Angkat Isu Pakaian, Dewan Muslimah Kanada: Wanita Muslim di Quebeq Ditargetkan

Angkat Isu Pakaian, Dewan Muslimah Kanada: Wanita Muslim di Quebeq Ditargetkan

KANADA (Jurnalislam.com) – Quebec telah mengeluarkan undang-undang kontroversial yang akan membatasi wanita Muslim, dan individu lain yang menutupi wajah mereka, untuk menerima layanan publik, termasuk berada di dalam bus umum.

Suara anggota legislatif provinsi adalah 65 berbanding 51 untuk mendukung undang-undang tentang netralitas agama, yang dikenal sebagai Bill 62 (RUU 62), pada hari Rabu pagi (18/10/2017).

Undang-undang tersebut memaksa warga untuk menunjukkan wajah mereka agar dapat menerima atau memberikan pelayanan publik di provinsi yang berbahasa Prancis tersebut.

Ketentuan ini berlaku untuk pegawai provinsi dan kota – termasuk dokter, perawat, guru dan pekerja penitipan anak – dan petugas angkutan umum.

Shaheen Ashraf, anggota Dewan Wanita Muslim Kanada (the Canadian Council of Muslim Women) yang berbasis di Montreal, mengatakan bahwa dia “terganggu serta tidak tenang dan marah” ketika undang-undang tersebut disahkan.

Kelompok Hak Asasi Manusia Tolak Undang-undang Larangan Cadar di Kanada

Wanita Muslim di Quebec “merasa ditargetkan” oleh undang-undang, yang merupakan rangkaian terbaru dari serangkaian upaya pemerintah provinsi untuk “mengangkat isu pakaian wanita Muslim”, Ashraf mengatakan kepada Al Jazeera.

“Pesan yang mereka kirim untuk para wanita tersebut adalah Anda tinggal di rumah dan tidak keluar rumah karena mereka memilih untuk menutupi wajah mereka dan mereka tidak dapat naik bus atau menggunakan kendaraan umum atau menerima layanan apapun,” dia menambahkan.

“Jadi apa yang harus mereka lakukan?”

Menteri Kehakiman Quebec Stephanie Vallee pertama kali mengajukan tuntutan undang-undang itu pada tahun 2015 setelah beberapa tahun melakukan perdebatan di provinsi tersebut mengenai simbol-simbol keagamaan di ranah publik dan masalah akomodasi religius untuk kaum minoritas.

Ribuan Muslim AS Hadiri Penghormatan pada Remaja Muslimah yang Dibunuh Sadis

Vallee selama ini membela undang-undang tersebut, mengatakan kepada CBC News pekan ini bahwa ini tentang “hidup bersama dalam harmoni.”

“Ini adalah RUU tentang pedoman dan jelas menetapkan netralitas negara,” kata Vallee.

Partai Liberal, yang memegang mayoritas di legislatif provinsi, mendukung RUU tersebut, sementara partai oposisi menolaknya karena mereka mengatakan bahwa tindakan tersebut tidak berjalan cukup jauh.

Larangan tersebut akan segera berlaku, namun pemerintah provinsi belum memberikan panduan yang jelas mengenai bagaimana lembaga publik harus menanggapi bila ada orang yang datang dengan wajah tertutup.

Pemerintah diharapkan membentuk panitia untuk segera memberikan pengarahan.

Ihsaan Gardee, direktur eksekutif Dewan Nasional Muslim Kanada, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa undang-undang tersebut adalah “pelanggaran kebebasan beragama yang tidak dapat dibenarkan” yang bertentangan dengan Piagam Hak dan Kebebasan Kanada.

Gardee menambahkan bahwa kelompok advokasi akan menempuh jalan hukum “untuk membela hak-hak fundamental dan kebebasan Muslim Kanada dan, lebih jauh lagi, semua warga Kanada”.

Pemerintah telah mengatakan bahwa setiap orang akan dapat mengajukan pengecualian berdasarkan akomodasi religius.

Seorang Muslimah Pembuat Film ‘Amerika Berjilbab’ Memecah Stereotip Kelompok Islamophobia

Pemerintah berencana untuk mengeluarkan panduan sebelum Juli tentang bagaimana pembebasan akomodasi keagamaan semacam itu akan dialokasikan.

Saat ini, undang-undang tersebut menyatakan bahwa akomodasi dimungkinkan karena beberapa alasan, termasuk selama itu “tidak membahayakan prinsip negara tentang netralitas agama.”

Namun para ahli hukum dan walikota di seluruh provinsi telah mempertanyakan bagaimana pembebasan semacam itu, dan undang-undang itu sendiri, akan dilaksanakan.

Denis Coderre, walikota Montreal, kota terbesar di Quebec, menuduh pemerintah provinsi melangkahi kewenangannya dengan memberi tahu kota bagaimana mereka dapat mengelola layanan publik.

Coderre mengatakan bahwa Bill 62 tidak mungkin diterapkan.

“Apakah kita akan mengajarkan kepada supir, ‘Saya telah menjadi polisi burqa atau niqab, dan saya akan memutuskan siapa yang naik bus atau tidak?'” Coderre mengatakan pada bulan Agustus seperti dikutip oleh Globe and Mail.

“Dan jika pengemudi mengatakan bahwa Anda bisa masuk, apakah kita akan memiliki warga yang membawa undang-undang itu ke tangan mereka sendiri?”

Sementara itu, Maxime Pedneault-Jobin, walikota Gatineau, Quebec, baru-baru ini mengatakan kepada CBC bahwa undang-undang tersebut adalah “solusi untuk masalah yang tidak ada melainkan hanya masalah prinsipal saja.”

Haroun Bouazzi, co-president AMAL-Quebec, sebuah asosiasi yang bekerja dalam isu sekularisme dan kewarganegaraan di provinsi tersebut, mengatakan bahwa banyak umat Islam di provinsi ini takut untuk berbicara menentang undang-undang tersebut.

“Orang-orang takut karena perdebatan sangat keras,” katanya kepada Al Jazeera.

Bouazzi mengatakan bahwa dengan meloloskan undang-undang tersebut, Quebec telah menegaskan bahwa mereka dapat “mencabut hak-hak dasar tanpa alasan yang nyata dan tidak mendesak.”

“Ini hari yang menyedihkan bagi demokrasi di Quebec.”

Bagikan