Al Tsauroh Institute : Siapapun Pemimpinnya, Demokrasi Mustahil Datangkan Kebaikan Hidup

JAKARTA (Jurnalislam.com) – Direktur Al Tsauroh Institute Ustadz Abu Al Izz menanggapi pernyataan dukungan beberapa ormas Islam terhadap salah satu kandidat presiden Republik Indonesia yang akan dipilih secara langsung pada 9 Juli 2014 mendatang.

Kepada Jurnalislam.com beliau mengatakan bahwa terlalu lebay (berlebihan) jika keislaman manusia Indonesia dititipkan kepada para calon presiden RI dalam sistem pemilu yang merupakan anak kandung demokrasi yang telah mengeliminasi syariat Islam itu sendiri.

“Syariah Islam Allah turunkan untuk kebaikan hidup manusia. Kebaikan hidup manusia terjadi apabila terlindungi hak dasarnya, yaitu agama, jiwa, akal, harta diri dan harta. Selain hak nyaman dan tentram serta hak hidup terhormat dan mulia berdasarkan akhlak karimah. Demokrasi dan turunannya telah mengeliminasi tujuan-tujuan syariah tersebut, sehingga mustahil mendatangkan kebaikan hidup terhadap manusia, siapapun pemimpinnya. Karena itu teramat lebay keislaman manusia Indonesia jika dititipkan kepada para calon presiden RI meskipun didukung oleh jutaan ulama,” paparnya kepada jurnalislam.com melalui sambungan telepon, Sabtu (21/6/2014).

Beliau menyayangkan sikap para ulama yang telah menyatakan dukungannya kepada salah satu capres RI tersebut. Ustadz Abu Al Izz menilai sikap mereka itu sebagai dagangan murahan atas nama agama, ketokohan dan keormasan.

“Maka jutaan ulama yang mendorong untuk memilih salah satu calon presiden RI dalam sistem pemilu yang merupakan anak kandung demokrasi, dinilai sebagai dagangan murahan dalam konteks bisnis atas nama agama dan ketokohan serta keormasan,” lanjutnya.

Ustadz Al Izz menduga para ulama dan tokoh-tokoh ormas Islam yang telah memfatwakan keharaman memilih salah satu capres RI itu tidak mengerti esensi hukum. Karena hukum haramnya demokrasi termasuk maklumun minaddin biddhorurah (suatu perkara dalam agama yang sudah diketahui oleh orang awam sekalipun).

“Yang mereka dorong adalah barang haram yang keharamannya termasuk maklumun minaddin biddhorurah, saya menduga mereka tidak mengerti esensi hukum jika sampai mengeluarkan fatwa haram memilih calon tertentu dan wajib memilih calon tertentu,” tegasnya.

Terminologi halal haram, menurutnya adalah terminologi syar’i yang harus merujuk pada landasan yang jelas. “Demokrasinya saja sudah mengeliminasi tujuan syari’ah, maka bagaimana bisa lahir halal dan haram untuk anak kandungnya pemilu?” kata beliau.

Reporter/Editor : Amaif

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.