50 Persen Pengusaha Mengaku Tak Sanggup Bayar THR

50 Persen Pengusaha Mengaku Tak Sanggup Bayar THR

JAKARTA(Jurnalislam.com)- Kalangan pengusaha melakukan survei internal terutama dari sektor industri makanan dan minuman. Cukup mengejutkan, separuh dari pengusaha masih ragu mampu memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) 100% kepada para karyawannya.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi), Adhi S. Lukman bilang ini karena kinerja industri makanan dan minuman juga ikut terdampak pandemi corona. Sektor ini awalnya di luar dugaan tak kena imbas corona, tapi kenyataannya juga kena dampak, dari bahan baku hingga masalah logistik dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Selain itu, selama pandemi Covid-19 ini banyak masyarakat yang pendapatannya mengalami penurunan bahkan kehilangan sama sekali. Hal ini tentu berpengaruh terhadap penurunan penjualan produk makanan dan minuman (mamin).

Ia menyebutkan ada beberapa jenis produk yang mengalami peningkatan penjualan, namun kontribusi terhadap pertumbuhan sangat memang ada laporan meningkat seperti di beberapa marketplace seperti Tokopedia, Blibli, dan lain sebagainya, peningkatan naik antara 500% sampai 600%. Namun, basis perdagangan online itu masih sangat kecil hanya sekitar 1% sampai 2% porsinya dari total omzet.
Selain itu, berdasarkan survei yang dilakukan kepada para anggotanya, sekitar 71% pengusaha mengaku mengalami penurunan produksi hingga 40% secara umum.

“Survei lainnya ternyata 50% menyatakan ragu dan tidak yakin dalam menangani upah karyawan dan THR secara utuh dan 46% menyatakan masih bisa tahan sampai di atas lima bulan, sisanya hanya tahan sekitar satu sampai lima bulan,” jelas Adhi.

Sarman Simanjorang salah satu pengusaha di Jakarta yang sejak awal menggulirkan soal tidak semua pengusaha sanggup bayar THR di tengah kondisi sulit ini. Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Kadin DKI Jakarta ini mengatakan solusi dari THR adalah semua tergantung kesepakatan dan kondisi cashflow masing-masing perusahaan dengan para pekerjanya.

“Setidaknya ada tiga kriteria pertama apakah perusahaan itu mampu, kedua mampu tadi tidak sepenuhnya, atau pengusaha tidak mampu sama sekali. Kalau misalnya kesepakatannya dicicil tentu kembali ke kondisi keuangan perusahaan, dicicil berapa kali tentu perusahaan akan menghitung secara cermat dan melihat situasi dan kondisi stabilitas ekonomi,” kata Sarman, Selasa (28/4).

Sumber: cnbcindonesia

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.