga mengatur kegiatan pendidikan di Masjid-masjid.

Warga sipil Aleppo Tolak untuk Meninggalkan Kota

ALEPPO (Jurnalislam.com) – Unjuk rasa meletus pada Kamis malam di distrik-distrik timur Aleppo yang terkepung, di mana penduduk daerah tersebut mengkonfirmasi mereka menguasai kota dan menyatakan penolakan mereka untuk pergi, ElDorar AlShamia melaporkan, Kamis (20/10/2016).

Aksi dukungan menyambut faksi Syrian Resistance yang menggagalkan serangan sengit terhadap kota, mengecam serangan yang dilakukan oleh pasukan Syiah Nushairiyah Assad dan sekutunya (Rusia dan Iran), untuk menekankan kepatuhan penduduk terhadap mereka – namun mereka bertekad untuk tinggal di lingkungan mereka dan tetap bertahan.

Koalisi pejuang Suriah di Aleppo mengatakan, tujuan Moskow dan rezim Syiah Bashar al-Assad adalah mengosongkan warga sipil di daerah yang dikuasai mujahidin dan para pejuang oposisi sehingga mereka dapat mengambil alih seluruh kota.

“Mereka berbicara tentang koridor kemanusiaan, tapi mengapa mereka tidak mengirimkan bantuan makanan dan obat-obatan untuk masuk ke Aleppo timur yang terkepung meringankan penderitaan kami? Kami hanya ingin pembom Rusia menghentikan pembunuhan anak-anak kami. Kami tidak ingin pergi,” kata Ammar al-Qaran, penduduk di distrik Sakhour kepada Aljazeera.

Bagian Timur Aleppo yang terkepung mulai hidup dalam keadaan tenang setelah gencatan senjata diumumkan oleh Rusia, yang akan diperpanjang dalam upaya menekan rakyat dan faksi perlawanan untuk keluar menuju provinsi Idlib, tapi di hari pertama gencatan senjata tidak ada keluarga yang pergi ke arah jalur keluar.

Perang Hari Ke-5: Pengakuan Warga Sipil Mosul kepada Al Jazeera

IRAK (Jurnalislam.com)Al Jazeera berbicara kepada penduduk yang terjebak di dalam kota saat pertempuran untuk merebut kembali Mosul memasuki hari kelima.

Keluarga di Mosul, Irak, mengatakan mereka hidup dalam ketakutan dan putus asa saat operasi militer untuk merebut kembali Mosul dari Islamic State (IS) semaakin intens.

Berbicara kepada Al Jazeera di telepon dari dalam Mosul, Kamis (20/10/2016), Abu Yazan, 36, yang tidak mau nama sebenarnya digunakan karena takut akan pembalasan dari kelompok IS, mengatakan “tidak mungkin” melarikan diri Mosul pada tahap ini.

“.. Tidak ada jalan keluar bagi kami sebagai keluarga. Bahkan jika kita berpikir untuk melarikan diri dari kota, yang tidak mungkin pada saat ini. Kami sedang dijadikan sandera; IS menjadikan seluruh kota Mosul sebagai sandera,” kata ayah dari tiga orang anak itu.

Abu Yazan mengatakan satu-satunya jalan yang bisa ditempuh keluarga adalah ke negara tetangga Suriah melalui jalan barat Mosul yang memotong melalui padang gurun. “Saya memiliki tiga anak, yang termuda berusia 4 tahun, dan yang tertua adalah 11 tahun. Saya tidak akan pernah mempertaruhkan nyawa mereka dan menyeberangi gurun dengan mereka. Kami mungkin akan menjadi target, bisa mati kehausan, atau bahkan tersesat.”

Sejak operasi dimulai, Abu Yazan mengatakan IS “meningkatkan jumlah pasukan mereka di kota dan juga meningkatkan penjagaan di pos pemeriksaan,” menambahkan bahwa kelompok itu “memaksa siapa saja yang memiliki kendaraan untuk mengganti plat mobil mereka dengan yang dibuat oleh IS, yang bertuliskan ‘Negara Niniwe’ “, untuk mencerminkan Niniwe Governate – dimana Mosul adalah ibukota khalifah yang mereka proklamirkan sendiri.

Abu Yazan adalah salah satu dari 1,5 juta warga sipil yang terperangkap di dalam kota. Saat Irak, Kurdi dan pasukan koalisi mendorong ke kota, badan-badan bantuan internasional telah memperingatkan konsekuensi potensial terhadap kehidupan sipil.

ac055cc3ec854594a2668a66fdaacb36_18“Ada kekhawatiran nyata bahwa serangan untuk merebut kembali Mosul bisa menghasilkan bencana manusia yang mengakibatkan salah satu krisis perpindahan manusia yang terbesar dalam beberapa tahun terakhir,” William Spindler, juru bicara badan bantuan PBB, mengatakan.

PBB memperkirakan sebanyak satu juta warga Irak mungkin meninggalkan rumah mereka dalam hitungan pekan.

Mosul, kota terbesar kedua di Irak, jatuh ke tangan IS pada bulan Juni 2014 dan saat ini merupakan kubu besar terakhir di negara itu. Walaupun usaha untuk mengambil kembali kota ini dilihat sebagai langkah positif bagi pemerintah Irak, operasi itu memliki risiko yang mengancam hidup warga sipil yang mencoba melarikan diri dari bawah kendali IS atau terjebak dalam baku tembak.

Meskipun banyak ancaman yang berasal dari pasukan IS, organisasi hak asasi manusia telah menemukan bahwa warga sipil juga rentan terhadap penganiayaan oleh milisi Syiah Irak pada Unit Mobilisasi Populer (Popular Mobilisation Units-PMU) yang disponsori negara.

PMU, yang sebagian besar terdiri dari milisi Syiah tetapi juga terdapat kelompok Sunni dan kelompok lain, secara resmi ditunjuk sebagai bagian dari angkatan bersenjata Irak pada bulan Februari 2016, setelah mengambil peran utama dalam memerangi IS sejak tahun 2014.

PMU telah dilaporkan menculik, membunuh, dan menyiksa warga sipil dalam operasi terakhir mereka untuk merebut kembali wilayah dari IS di Ramadi.

Abu Yazan mengatakan penduduk Mosul berharap pasukan PMU “tidak diperbolehkan memasuki kota.”

“Kami terjebak. Tidak ada tempat aman di Mosul. Kami takut akan pemboman acak, kami kuatir jika milisi sektarian Syiah masuk ke dalam Mosul.”

Sebuah laporan terbaru yang dirilis oleh kelompok hak asasi yang berbasis di Inggris, Amnesty International, merinci kebrutalan yang dialami warga sipil di tangan IS, Milisi Syiah Irak, dalam konfrontasi sebelumnya.

ccbcec3019e94bb9ab08bfb046fc010e_9

“Sangat penting bahwa semua pasukan yang terlibat – Irak, Kurdi, dan koalisi pimpinan AS – tidak menargetkan warga sipil dan melakukan segala upaya untuk menghindari serangan yang tidak proporsional di daerah pemukiman sipil, dan memastikan agar warga sipil yang ingin melarikan diri memiliki rute aman untuk melarikan diri,” Donatella Rovera, penasihat respon krisis senior untuk Amnesty, mengatakan kepada Al Jazeera, Rabu.

Menurut PBB, sekitar 3,3 juta warga Irak, atau 10 persen dari 33 juta penduduk Irak, telah mengungsi dari rumah mereka sejak awal krisis pada bulan Januari 2014, ketika IS menguasai sejumlah besar wilayah negara.

Lebih dari satu juta warga Irak mengungsi antara tahun 2006 dan 2008 akibat perang sektarian di Irak, menyusul invasi pimpinan AS dan penjajahan pada tahun 2003. Operasi Mosul ini diperkirakan akan menghasilkan eksodus massal warga sipil lain, yang paling menderita selama konflik.

Abu Yazan mengatakan ia berharap serangan militer akan berakhir secepat mungkin. “Mungkin satu-satunya cara yang mengakhiri penderitaan kita adalah ketika operasi dilakukan dan tentara Irak memegang kontrol atas Mosul.

Setelah Duduki 12 Desa, Pasukan Peshmerga Terus Bergerak Menuju Kota Mosul

IRAK (Jurnalislam.com) – Pasukan Peshmerga pada hari Kamis (20/10/2016) merebut beberapa desa di sebelah timur laut Mosul pada hari keempat operasi militer besar untuk “membebaskan” Mosul dari kelompok Islamic State (IS), menurut sumber-sumber militer.

“Pasukan kami membebaskan 12 desa di tiga sumbu sepanjang perjalanan menuju Mosul dari timur laut,” Younis Al-Quran, seorang perwira militer Peshmerga, kepada Anadolu Agency, Kamis.

Awal pekan ini, pasukan Irak, yang didukung oleh serangan udara koalisi pimpinan AS, melancarkan serangan untuk merebut kembali Mosul – benteng terakhir IS di Irak utara, yang dikuasai mereka Sejak pertengahan 2014.

Enam dari desa yang direbut hari Kamis tersebut terletak di sepanjang sumbu Nawran, lima di sepanjang sumbu Bashiqa dan satu sepanjang sumbu Tel Saqf, kata Al-Quran.

“Dengan pembebasan desa Khorsabad pada sumbu Nawran, pasukan Peshmerga sekarang berada di 12 kilometer sebelah utara Mosul,” kata Al-Quran.

Menurut sumber Peshmerga yang berbicara dengan Anadolu Agency pada kondisi anonimitas karena pembatasan berbicara kepada media, kemajuan mereka didukung oleh kekuatan koalisi udara yang dipimpin AS.

Odai al-Hamdani, seorang perwira tentara Irak, mengatakan kepada Anadolu Agency pada hari Kamis bahwa pasukan khusus Irak telah tiba di daerah Al-Khazir (terletak sekitar 40 kilometer di sebelah timur Mosul) sebelum merencanakan merebut kota lain yang dikuasai IS.

Dalam perkembangan terkait, Departemen Pertahanan Irak mengumumkan bahwa tujuh desa di selatan Mosul telah jatuh ke pasukan Irak, Rabu.

“Pasukan Polisi Federal maju dari selatan sepanjang sumbu Qayyarah dan berhasil merebut kembali desa Al-Bijwaniyah, Al-Bijwaniyah al-Thalitha, Al-Daraj, Al-bikr al-Owla, Al-bikr al-Thaniya, Al-Mankouba dan Al-Raflah,” kata kementerian itu dalam sebuah pernyataan, Kamis.

Ia menegaskan bahwa milisi IS telah mengalami “kekalahan besar” selama pertempuran.

Pada hari Rabu, Kementerian Dalam Negeri mengumumkan bahwa pasukan Irak telah menguasai total 352 kilometer persegi wilayah selatan Mosul sejak operasi untuk merebut kembali Mosul secara resmi dimulai akhir Ahad malam.

Presiden Irak Fuad Masum menyatakan bahwa Mosul – setelah direbut kembali dari IS – akan “diadministrasikan oleh penduduk Mosul itu sendiri dari semua latar belakang agama dan etnis.”

Dalam sebuah pernyataan hari Kamis, Masum menekankan kebutuhan untuk mempertahankan persatuan Irak dengan tujuan mencapai “penghapusan akhir” IS dan membangun “Irak yang stabil dan makmur.”

Mosul akan dibebaskan “oleh rakyat Irak”, tegasnya, dan akan dijalankan oleh orang Irak dari “semua ras dan kepercayaan.”

IS merebut Mosul pada pertengahan 2014 sebelum menduduki sebagian besar wilayah di utara dan barat Irak.

 

Serangan Udara Turki Bunuh 200 Pasukan PKK-PYD di Suriah Utara

ANKARA (Jurnalislam.com) – Serangan oleh pesawat-pesawat tempur Turki menewaskan hingga 200 milisi PKK/PYD di Suriah utara, kata militer Turki, Kamis (20/10/2016), lansir Anadolu Agency.

Dalam sebuah pernyataan, Staf Umum Turki mengatakan antara 160 hingga 200 anggota kelompok teror tewas dalam serangan yang dilakukan sebagai bagian dari Operasi Periai Efrat (Euphrates Shield).

Pernyataan itu tidak menjelaskan lokasi tepat serangan tetapi PKK/PYD baru-baru ini mencoba untuk mengambil Al-Bab, sebuah kota sekitar 37 kilometer (23 mil) di timur laut Aleppo, dalam upaya untuk menyatukan dua wilayah yang mereka kendalikan – Afrin dan Manbij.

Menurut sumber lokal, yang berbicara dengan syarat anonim, serangan ini membawa PKK/PYD ke dalam konflik dengan Tentara Pembebasan Suriah (Free Syrian Army-FSA) yang didukung Turki pada hari Selasa dan Rabu.

Militer Turki tidak memberikan kerangka waktu serangan udara tetapi mengatakan 18 target hancur dalam serangan jet yang menjatuhkan 26 bom. Target termasuk sembilan bangunan yang digunakan sebagai kantor pusat, tempat penampungan dan gudang senjata serta sebuah mobil lapis baja, dua kendaraan bersenjata dan dua kendaraan tak bersenjata, kata pernyataan itu.

Dalam pernyataan sebelumnya yang dikeluarkan Kamis, militer mengatakan 11 target stasioner lain dan tujuh target bergerak hancur dalam serangan yang dilakukan pukul 21:11-23:59 waktu setempat (1811 dan 2059GMT) Rabu.

PYD cabang Suriah keduanya terdaftar sebagai kelompok ektremis yang didukung AS, dan Uni Eropa hanya melihat PKK saja yang dianggap sebagai organisasi teroris.

Operasi Perisai Efrat diluncurkan pada bulan Agustus untuk membersihkan daerah perbatasan utara Suriah dari ektremis. FSA serta tank, artileri dan pesawat Turki menargetkan kelompok IS dan PKK/PYD dalam operasi ini.

PKK melanjutkan operasi bersenjata puluhan tahun pada bulan Juli tahun lalu. Sejak itu, serangan teroris PKK menewaskan lebih dari 700 personel Turki dan juga merenggut nyawa banyak warga sipil, termasuk perempuan dan anak-anak, sementara hampir 8.000 milisi PKK tewas dalam operasi militer.