YERUSALEM (jurnalislam.com)– Pengadilan Distrik Yerusalem menolak permintaan tim pembela Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, untuk mengurangi jumlah hari kesaksiannya dalam persidangan kasus korupsi yang sedang berlangsung.
Menurut laporan harian Yedioth Ahronoth, Hakim Rivka Friedman-Feldman, yang memimpin majelis hakim dalam persidangan tersebut, menolak permintaan Netanyahu agar hanya bersaksi tiga hari dalam sepekan, bukan empat hari seperti yang telah dijadwalkan.
“Sidang akan berjalan sesuai rencana,” kata Friedman-Feldman seperti dikutip media Israel, Ahad (26/10/2025).
Sebelumnya, pada 13 Oktober lalu, Presiden Amerika Serikat Donald Trump dalam pidatonya di Knesset (parlemen Israel) meminta Presiden Israel Isaac Herzog untuk memberikan pengampunan kepada Netanyahu atas dakwaan korupsi yang dihadapinya.
Sementara itu, Komite Menteri untuk Legislasi Israel dilaporkan tengah membahas rancangan undang-undang yang memungkinkan penundaan tak terbatas terhadap persidangan Netanyahu. Jika disetujui, rancangan tersebut akan dibawa ke Knesset untuk diperdebatkan lebih lanjut.
Namun, Jaksa Agung Israel, Gali Baharav-Miara, menentang keras upaya itu.
Ia memperingatkan bahwa langkah semacam itu dapat “memungkinkan pertimbangan politik masuk ke dalam proses pidana,” yang akan merusak independensi hukum Israel.
𝗧𝗲𝗿𝗱𝗮𝗸𝘄𝗮 𝗣𝗶𝗱𝗮𝗻𝗮 𝗣𝗲𝗿𝘁𝗮𝗺𝗮 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗠𝗮𝘀𝗶𝗵 𝗠𝗲𝗻𝗷𝗮𝗯𝗮𝘁
Netanyahu menjadi perdana menteri pertama dalam sejarah Israel yang bersaksi sebagai terdakwa pidana.
Ia menghadapi tuduhan dalam tiga kasus besar yang dikenal sebagai Kasus 1000, 2000, dan 4000, yang mencakup dugaan suap, penipuan, dan penyalahgunaan kekuasaan.
Persidangan ini dimulai pada 24 Mei 2020, dan hingga kini masih berlanjut dengan agenda pemeriksaan saksi dan pembelaan terdakwa.
Selain kasus korupsi, Netanyahu juga menghadapi dakwaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Mahkamah Pidana Internasional (ICC) pada November 2024 telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas kekejaman yang dilakukan terhadap warga sipil di Gaza.
Agresi militer Israel sejak Oktober 2023 telah menewaskan lebih dari 68.000 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak, serta menghancurkan infrastruktur sipil secara besar-besaran di Jalur Gaza. (Bahry)
Sumber: TRT
 
                     
                            