Uni Eropa: Pasca Konflik Bashar Assad Tidak lagi Presiden!

Uni Eropa: Pasca Konflik Bashar Assad Tidak lagi Presiden!

LUXEMBOURG (Jurnalislam.com) – Presiden Bashar al-Assad tidak memiliki masa depan pasca-konflik Suriah, pada akhirnya nasibnya berada di tangan rakyat Suriah, menteri luar negeri Uni Eropa mengatakan Senin (3/4/2017) dalam menanggapi pergeseran kebijakan AS yang jelas.

Namun pekan lalu Washington mengisyaratkan tidak lagi akan fokus pada penggulingan Assad karena berkonsentrasi pada pertempuran yang lebih luas terhadap kelompok-kelompok pejuang di Suriah.

Ketika ditanya apa yang dimaksudkan dengan pernyataan itu untuk kebijakan Uni Eropa, kepala blok urusan luar negeri Federica Mogherini mengatakan bahwa ia percaya bahwa Assad “tidak mungkin” untuk kembali ke status quo di Suriah.

Setelah hampir tujuh tahun perang, “tampaknya benar-benar tidak realistis untuk percaya bahwa masa depan Suriah akan persis sama seperti dulu di masa lalu,” kata Mogherini saat ia tiba untuk pertemuan para menteri luar negeri Uni Eropa di Luxembourg.

“Tapi rakyat Suriah yang akan memutuskan, yang jelas … setiap solusi yang dapat diterima oleh semua orang Suriah, kami akan mendukungnya.”

Para menteri luar negeri kemudian mensahkan pernyataan yang mencatat: “Uni Eropa mengingatkan bahwa tidak akan ada perdamaian abadi di Suriah di bawah rezim Assad saat ini!”

Dikatakan sekitar 13,5 juta orang Suriah kini membutuhkan bantuan kemanusiaan di dalam wilayah Suriah sementara lima juta lainnya mencari perlindungan di Negara tetangga, seperti Turki dan negara-negara regional lainnya.

Mogherini pada hari ini Selasa (4/4/2017) bersama dengan PBB menjadi tuan rumah konferensi dua-hari di Brussels membahas masa depan Suriah yang difokuskan pada situasi bencana kemanusiaan di negara itu setelah perang yang telah merenggut lebih dari 320.000 jiwa.

Mogherini menekankan bahwa ini adalah bagian dari upaya untuk mempersiapkan akhir perang dengan baik, sementara pembicaraan damai yang disponsori PBB di Jenewa terus mencari penyelesaian damai dan Rusia serta Turki menengahi pembicaraan gencatan senjata antara Damaskus dan kelompok oposisi.

Menteri Luar Negeri Jerman Sigmar Gabriel mengatakan dia yakin posisi Amerika Serikat yang berubah pasti “lebih realistis”, karena jika bersikeras bahwa Assad harus mundur dari awal hanya akan menghasilkan kebuntuan.

“Tapi ada satu hal yang tidak boleh terjadi – bahwa seorang diktator yang melakukan kejahatan mengerikan di kawasan itu tetap tak tersentuh,” kata Gabriel.

Pembicaraan perdamaian PBB harus terus berjalan dengan tujuan menghasilkan “konstitusi baru, pemilu dan pemerintahan yang baru dan demokratis,” katanya.

Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Marc Ayrault mengatakan harus ada transisi politik yang tulus menuju Suriah baru.

“Perancis tidak percaya sedikit pun bahwa Suriah yang baru ini dapat dipimpin oleh Assad lagi,” katanya.

Bagikan