JAKARTA (jurnalislam.com)– Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama menegaskan bahwa produk nonhalal dari luar negeri tetap dapat diimpor dan dipasarkan di Indonesia, selama mencantumkan keterangan “tidak halal” secara jelas dan mencolok pada kemasan.
Penegasan tersebut disampaikan langsung oleh Kepala BPJPH, Ahmad Haikal Hasan, saat mewakili pemerintah Indonesia dalam sidang Technical Barriers to Trade (TBT) World Trade Organization (WTO) yang digelar secara daring pada Rabu malam (25/6/2025).
“Indonesia menggarisbawahi bahwa produk nonhalal masih dapat diimpor dan dipasarkan di dalam negeri, dengan ketentuan bahwa produk tersebut mencantumkan keterangan tidak halal yang jelas dan terlihat, baik dalam bentuk teks, gambar, maupun indikator visual pada kemasan produk,” ujar Haikal Hasan dalam paparannya.
Dalam forum internasional tersebut, Haikal juga menyampaikan apresiasi pemerintah Indonesia kepada delegasi dari Amerika Serikat, Uni Eropa, India, Swiss, Kanada, dan negara lainnya atas perhatian terhadap kebijakan Jaminan Produk Halal (JPH) di Indonesia.
Sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim, ujar Haikal, Indonesia memiliki komitmen kuat untuk melindungi konsumen dalam memperoleh informasi yang akurat dan terpercaya terkait status kehalalan produk yang dikonsumsi.
𝗪𝗮𝗷𝗶𝗯 𝗛𝗮𝗹𝗮𝗹 𝗣𝗿𝗼𝗱𝘂𝗸 𝗜𝗺𝗽𝗼𝗿 𝗕𝗲𝗿𝗹𝗮𝗸𝘂 𝗠𝘂𝗹𝗮𝗶 𝟭𝟴 𝗢𝗸𝘁𝗼𝗯𝗲𝗿 𝟮𝟬𝟮𝟲
Lebih lanjut, Haikal menjelaskan bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 42 Tahun 2024, pemerintah Indonesia telah menetapkan perpanjangan tenggat waktu kewajiban sertifikasi halal bagi produk impor, termasuk makanan, minuman, serta jasa penyembelihan, hingga 17 Oktober 2026. Dengan demikian, mulai 18 Oktober 2026, seluruh produk tersebut wajib bersertifikat halal.
“Perpanjangan ini bertujuan memberikan waktu yang memadai bagi pelaku usaha untuk menyesuaikan diri dan bagi pemerintah untuk menyusun pengaturan kerja sama saling pengakuan (mutual recognition arrangement/MRA) dengan negara-negara mitra,” jelasnya.
BPJPH, lanjut Haikal, juga terus mendorong dialog konstruktif dengan mitra dagang internasional guna menyosialisasikan ketentuan baru terkait sertifikasi dan pelabelan produk halal.
𝗣𝗲𝗻𝗱𝗮𝗳𝘁𝗮𝗿𝗮𝗻 𝗣𝗿𝗼𝗱𝘂𝗸 𝗛𝗮𝗹𝗮𝗹 𝗟𝘂𝗮𝗿 𝗡𝗲𝗴𝗲𝗿𝗶 𝗪𝗮𝗷𝗶𝗯 𝗟𝗲𝘄𝗮𝘁 𝗦𝗜𝗛𝗔𝗟𝗔𝗟
Haikal juga menegaskan bahwa produk luar negeri yang telah bersertifikat halal oleh lembaga sertifikasi halal (LSH) asing tetap wajib didaftarkan ke BPJPH melalui sistem Sihalal sebelum masuk pasar Indonesia.
“Proses registrasi ini penting untuk menjamin ketertelusuran (traceability) status kehalalan produk. Setelah diverifikasi, BPJPH akan menerbitkan nomor registrasi halal untuk produk tersebut,” katanya.
Indonesia pun telah menyampaikan notifikasi kepada WTO terkait revisi Keputusan Kepala BPJPH Nomor 90 Tahun 2023 melalui dokumen G/TBT/N/IDN/175/Add.1, yang mengatur tata cara pendaftaran sertifikat halal dari luar negeri. BPJPH membuka ruang bagi masukan dari para pemangku kepentingan terkait hal ini.
Terkait pelabelan, BPJPH juga telah menerbitkan Keputusan No. 88 Tahun 2023 (G/TBT/N/IDN/174/Add.1) yang memberikan dua opsi pencantuman label halal pada produk impor: menggunakan label halal Indonesia disertai nomor registrasi sertifikat asing, atau label halal Indonesia berdampingan dengan logo lembaga sertifikasi halal asing yang diakui.
𝟴𝟳 𝗟𝗲𝗺𝗯𝗮𝗴𝗮 𝗛𝗮𝗹𝗮𝗹 𝗔𝘀𝗶𝗻𝗴 𝗱𝗮𝗿𝗶 𝟯𝟮 𝗡𝗲𝗴𝗮𝗿𝗮 𝗧𝗲𝗹𝗮𝗵 𝗗𝗶𝗮𝗸𝘂𝗶
Hingga Juni 2025, BPJPH telah menjalin kerja sama saling pengakuan dengan 87 lembaga sertifikasi halal dari 32 negara. Kolaborasi ini diharapkan mampu memperkuat ekosistem perdagangan halal secara global, terutama dengan negara-negara mitra dagang utama.
“Kami tetap terbuka terhadap kerja sama lanjutan dengan lembaga sertifikasi halal luar negeri. Kami percaya, dialog yang konstruktif dalam forum WTO akan memperkuat sertifikasi halal sebagai alat yang mendukung perdagangan internasional, bukan sebagai hambatan,” tutup Haikal.
Sumber: BPJPH