JAKARTA(Jurnalislam.com)–Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai keputusan PN Surabaya yang mengesahkan pasangan suami istri beda agama merupakan keputusan hakim yang tidak benar dan tepat.
Ketua Komisi Hukum dan HAM MUI, Prof Deding Ishak mengatakan, MUI akan melaporkan hakim tersebut ke Komisi Yudisional (KY) untuk diperiksa. Bahkan, MA diminta untuk turun tangan memeriksa hakim tersebut.
Prof Deding menuturkan, keputusan hakim tersebut bertentangan dan menyimpang secara substansial dari Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Dalam Undang-undang tersebut, kata Prof Deding, sudah jelas bahwa sahnya perkawinan adalah harus sesuai dengan agama dan kepercayaanya.
“Pasal 1 itu jelas ya. Artinya, pelaksanaan perkawinan itu harus sesuai dengan norma, syariat agama, dalam hal ini adalah Islam,” kata dia kepada MUIDigital, Selasa (23/6).
Untuk itu, ia menegaskan bahwa tidak ada istilah kawin campuran yang berbeda agama. Ia memberikan contoh, seorang perempuan Muslimah yang menikah dengan ‘bule’ maka dia harus sama agamanya karena harus mengikuti undang-undang.
Dia mengungkapkan, setiap pembuatan undang-undang harus mempunyai tiga landasan. Ketiga landasannya yaitu filosofis, yuridis dan sosiologis.
Ia menerangkan, secara filosofis, bagaimana membangun ikatan perjanjian suci antara laki-laki dan perempuan yang merupakan sunatullah, apabila berbeda agama dan kepercayaan.
Ia mempertanyakan bagaimana mengurus rumah tangganya dan menilai akan banyak dampak negatifnya.
“Sosiologisnya masyarakat Islam yang memang berpedoman kitabullah, tentu saja syariat Islam itu menjadi pedoman,” sambungnya.
Apalagi, kata Prof Deding, sekarang ini hukum Islam sudah masuk dalam sistem hukum nasional. Seperti Baznas dan Ekonomi Syariah.
“Itu adalah pelaksanaan dari UUD 1945 pasal 1 ayat 1 pasal 29 dan ayat 2 jelas. Pertama, kita negara bebas melaksanakan agama dan kepercayaan,” ungkapnya.
MUI menjadi pihak terkait yuridis. Tokoh Jawa Barat ini menilai, hakim tersebut yang kontroversinya hanya mencari popularitas pada hal yang salah.
Oleh karena itu, sebagai negara hukum, Prof Deding menegaskan, MUI akan menyikapinya dengan langkah melaporkan hakim tersebut ke KY.
“Hakim itu harus diperiksa. MA juga harus turun kalau memang ini komperasi, termasuk pemerintah, Presiden juga, soalnya (masalah) serius ini,” tegasnya.
Prof Deding mengkhawatirkan bahwa hal ini ada yang ‘bermain’. Padahal, agama dan hukum tidak boleh menjadi bahan ‘main-main’.
Sehingga, ia meminta Presiden dan Wakil Presiden untuk memberikan perhatian terhadap masalah ini yang dinilai sangat serius.
“Presiden dan Wakil Presiden harusnya paham ini, harus memberikan perhatian terkait hal ini. Meskipun ada koridor hukum, tapi ini harus jadi perhatian jangan-jangan ini dimainkan. Jadi, janganlah bermain-main dengan agama dan hukum di Indonesia, tidak benar ini,” tegasnya.[]