DAMASKUS (jurnalislam.com)- Israel kembali meluncurkan gelombang serangan udara ke wilayah Suriah pada Jumat malam (2/5/2025), yang digambarkan oleh otoritas pemerintah baru Suriah sebagai sebuah “eskalasi berbahaya” di tengah meningkatnya ketegangan etnis dan sektarian, terutama terkait komunitas minoritas Druze.
Menurut laporan Syrian Observatory for Human Rights, serangan kali ini merupakan yang paling intens sepanjang tahun 2025, dengan sekitar 20 serangan udara yang menghantam target-target militer di berbagai wilayah Suriah.
Kantor berita negara Suriah, Sana, melaporkan bahwa Israel membombardir area di sekitar ibu kota Damaskus, serta di Latakia, Hama, dan Daraa di selatan negara tersebut. Seorang warga sipil dilaporkan tewas di Harasta, dekat Damaskus, dan empat lainnya terluka di sekitar Hama.
Serangan ini terjadi hanya beberapa jam setelah Israel menargetkan wilayah dekat kompleks istana kepresidenan Suriah. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant menyatakan bahwa aksi militer tersebut merupakan “pesan” kepada pemerintahan baru Suriah agar tidak menempatkan pasukan militer di selatan Damaskus, serta untuk mencegah potensi ancaman terhadap komunitas Druze.
Pekan lalu, bentrokan berdarah antara kelompok bersenjata Druze dan pasukan pro-pemerintah Suriah menewaskan puluhan orang. Ketegangan ini dipicu oleh beredarnya rekaman suara seorang tokoh ulama Druze yang diduga menghina Nabi Muhammad, namun tuduhan itu telah dibantah.
Sejak tergulingnya Presiden Bashar al-Assad pada Desember lalu dan naiknya Ahmed al-Sharaa sebagai presiden baru, Israel telah meningkatkan intensitas serangannya ke Suriah, termasuk serangan udara dan darat dalam skala besar.
Militer Israel menyatakan bahwa Kepala Staf Eyal Zamir telah memerintahkan pasukannya untuk bersiap melancarkan serangan tambahan ke berbagai target di Suriah jika kekerasan terhadap komunitas Druze terus berlanjut.
Komunitas Druze di Suriah, yang sebagian besar tinggal di provinsi Sweida di selatan serta di wilayah pinggiran Damaskus, selama ini dikenal menjaga jarak dari pemerintah pusat sejak era dinasti Assad hingga kini.
Sementara itu, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengecam keras serangan Israel, menyebutnya sebagai provokasi yang tidak dapat diterima. Erdogan juga mengumumkan rencananya untuk bertemu langsung dengan Presiden AS Donald Trump guna membahas situasi di Suriah.
“Pada isu-isu yang kami berbeda pandangan, pencarian kompromi atas dasar yang wajar pasti akan terus berlanjut,” kata Erdogan, seraya memuji hubungan komunikasi sebelumnya dengan Trump sebagai tulus, membuahkan hasil, dan bersahabat.
Israel diketahui telah lama melobi AS untuk mempertahankan Suriah dalam kondisi terbagi menjadi bagian-bagian wilayah kecil. Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich bahkan menegaskan bahwa perang di Gaza hanya akan berakhir ketika ratusan ribu warga Palestina mengungsi secara paksa dan Suriah terpecah-pecah.
Sumber: MEE