GAZA (jurnalislam.com)– Setelah lebih dari tiga bulan melakukan blokade total yang memperparah krisis kemanusiaan di Jalur Gaza, pemerintah Israel pada Ahad (19/5) mengumumkan akan mengizinkan masuknya bantuan dalam jumlah terbatas ke wilayah tersebut. Langkah ini dilakukan bertepatan dengan dimulainya operasi militer baru Israel yang diberi nama Gideon’s Chariots.
Kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa aliran bantuan dipulihkan “atas rekomendasi militer (IDF) dan kebutuhan operasional untuk memperluas pertempuran guna mengalahkan Hamas.” Bantuan yang dimaksud berupa kebutuhan dasar seperti makanan, dengan alasan mencegah krisis kelaparan yang dianggap dapat menghambat operasi militer.
“Israel akan mencegah Hamas mengambil alih distribusi bantuan kemanusiaan dan memastikan bahwa bantuan tidak jatuh ke tangan kelompok teroris,” tulis pernyataan kantor Netanyahu.
Namun, keputusan ini memicu kemarahan dari dalam koalisi pemerintahan sendiri. Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir menolak langkah tersebut dan menyebutnya sebagai “kesalahan besar”.
“Kita seharusnya menghancurkan Hamas, bukan memberi mereka oksigen,” ujar Ben Gvir dalam pernyataan resminya.
Media Ibrani melaporkan bahwa pembukaan kembali akses bantuan bersifat sementara, sambil menunggu mekanisme distribusi bantuan yang dikembangkan bersama oleh Amerika Serikat dan Israel. Mekanisme yang disebut Gaza Humanitarian Foundation (GHF) itu dirancang untuk mengawasi distribusi bantuan secara ketat menggunakan kontraktor keamanan swasta dan teknologi pengenalan wajah.
Namun, rencana ini mendapat kecaman luas dari organisasi kemanusiaan internasional. Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) menolak berpartisipasi dalam program tersebut.
“Tidak ada alasan untuk menerapkan sistem yang bertentangan dengan prinsip kemanusiaan,” ujar juru bicara OCHA, Jens Laerke.
Organisasi Medical Aid for Palestinians menyebut rencana AS-Israel tersebut sebagai bentuk “hukuman kolektif” dan “persenjataan bantuan” yang menguatkan kontrol Israel atas Gaza.
“Ini adalah alat penindasan baru dalam kampanye genosida terhadap warga Palestina,” kata CEO MAP, Stephen Cutts.
Di tengah pemberian bantuan terbatas ini, Israel terus menggencarkan serangan di seluruh Gaza. Ratusan warga Palestina dilaporkan tewas dalam tiga hari terakhir. Serangan udara juga menargetkan gudang pasokan medis di Kompleks Medis Nasser di Khan Yunis.
Sementara itu, seorang pejabat Hamas menyebut bahwa pembebasan tawanan berdarah AS-Israel, Edan Alexander, dilakukan berdasarkan janji Washington untuk mencabut blokade. Namun, Israel membantah adanya kaitan antara pembebasan tersebut dan kebijakan bantuan.
Dengan blokade yang belum sepenuhnya dicabut dan operasi militer yang terus meluas, krisis kemanusiaan di Gaza diperkirakan akan terus memburuk. PBB memperingatkan bahwa mekanisme bantuan yang dipaksakan justru dapat memicu pengungsian lebih besar dan memperparah penderitaan warga sipil Palestina. (Bahry)
Sumber: Cradle