WASHINGTON (Jurnalislam.com) – Gedung Putih memperkenalkan strategi kontraterorisme baru pada hari Kamis (4/19/2018) yang menurut mereka “jauh lebih luas” daripada rencana mantan Presiden AS Barack Obama.
Strategi baru Presiden Donald Trump adalah yang pertama sejak Obama meluncurkan rencananya pada 2011.
Penasihat Keamanan Nasional John Bolton mengatakan kepada wartawan di Gedung Putih, strategi baru tersebut mengakui “bahwa ada ideologi teroris yang kita hadapi, dan saya pikir sudah lama presiden berpandangan bahwa tanpa mengakui jika kita berada dalam perlawanan ideologi, maka kita tidak bisa mengatasi ancaman teroris dengan benar,” lansir Anadolu Agency.
Baca juga: 58 Rakyatnya Tewas dalam Serangan di Konser Musik, Trump: Itu Kejahatan Murni Saja
Walaupun menegaskan retorika bahwa pemerintahan Obama bersikeras tidak membantu dalam perang melawan terorisme, strategi baru tersebut mencerminkan banyak aspek dari rencana Obama, dan juga dari Presiden George W. Bush.
“Gerakan teroris hari ini lebih cair dan kompleks dari sebelumnya,” kata laporan itu. “Meskipun kami telah berhasil menggagalkan serangan skala besar di tanah air sejak 2001, kami belum cukup mengurangi ancaman keseluruhan yang ditimbulkan teroris.”
Strategi tersebut berusaha untuk “membongkar” jaringan militan, dan “memutuskan” sumber kekuatan mereka sambil tetap memberikan tekanan untuk mencegah kemunculan mereka kembali.
Baca juga: Pelaku Pembantaian Massal di Gereja AS Seorang Kristen, Trump: Itu Gangguan Mental
Strategi baru ini juga berusaha memprioritaskan “kemampuan non-militer,” termasuk pencegahan perekrutan, dan upaya untuk mendorong kembali propaganda online.
“Ini termasuk meningkatkan keterampilan dan sumber daya masyarakat sipil dan mitra non-tradisional untuk mengurangi upaya teroris dalam meradikalisasi dan merekrut orang di Amerika Serikat,” katanya.
Baca juga: 17 Tahun Perang Lawan Taliban Gak Kelar-kelar, Komando Pasukan AS dan NATO Diganti
Penekanan laporan itu pada Iran merupakan cerminan dari Bolton, yang telah lama mengambil pendekatan hawkish ke Republik Iran dan terus melakukannya setelah mengambil alih pos Gedung Putih pada bulan April.
Saat berbicara kepada wartawan, dia juga menyebut Teheran sebagai “bank sentral internasional terorisme” setelah revolusi 1979, dan mengatakan dengan mendukung berbagai kelompok militan di wilayah itu “terus menimbulkan ancaman bagi Amerika Serikat dan kepentingan kita.”