Arab Saudi dan Uni Emirat Setuju Yaman Dipecah Jadi Dua

Arab Saudi dan Uni Emirat Setuju Yaman Dipecah Jadi Dua

YAMAN (Jurnalislam.com) – Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) cenderung mendukung pembagian Yaman, duta besar kedua negara tersebut untuk PBB mengatakan kepada Al Jazeera.

Dalam wawancara pada hari Rabu (16/05/2018), Ahmad al-Sayyad, duta besar dan kepala delegasi permanen Yaman untuk UNESCO yang berbasis di Paris, mengatakan “ada sinergi antara peran Arab Saudi dan UEA. Ada kecenderungan tersembunyi untuk memecah Yaman.”

Komentar Al-Sayyad muncul setelah krisis atas pulau Socotra, barat daya Yaman.

UAE mengerahkan 300 tentara, bersama dengan tank dan artileri, ke Situs Warisan Dunia UNESCO yang terkenal tersebut pada awal Mei.

Sudah 3 Tahun Konflik, Berikut Sejumlah Fakta Kunci Perang di Yaman

Pasukan Emirat menyita semua lembaga penting di sana, termasuk bandara, pelabuhan dan markas pemerintah, menurut warga.

Langkah itu mendorong aksi protes penuh kemarahan.

“Kami akan mengirim delegasi internasional ke Socotra sebelum berubah menjadi warisan yang terancam,” kata al-Sayyad.

Terletak di sebelah timur Tanduk Afrika di Laut Arab, pulau berpenduduk 60.000 orang, yang dikenal karena flora dan faunanya yang unik, telah dikelola oleh Yaman selama lebih dari dua abad terakhir.

Namun sejak UAE memasuki perang Yaman pada Maret 2015 sebagai bagian dari koalisi pimpinan Saudi yang berusaha untuk menyingkirkan pemberontak Syiah Houthi dan mengembalikan kekuasaan kepada Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi, Abu Dhabi telah mengeksploitasi kekosongan keamanan dan mencoba untuk mendapatkan pijakan di pulau yang strategis tersebut.

Pada hari Senin (14/5/2018), Ahmed Obeid bin Daghr, perdana menteri Yaman, mengatakan krisis telah diselesaikan.

Mengacu pada pergeseran kesetiaan di Yaman, al-Sayyad mengatakan, “setelah tiga tahun hingga sekarang, koalisi masih tidak tahu apa yang diinginkan di Yaman.”

Pertempuran Meningkat di Aden: Pasukan Yaman Dukungan Saudi vs Separatis Selatan Dukungan UEA

“Sudah waktunya untuk duduk dengan koalisi yang dipimpin Saudi dan mencari tahu apa yang mereka inginkan di Yaman,” katanya.

Yaman dan UEA adalah sekutu dalam koalisi yang dipimpin Saudi, tetapi hubungan antara kedua negara itu memburuk ketika pengaruh UAE yang meningkat di Yaman selatan menimbulkan kekhawatiran di kalangan pejabat Yaman.

Sejak diluncurkan pada tahun 2016, Southern Transitional Council (STC) – sebuah gerakan politik yang menuntut pemisahan Yaman selatan – telah meningkatkan tuntutannya untuk memisahkan diri dari utara setelah menerima dukungan patronase dan kemanusiaan dari UAE.

UAE telah mendirikan penjara dan membentuk kelompok bersenjata di wilayah tersebut, yang menyebabkan pejabat pemerintah Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi menuduh pasukan Emirat berperilaku seperti “penjajah.”

UEA Bentuk Pasukan Kesukuan untuk Perangi Pemerintah Yaman

Sejak itu, STC telah dituduh memunculkan perpecahan sektarian dan kebencian di Aden, dengan lonjakan serangan terhadap banyak warga Yaman yang melarikan diri dari serangan udara koalisi yang intens di provinsi Taiz, Hodeidah dan Sanaa.

Secara terpisah, kelompok hak asasi Amnesty International mengatakan pada hari Kamis (17/5/2018) bahwa puluhan ribu warga sipil mengungsi selama serangan pemerintah Yaman terhadap pemberontak Houthi di sepanjang pantai barat negara itu, yang didukung oleh pasukan darat dan pesawat tempur koalisi.

Setelah melakukan investigasi lapangan, perwakilan Amnesty mengatakan mereka “sangat khawatir dengan serangan sembarangan dan pelanggaran hukum humaniter internasional.”

“Mereka membuat kehidupan dan mata pencaharian ratusan ribu warga menjadi lebih berisiko.”

Laporan itu menambahkan: “Ketika kedua belah pihak terlibat dalam bentrokan sengit, bermacam-macam amunisi, peluru dan pecahan peluru merobek rumah-rumah sipil, dan serangan udara koalisi pimpinan Arab Saudi juga menewaskan dan melukai warga sipil.”

“Warga sipil yang terperangkap di tengah menghadapi berbagai pelanggaran hukum humaniter internasional oleh kedua belah pihak.”

Bagikan