GAZA (jurnalislam.com)- Serangan brutal Israel di Jalur Gaza kembali memakan korban jiwa. Tim penyelamat Palestina melaporkan sedikitnya 120 orang tewas pada Kamis (15/5), dalam rentetan serangan terbaru yang menghantam wilayah yang sejak lama diblokade.
Sementara itu, sebuah lembaga kemanusiaan yang didukung Amerika Serikat mengumumkan rencana untuk mulai menyalurkan bantuan kemanusiaan ke Gaza pada akhir bulan ini. Bantuan ke wilayah tersebut telah terhenti sejak 2 Maret 2025—kebijakan yang menurut Israel bertujuan menekan Hamas agar memberikan konsesi dalam perundingan.
Namun, Hamas menegaskan bahwa pemulihan bantuan kemanusiaan adalah “syarat minimum” untuk menciptakan suasana negosiasi yang konstruktif. “Akses terhadap makanan, air, dan obat-obatan adalah hak asasi manusia mendasar—bukan sesuatu yang bisa dinegosiasikan,” tegas pejabat senior Hamas, Basem Naim.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa satu-satunya rumah sakit yang masih melayani pasien kanker dan jantung di Gaza telah berhenti beroperasi, setelah serangan Israel pada Selasa (13/5) menyebabkan kerusakan parah dan membuatnya tak dapat diakses.
Pelapor khusus PBB untuk wilayah Palestina, Francesca Albanese, menyebut tindakan Israel sebagai upaya “membunuh sisa-sisa kemanusiaan”. Rekaman video dari AFP menunjukkan puing-puing bangunan hancur di Deir al-Balah, Gaza tengah.
“Kami memohon kepada seluruh lembaga internasional agar menghentikan perang ini. Cukup sudah,” ujar Maher Ghanem, seorang warga Gaza, dengan lengan diperban.
Menanggapi eskalasi serangan, Hamas menyerukan komunitas internasional untuk memaksa Israel bertanggung jawab atas apa yang mereka sebut sebagai “eskalasi biadab”.
Israel sendiri beralasan bahwa tekanan militer dan penghentian bantuan dimaksudkan untuk memaksa pembebasan sandera yang ditawan Hamas dalam serangan pada Oktober 2023, yang memicu perang ini.
Sementara itu, Yayasan Kemanusiaan Gaza—LSM yang didukung AS—mengatakan akan mulai menyalurkan bantuan kemanusiaan bulan ini setelah menjalin komunikasi dengan otoritas Israel. Namun, PBB menegaskan tidak akan terlibat dalam program tersebut.
“Rencana distribusi ini tidak sesuai dengan prinsip-prinsip dasar kami seperti imparsialitas, netralitas, dan independensi,” kata juru bicara PBB, Farhan Haq.
Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, mengakui adanya kritik terhadap rencana itu dan menyatakan Washington “terbuka terhadap alternatif yang lebih baik”.
Mantan Presiden AS, Donald Trump, turut memberikan komentar kontroversial dalam kunjungannya ke Qatar. Ia mengusulkan agar Gaza dijadikan “zona kebebasan” di bawah kendali Amerika Serikat. “Saya punya konsep hebat untuk Gaza… Saya ingin AS mengambil alih dan menjadikannya seperti Riviera Timur Tengah,” ujarnya.
Pernyataan itu langsung ditanggapi pejabat Hamas, Basem Naim, yang menegaskan: “Gaza adalah bagian integral dari tanah Palestina, bukan properti yang bisa dijual di pasar bebas.”
PBB memperkirakan sekitar 70 persen wilayah Gaza kini menjadi zona larangan atau berada di bawah perintah evakuasi oleh militer Israel.
Kementerian Kesehatan Gaza mencatat sebanyak 2.876 warga tewas sejak Israel kembali menggempur wilayah itu pada 18 Maret, sehingga total korban jiwa sejak awal perang mencapai 53.010 orang.
Di pihak Israel, menurut data AFP yang merujuk pada angka resmi, serangan Hamas telah menyebabkan 1.218 orang tewas sejak Oktober 2023. Dari 251 orang yang disandera dalam serangan itu, 57 orang masih berada di Gaza, dengan 34 di antaranya dinyatakan telah tewas.
Sementara itu, di wilayah pendudukan Tepi Barat, ketegangan meningkat setelah seorang wanita Israel yang sedang hamil tewas dalam serangan. Militer Israel bersumpah memburu pelaku, sementara jalan-jalan diblokir dan penggerebekan terus berlanjut.
Di desa Tammun, utara Tepi Barat, pasukan Israel dilaporkan menewaskan lima warga Palestina dalam penggerebekan yang disebut menargetkan bangunan yang diduga digunakan untuk merencanakan serangan. (Bahry)
Sumber: Alarabiya